Prolog

168 13 12
                                    

"Papa?" lirih Arzu sambil menggenggam tangan sang Ayah yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajah ayahnya terlihat begitu pucat membuat Arzu langsung menangis sambil berkata, "Jangan mati dulu, Papa!"

"Mungkin setelah ini kita akan hidup berdua saja, Arzu," ucap David-Kakak Arzu, dengan suara rendah. Sorot mata pria itu menyiratkan kesedihan dan ketakutan yang sama dengan Arzu.

"Tapi nggak apa-apa, Kakak akan jadi pengganti Papa yang baik untuk kamu," tambahnya sambil membelai rambut panjang sang adik.

Air mata Arzu langsung mengalir deras saat mendengar apa yang David katakan. Rasa takut kehilangan ayahnya semakin besar. Namun, tangisnya langsung terhenti dan ia memekik saat David mencolek pipinya yang terluka.

"Ar, pipi kamu kenapa luka?" David langsung mencengkram pipi Arzu dan memperhatikan luka goresan itu lebih dekat. Lukanya cukup lebar dan mungkin juga dalam, David yakin bekasnya tidak akan hilang dalam waktu dekat.

"Sudah tahu luka kok masih dicolek?." Arzu sambil menepis tangan sang kakak dengan kasar.

"Ya maksud Kakak, kenapa pipi kamu bisa luka begini?" tanya David sambil memperhatikan wajah Arzu lekat-lekat.

"Jatuh dari motor saat balapan," jawab Arzu malas.

"JATUH DARI MOTOR?" 

Arzu langsung terbelalak ketika ayahnya tiba-tiba bangun dan dia terlihat sangat baik-baik saja, padahal tadi semua orang mengatakan sang Ayah masuk rumah sakit karena terkena serangan jantung.

Arzu yang mendengar kabar itu rasanya juga akan terkena serangan jantung, ia sampai jatuh dari motornya ketika ikut balapan karena mendapatkan kabar tersebut.

"Papa kok bisa bangun? Katanya kritis?" Arzu memicingkan mata pada pria paruh baya di depannya ini, apalagi sang ayah langsung duduk dengan tegak dan terlihat sehat wal afiat.Papa Aji-papanya Arzu itu hanya bisa cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rencana yang ia dan David susun hancur begitu saja untuk membuat Arzu mau dijodohkan.

"Tahu Papa nih!" dengus David. "Seharusnya Papa masih pura-pura koma sampai Arzu mau dijodohkan sama Azam."

"Papa shock dengar adikmu jatuh dari motor, David!" ujar Papa Aji membela diri. "Memangnya ayah mana yang nggak akan panik kalau mendengar putri tercintanya jatuh dari motor saat balapan?" Lanjutnya sambil membuang muka, tak berani menatap mata Arzu yang kini melemparkan tatapan tajam

"Jadi Papa cuma pura-pura?" Arzu mendesis tajam sambil berkacak pinggang. "Mau pura-pura kena serangan jantung terus sekarat, kemudian Papa akan meminta aku menikah sama om ustaz itu sebagai wasiat terakhir. Begitu?"

"Hehe." Papa Aji nyengir kuda karena Arzu bisa menebak urutan rencananya. "Kok kamu pintar sekali sih, Sayang? Anak Papa memang sangat pintar."

"Ish, Papa!" teriak Arzu kesal sambil menghentakkan kakinya. Namun, tiba-tiba ia kembali menangis dan berhambur ke pelukan sang Ayah. "Padahal tadi aku udah takut banget Papa kenapa-napa. Kalau Papa mati aku harus gimana?"

Pak Aji langsung mendekap anak perempuannya itu dengan erat sambil terkekeh. "Maafin Papa," bisiknya. "Papa juga takut kamu kenapa-napa, makanya rencana Papa sampai gagal gara-gara kamu bilang jatuh dari motor."

"Rencana Papa basi!" cibir Arzu. "Di sinetron-sinetron sudah banyak yang begitu." Papa Aji tergelak mendengar kata-kata Arzu.

"Jadi bagaimana? Apa kamu masih nggak mau nikah sama Azam?" Papa Aji menyeka air mata putrinya itu dengan tulus. "Papa pikir dia adalah pria yang tepat buat kamu, tapi kalau kamu nggak mau, ya sudah. Nggak apa-apa."

Dijodohkan Dengan Ustaz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang