Azam juga memliki seorang adik perempuan yang seumuran dengan Arzu, maka dari itu hati nuraninya tak bisa membiarkan Arzu pergi begitu saja. Azam ingin memastikan bahwa Arzu sampai ke rumah temannya dengan selamat.
"Om Ustadz?" pekik Arzu saat melihat dirinya.
"Alhamdulillah, ternyata kamu sampai dengan selamat," kata Azam yang membuat kening Arzu berkerut.
"Om ke sini mau memastikan aku sampai dengan selamat?" Arzu memicingkan matanya pada pria itu. Aneh rasanya jika ada orang asing yang ingin memastikan dirinya selamat, sementara kakak dan ayahnya sendiri membiarkan ia bebas seolah tidak mengkhawatirkan apa pun.
"Iya," jawab Azam dengan jujur yang membuat Arzu seketi tertegun. ia menatap ustadz tampan di depannya ini dengan mata yang melebar. "Kalau begitu, aku pulang dulu," ujar Azam kemudian.
"Okey," sahut Arzu dengan santai meskipun dadanya berdebar.
Azam pun segera pulang menggunakan ojek online yang tadi sementara Arzu menatap kepergiannya tanpa berkedip, ada perasaan hangat yang singgah di hatinya mengetahui Azam peduli padanya.
"Wah, Ar!" seru Intan tiba-tiba mengejutkan Arzu. "Dia menyusul kamu ke sini cuma untuk memastikan kamu sampai selamat apa nggak. Dia peduli banget sama kamu loh." Intan geleng-geleng kepala, merasa takjub dengan kepedulian pria itu.
"Iya, itu aneh." Justru kalimat itu yang keluar dari bibir Arzu. "Masuk, yuk. Aku udah ngantuk."
"Itu bukan aneh, itu namanya perhatian." Intan berujar sembari mengikuti Arzu ke kamar.
"Oh ya?" Arzu langsung terkekeh. "Dia baru datang dua hari yang lalu, masa iya sudah perhatian begitu?"
*****
Setelah memastikan Arzu sampai di rumah temannya dengan selamat, kini Azam bisa tidur dengan tenang. Bahkan, ia mengulum senyum mengingat wajah Arzu yang terkejut saat melihatnya. Entah kenapa, setiap gerak gerik wanita itu terasa begitu unik dan melekat di hati Azam.
Saat pagi menjelang, Azam langsung bersiap-siap untuk pergi karena urusannya di Jakarta sudah selesai. Meski sebenarnya David memintanya tinggal sedikit lebih lama, tapi Azam tidak bisa meninggalkan desanya lebih lama karena dia adalah pengurusnya. Ada banyak hal yang harus Azam kerjakan di sana.
Sementara itu, David dan Ayahnya sedang berbincang di kamar tamu. Pak Aji masih bersikeras ingin melamar Azam dan David bersikeras menolak gagasan itu. Menurutnya, Azam terlalu baik untuk Arzu. Mereka tidak akan bahagia karena keduanya sangat berbeda.
"Selamat pagi," sapa Azam yang datang bergabung dengan mereka.
"Pagi, Azam," balas Pak Aji sambil tersenyum ramah. "Oh ya, kamu masih sempat sarapan bersama kita 'kan sebelum pergi?" tanyanya penuh harap.
"Sempat, Om," jawab Azam yang mengurai senyum hangat.
"Syukurlah," gumam Pak Aji kemudian yang membuat Azam mengerutkan keningnya. Apalagi raut wajah pria paruh baya itu sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Memangnya ada apa, Om?" Azam bertanya sembari mendaratkan bokongnya di sisi David.
"Emm ... sebenarnya ada yang ingin Om bicarakan." Pak Aji menatap David dan tentu putranya itu langsung menggeleng, memberi isyarat agar sang Ayah mengurungkan niatnya.
Akan tetapi, keputusan Pak Aji sudah bulat. Ia juga sudah sangat yakin mempersunting Azam untuk putrinya, apalagi setelah Pak Rudy memberi tahu bahwa semalam Azam menyusul Arzu ke rumah Intan hanya untuk memastikan keselamatannya.
Ayah mana yang akan melepaskan pria seperti itu dari putrinya?
"Silakan, Om," kata Azam.
"Kamu ... sudah punya pacar?"
Pak Aji tahu Azam tidak punya pacar, tetapi dia ingin mendengar jawabannya secara langsung dari bibir pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan Dengan Ustaz Tampan
Romance"Kau tampan, tapi tidak cukup membuatku tertarik untuk menikah denganmu."-- Arzu Nabilla. "Kau cantik, energik, manis, dan aku sangat tertarik untuk menikahimu." --Azam Miftah. _ Kehidupan Arzu Nabilla (19) yang penuh kebebasan harus berubah ketika...