Dua puluh

937 92 8
                                    

"capek juga ya hari ini".

Rakha mengangguk setuju dengan pernyataan Andra. Mereka sudah menyelesaikan perjalanan panjang dan melaksanakan beberapa kegiatan sampai sore ini.

"Lo keren banget hari ini, gue sampe tercengang. Lo bisa-bisanya ambil alih acara sampe seseru ini." Ucap Andra sambil menangkupkan tubuhnya diatas kasur.

Rakha terdengar terkekeh meskipun posisinya membelakangi Andra. Dikamar itu hanya ada mereka berdua karena Andra sendiri yang merequest pada pembina untuk sekamar dengan Rakha.

Andra membuka kameranya dan melihat hasil jepretannya tadi. Seru sekali sampai-sampai para siswa baru tak ingin acaranya berhenti karena hujan.

Andra melirik Rakha yang sedari tadi tidak terusik, hanya sesekali batuk atau sekedar menarik ingus saja yang bisa Andra dengar.

"Acara besok mulai jam berapa Ndra?" Tanya Rakha tanpa membalikkan tubuhnya.

Andra tampak berfikir. "Jam tujuh kita udah siap dilapangan buat nerusin kegiatan tadi" jawab Andra.

"Gue tidur duluan ya, nanti shubuh bangunin gue, takut telat." ucap Rakha pelan.

Andra hanya mengangguk dan meraih remote AC untuk menaikan suhu menjadi hangat.

"Eh bentar deh Rakh, gue baru inget! Besok setelah shubuh Lo langsung menghadap pembina buat nentuin jalur lintas alam." Ucap Andra lantas Rakha hanya mengangguk kecil.

Andra kembali dengan rutinitas melihat kameranya. Berhubung ponselnya dikumpulkan jadi hanya kamera saja yang jadi bahan pelarian Andra.

Sementara Rakha, anak itu sudah terlelap cepat dengan kaos kaki yang sengaja dibekalkan oleh Abangnya, untuk saja ia membawa karena ntah kenapa dirinya merasa sangat dingin.

Pada awalnya Rakha masih bisa menahan rasa dinginnya itu, namun lama kelamaan Rakha gak bisa mengendalikan tubuh menggigilnya hingga dirinya bisa merasakan hawa hangat di dahinya.

Matanya terbuka pelan, dan Rakha melihat Andra yang sedang menatapnya dengan mimik wajah yang khawatir.

"Demam Lo tinggi banget, kenapa ngga bilang?" Tanya pelan Andra tanpa dijawab apapun oleh Rakha.

Rakha bisa melihat Andra yang berdiri dari posisinya dan meraih tas milik Rakha.

"Gue kelupaan kasih tau, Lo belum minum ya?" Tanya Andra lagi.

Andra menghela nafas dan mengusap pipi Rakha, "Rakh... Masih denger gue kan?" Tanya Andra diangguki pelan oleh Rakha.

"Dari kapan? Gue kasih tau pembina dulu ya" ucap Andra hendak pergi namun Rakha menahannya.

"Gak sekarang Rakh, kondisi Lo dari rumah udah drop. Gue gak mau Lo makin drop kalo dibiarin." Ucap Andra memberi pengertian.

Rakha menggeleng.

"dingin Ndra... Disini aja" gumam serak Rakha.

"Iya gue bakalan disini kok, tapi gue harus kasih tau pembina biar Lo dapet obat juga dari mereka." Ucap Andra.

Rakha menutup matanya sebentar, tiba-tiba pandangannya menjadi gelap dan sakit kepalanya semakin menjadi-jadi.

"Hey, Rakha masih sadar kan?".

Kali ini suara yang Rakha tangkap adalah suara lembut dari kakak pembina yang tentu saja Rakha kenal.

Rakha kembali membuka matanya dan melirik ada seorang wanita yang sudah rapih dengan pakaian tidurnya juga beberapa orang yang melihat kearahnya.

"panasnya tinggi banget ini, Rakh udah kerasa dari kapan sakitnya?" Tanya Pembina perempuan itu yang memang bertugas sebagai medis.

"Dari sebelum berangkat dia udah ngga enak badan kak, tapi maksain karena katanya udah agak enakan" itu Andra yang menjawab.

Pembina laki-laki yang juga berada di sana mendekat dan membuka sebagian selimut yang Rakha gunakan, berniat memeriksa detak jantung anak itu.

Kebiasaan mendem nih, sesak ya?" Tanya Pembina itu, mengangkat perlahan kepala Rakha untuk menambahkan bantal dibelakangnya.

Rakha yang merasa malu hanya terdiam, biasanya dia tidak pernah sakit bila ada acara seperti ini.

"Aduh kak gimana dong? Kita bawa ke rumah sakit aja gimana? Ini kan villa lumayan dekat sama kota." Khawatir Andra saat melihat wajah merah Rakha yang menatap langit-langit kamar.

"Iya memang harusnya gitu. Tapi kita lihat besok ya semoga malam ini membaik, pake obat suntikan dulu." Ucap Kakak pembina perempuan.

Rakha sudah pasrah ntah bagaimana tenaganya dikuras habis sehingga dia merasakan tubuhnya lemas yang sangat luar biasa.

Kakak pembina perempuan itu menusukan jarum suntik pada Rakha, hanya obat penurun demam dan tidak lebih dari itu.

"Rakh ngerasa agak nyaman atau mau dibawa aja ke rumah sakit?" Tanya Pembina perempuan itu melihat Rakha yang kembali menutup matanya.

"Disini aja kak... Makasih..." Gumam pelan Rakha dengan tarikan nafas yang berat.

Para Kakak pembina itu mengangguk dan mengusak pelan rambut lepek Rakha. "Ayo ketua!! Semangat!! Cepat sembuh ya!" Ucap salah satu Kakak pembina.

Rakha hanya terkekeh dan melirik Andra untuk segera mendekat.

Andra segera mendekat setelah mengantarkan para Kakak pembina keluar kamar, Andra juga mendapat wejangan untuk menjaga kondisi Rakha dan memastikan baik-baik saja.

"Ndra... Kepala gue pusing banget..." Lirih Rakha.

"Bentar." Ucap Andra mengubah posisinya agar bisa nyaman memijiti pelipis Rakha.

Andra melirik Rakha yang kembali tertidur, "Rakh ke rumah sakit aja yuk, idung Lo udah merah banget loh ini" ucap Andra.

Rakha tak menjawab, dia sudah nyaman dengan apa yang dilakukan Andra saat ini.

"Ndra makasih, bukannya gak mau tapi badan gue lemes banget gak kuat berdiri." Hanya batin Rakha yang berbicara.

***

Daniswara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang