18

242 34 8
                                    


Karena beberapa wilayah Kerajaan mengalami bencana alam, sebagai seorang Raja, Chanyeol mulai disibukkan mencari solusi penanggulangan yang tepat dengan para menteri selama beberapa hari terakhir dan mengirimkan pejabat ke daerah-daerah yang terdampak untuk mendistribusikan biji-bijian dan bentuk lain. Oleh karena itu, dia tidak punya waktu istirahat walau hanya sebentar selama siang hari. Bahkan ketika malam tiba, Chanyeol tidak bisa pergi ke Istana Merriment untuk menikmati saat-saat bersama dengan Sehun Permaisurinya.

Hari itu berjalan biasa. Di ruang pribadinya, Chanyeol sedang membaca laporan resmi yang dikirimkan salah-satu pejabat daerah. Kedua kelereng hitamnya fokus memperhatikan setiap kata dalam laporan tersebut, di sana tertulis bahwa bantuan dasar sudah diberikan dan sudah tidak ada lagi kasus kematian karena kelaparan. Itu cukup membuat hatinya senang, masa-masa sulit telah terlewati.

Baekhyun dengan tergesa menghampiri Rajanya. Beberapa kali kakinya tersandung ujung pakaiannya, wajahnya sepucat hantu, dan dia bahkan lupa memberi penghormatan kepada sang Raja. Pria kecil itu terengah-engah, mulutnya terbuka tutup tanpa suara seakan kesulitan berbicara.

Sebelah alis Chanyeol naik, matanya menatap heran pada Baekhyun yang berdiri gemetar di hadapannya. Baekhyun adalah satu dari empat Pelayannya yang sudah bersamanya selama puluhan tahun dan mereka semua dilatih untuk tetap tenang dalam kondisi kritis sekalipun. Melihat Baekhyun yang menyedihkan, Chanyeol berpikir sesuatu pasti telah terjadi. Pikiran pertamanya ialah Sehun, mengingat tepat setelah penikahan mereka, dia telah menugaskan Baekhyun menjadi pelayan pribadi pria yang dicintainya itu.

Mungkinkan sesuatu yang buruk telah terjadi pada Sehun-nya? Pikiran itu membuat Chanyeol tidak tenang. Dengan tergesa Chanyeol bangkit dan mencengkeram bahu Baekhyun. "apa yang terjadi? Kendalikan dirimu, ceritakan semuanya perlahan."

Baekhyun membuang muka, tidak mampu berkata-kata. Dengan tangan gemetar ia menyerahkan selembar kertas yang telah ia cengkeram sejak tadi pada Chanyeol.

Dengan kecurigaan yang tidak menyenangkan memenuhi hatinya, Chanyeol mengambil kertas itu, sebuah puisi tertulis di sana.

A few beats of the night-watch drum

I am startled awake in the room, the candles have gone out, the dawn is cold

My dreams took me to inner Mongolia, the sound of horses'hooves still ring in my ear

Autumn has come and the geese are traveling south

I can no longer find a path back to my home, but my feelings remain

My wings have been broken, but my spirit is untamed

My life-long wish

I have spent my youth pursuing, not realising that my hair has grayed

The sentimental moon still shines upon that destroyed country

An old acquaintance is before my eyes, but upon inspection

I see that is no will left in his heart

Looking back at the road, I have travelled

I see that although my clothes have become soiled, the lands remain unchanged.

Tulisan tangan pada catatan itu tidak mungkin tidak familiar bagi Chanyeol. Puisi itu jelas telah ditulis oleh kekasihnya. Hatinya seakan berubah menjadi balok es, puisi itu jelas mengatakan bahwa dia harus mengembalikan semangatnya dan mendapatkan kembali asa. Sehingga dia bisa memulihkan sungai dan danau dari tanah airnya dan mengembalikan Kerajaan Moonlight.

War Prisoner | CHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang