Tentangnya

60 5 1
                                    


"Gadis ini!" Azam hanya bisa menggeram tertahan melihat gadis yang sudah mengerjainya.Ia langsung memasang wajah garang saat melihat Arazu, apalagi mengingar ia sampai berjalan dengan jarak yang cukup jauh di bawah terik matahari yang cukup panas.

Sementara Arzu justru melempar senyum manis sambil mengangkat tangannya pada Azam.

"Hai, Om? Kok ada di sini?" Ia menyapa seolah tidak terjadi apa-apa, membuat Azam hanya bisa melongo. Bahkan, gadis itu tidak terlihat merasa bersalah. Yang benar saja, pikir Azam.

"Arzu, masuk ke kamar!" tegas David yang langsung melotot marah.

"Aku tadi keluar cuma mau bilang, Kak David nggak boleh pakai motorku!" tegas Arzu yang baru teringat alasannya berlari keluar. Tadi ia memang masih mandi, lalu tiba-tiba Arzu mendengar suara motor, makanya ia pun segera keluar.

Azam sendiri langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain, tak ingin melihat Arzu dalam penampilan yang tidak semestinya itu. Sementara David kini menyeret sang adik kembali ke kamarnya dengan paksa sambil menggerutu.

"Di luar ada tamu, Arzu!" geram David. "Jadi, kamu nggak boleh keluar kamar kecuali kamu pakai baju yang rapi dan sopan!" tegasnya. "Teman kakak yang itu seorang Ustadz."

"Motorku belum selesai dicuci sudah Kak David pakai," gerutu Arzu yang seolah tidak peduli dengan apa yang David katakan.

"Kakak terpaksa, Dek," sahut David kemudian. "Tadi teman Kakak nyasar sampai ke ujung sana, jadi Kakak jem—" ucapan David terhenti, ia memicingkan mata, menatap sang adik penuh curiga. "Jangan-jangan kamu yang ngerjai Azam, iya?"

"Hehe!" Hanya itu respon Arzu sebelum akhirnya ia berlari ke kamar mandi untuk menyelesaikan mandinya.

"Astagfirullah, anak itu!" David hanya bisa mengelus dada melihat kelakuan Arzu.Ia pun segera kembali menemui Azam.

"Jadi dia adikmu?" tanya Azam yang langsung di jawab anggukan kepala oleh David sambil tersenyum kaku.

"Maafin dia, kadang dia memang begitu," lirih David kemudian. "Lain kali, jangan percaya sama apa yang dia katakan, dia senang melihat orang lain susah."Azam tertawa kecil mendengar ucapan David, meskipun sebenarnya ia sangat kesal karena sudah membuatnya berjalan cukup jauh. Tapi Azam cukup mengerti karena Arzu masih remaja.

"Oh, sudah datang!" seru Pak Aji yang baru turun dari kamarnya.

"Iya, Pa, dia ... tadi nyasar, dikerjai Arzu," adu David yang langsung membuat pupil mata ayahnya itu melebar.

"Anak itu benar-benar!" geram pria paruh baya itu.

"Nggak apa-apa kok, Om," ucap Azam dengan cepat. "Dia masih remaja, kadang memang suka begitu. Aku juga pernah nakal dulu."

"Terima kasih atas pengertiannya, Zam," kata Pak Aji sambil mengurai senyum hangat. "Oh ya, aku harus ke kantor. Buat dirimu nyaman di sini, ya."

Azam mengangguk sambil tersenyum tipis.Pria bernama lengkap Azam Miftah itu dari desa, ia datang ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan teman kampusnya yang juga merupakan teman Davin dan pestanya akan digelar nanti malam, di salah satu hotel mewah di Jakarta.

Tadinya, Azam akan menginap di hotel yang sama, tapi David memaksa Azam untuk menginap di rumahnya karena bagi David, Azam adalah teman yang sangat baik, dia banyak membantu David saat kuliah di Singapore dulu.

Meskipun Azam dari desa, tapi dia berasal dari keluarga yang berada apalagi keluarganya memiliki madrasah yang cukup besar. Maka dari itu, dia kuliah di Singapore, mengambil jurusan perbankan dan keuangan. Namun, Azam terpaksa berhenti di tengah jalan karena saat itu ayahnya meninggal. Dia harus menggantikan sang Ayah mengurus Madrasah itu di desanya.

Saat malam menjelang, David dan Azam bersiap-siap pergi ke pesta pernikahan teman mereka.

Sementara Arzu justru sibuk main game di kamarnya.Tak berselang lama, David mengetuk pintu kamar sembari memanggilnya.

"Arzu?"

"Masuk!" teriak Arzu.

"Kakak mau berangkat," seru David yang kini sudah berdiri di ambang pintu. "Papa belum pulang dan kamu nggak boleh keluyuran, paham?"

"Hem," sahut Arzu yang masih fokus pada gadget-nya.David pun segera mengajak Azam berangkat, tapi tiba-tiba Arzu menyusulnya. "Tunggu, Kak! Tunggu sebentar!"

"Apa lagi?" tanya David kesal.

"Bawakan kue nanti, ya!" pinta Arzu sambil cekikikan.

"Kue apa?" David bertanya dengan bingung.

"Ya kue yang ada di pesta, pasti kuenya enak!"

"Ya Allah!" David langsung tampak geram mendengar permintaan konyol sang adik, apalagi adiknya itu memasang wajah sok manis.

"Beli, Arzu!" seru David. "Kayak nggak mampu beli aja kamu ini." Ia menggeram tertahan, sementara Azam kini hanya bisa menahan senyum geli.

"Loh, katanya aku nggak boleh keluyuran," ujar Arzu sambil menyilangkan tangan di dada.

"Ya pesan, semua bisa dipesan lewat hp sekarang," sungut David.

"Nggak punya uang." Arzu langsung merengek dan menadahkansatu tangannya pada sang Kakak. "Minta!"

David segera merogoh dompetnya dari saku, tapi ia meringis karena ternyata hanya ada 30 ribu di dompet mahalnya itu. "Nanti Kakak belikan pulangnya. Uang Kakak habis, jadi mau ngambil di ATM dulu."

"Nggak mau, maunya sekarang!" Arzu kini menadahkan dua tangannya, pertanda ia harus mendapatkan uang yang cukup sekarang juga.

David melirik Azam, ia sungguh merasa malu pada temannya itu dengan kelakuan bar-bar Arzu hingga tiba-tiba Azam mengambil uang dari dompetnya sendiri. Pria itu mengeluarkan uang 50 ribuan dua lembar dan meletakkannya u di kedua tangan Arzu.

"Nggak perlu, Zam." David mencoba mencegah, tapi Arzu justru memekik girang.

"Terima kasih, Om sangat baik!" seru Arzu dengan senyum yang sangat lebar seperti anak-anak yang baru dapat angpau lebaran. Setelah mengucapkan itu, ia langsung berlari ke kamarnya tanpa peduli dengan sang kakak yang merasa tak punya wajah di depan temannya.

"Nanti aku ganti uangnya, Zam," ucap David yang menahan malu.

"Nggak usah," sanggah Azam. "Anggap aja itu oleh-olehku untuk adikmu."Meskipun baru bertemu dengan Arzu hari ini, Azam tahu anak itu adalah gadis yang baik dan sedikit energik, apa adanya, sangat manis meskipun sepertinya juga sering membuat orang kesal. Hari ini saja, entah sudah berapa kali Azam melihat David menghela napas gara-gara tingkahnya.

Mereka berdua pergi ke pesta menggunakan mobil Mercedes-Benz milik David.

David dan Arzu memang berasal dari keluarga kaya raya, di mana ayahnya dan juga David mengelola hotel yang sudah memiliki cabang di beberapa kota. Selain itu, ayahnya juga punya sebuah resort yang cukup terkenal dan menjadi tempat penginapan bagi para turis.

Namun, semua kesempurnaan itu tidak membuat Arzu dan David merasa bahagia, apalagi setelah perceraian kedua orang tuanya karena sang Ibu telah selingkuh dari ayah mereka. Semuanya terasa tidak berguna, uang dan kemewahan itu seolah tidak ada artinya.

"Arzu itu orangnya energik dan apa adanya," kata Azam, sejak tadi dia senyum-senyum sendiri mengingat tingkah Arzu. "Dia pasti sangat lucu saat masih kecil."

"Nggak," bantah David dengan cepat yang membuat kening Azam berkerut. "Justru dia pendiam dan pemalu saat kecil, tapi sikapnya berubah seperti itu setelah orang tua kami bercerai."

Seketika raut wajah Azam berubah, senyumnya hilang dan sorot matanya menyiratkan rasa kasihan

"Arzu seperti memberontak pada keadaan, dia nggak mau lanjut kuliah, nggak mau kerja dan bahkan kadang dia ikut balapan liar."

"HAH?"......

Dijodohkan Dengan Ustaz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang