Kamu pandai memilih istri, Fan," ujar David sembari menatap Raina-istri Irfan yang memang sangat cantik.
"Untuk memperbaiki keturunan, Bro," sahut Irfan yang membuat David terkekeh, sementara Raina hanya bisa tersenyum tipis. "Kapan kalian menyusul?" tanya Irfan kemudian sembari menatap Azam dan David, dua temannya yang sudah berumur 30 an tapi masih betah melajang dengan alasan masing-masing.
Padahal, Irfan sangat yakin pasti ada banyak wanita yang mengantri untuk dua pemuda tampan itu.
"Kalau jodohnya sudah datang," jawab Azam dengan asal, yang seketika membuat Irfan dan Raina tertawa kecil, begitu juga dengan David. "Jodoh nggak akan datang mengetuk pintu rumah kamu, Zam," tandas Irfan yang seketika membuat Azam dan David tertawa. "Kadang kamu harus mencarinya keluar dari rumah."
Mereka mengobrol sebentar sebelum akhirnya mereka pamit pulang pada Irfan dan juga istrinya, tak lupa mereka membawa souvenir pernikahan yang dikemas dengan sangat cantik.
"Kamu nggak mau bawa kue yang Arzu, Vid?" tanya Azam sambil menahan senyum, merasa lucu sendiri mengingat permintaan Arzu yang cukup konyol.
"Nggak lah," jawab David. "Sekarang dia pasti sudah membeli kue yang dia mau."
Sementara di rumah, Arzu menikmati kue yang ia beli menggunakan uang pemberian Azam. Gadis itu sama sekali tidak merasa canggung, juga tak merasa bersalah karena sudah mengerjai tamu sang Kakak dan sekarang ia justru diberi uang jajan.
"Katanya dia ustadz, ya?" Tiba-tiba Arzu teringat dengan kata-kata David tadi. "Masa sih ustadz? Dia pakai celana, kaus sama jaket kok." Ia mengingat kembali penampilan Azam yang memang sangat jauh dari bayangan seorang ustaz bagi Arzu.
Saat memikirkan sang ustaz, tiba-tiba Arzu dikejutkan dengan suara klakson dari luar. itu mungkin kakaknya atau ayahnya. Entahlah, Arzu tidak tahu dan dia tidak peduli. Selalu seperti ini hidup mereka, pulang pergi tidak jelas jam berapa, itulah sebabnya Arzu juga bisa pulang pergi seenaknya.
ketika Arzu keluar dari kamar untuk membuang kotak kue yang sudah habis , ia berpapasan dengan Azam juga David.
"Oh, jadi kalian yang datang," ujar Arzu. Lagi-lagi Azam memalingkan wajahnya karena Arzu hanya memakai hot pants dan crop top, pakaian itu bahkan memamerkan perut Arzu.
"Arzu!" geram David yang kembali dibuat kesal oleh adik tercintanya itu. "Masuk kamar!" perintah pria itu marah.
"Aku mau buang sampah, Kak," ujar Arzu dengan santai.
"Aku ke kamar duluan," kata Azam kemudian, Ia pun segera ke kamar tamu, kamar yang berada tepat di sisi kamar Arzu.
"Kakak sudah bilang jangan keluar kamar kecuali pakai baju yang rapi dan sopan!" David kembali berkacak pinggang, tapi Arzu mengabaikannya, ia berjalan ke dapur dan membuang sampahnya. "Arzu, kamu faham nggak sih apa yang Kakak bicarakan?" tanya David sembari mengikuti Arzu dari belakang.
"Setiap hari aku juga berpakaian begini, Kak," ujar Arzu membela diri.
"Selama Azam tinggal di sini, kamu harus pakai baju panjang dan celana panjang, titik no debat!" tegas David.
"Tapi—"
"Nggak ada tapi-tapi, sekarang kembali ke kamarmu!" Arzu hanya bisa cemberut karena David tak membiarkannya bicara, ia pun kembali ke kamar dengan menghentakkan kakinya karena kesal.
"Astagfirullah, bisa-bisa darah tinggi aku," gerutu David sembari mengusap dadanya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan.
Keesokan paginya, semua orang sudah berkumpul di meja makan, di mana Bibi sudah menyediakan menu lezat untuk mengawali hari mereka.
"Adikmu belum bangun, David?" tanya Pak Aji karena tak melihat Arzu sejak tadi.
"Belum, Pa, masih jam segini," jawab David sembari melirik arlojinya.
"Memangnya dia bangun jam berapa biasanya?" Azam bertanya sembari menatap David, ia sedikit heran kenapa David yang sebagai Kakak tidak membangunkan Arzu padahal hari sudah siang.
"Nggak nentu, Zam," jawab David. "Tapi meskipun bangun pagi, dia biasanya tetap di kamar sampai siang kecuali jika dia lapar, baru dia keluar." Jelasnya
Namun, tiba-tiba Arzu datang sembari menguap, membuat David terkejut. "Tumben," kekeh Pak Aji yang melihat putrinya itu kini duduk di sisi David, berhadapan dengan Azam.
"Lapar," sahut Arzu. Kali ini gadis itu memakai celana panjang dan baju panjang, meskipun rambutnya seperti ekor singa yang kepanasan.
"Duduk yang benar!" tegas David karena adiknya itu justru duduk bersila di kursinya. Arzu kembali dibuat cemberut, tapi kemudian ia duduk dengan benar sebelum sang Kakak berpidato padanya.
Azam hanya bisa geleng-geleng kepala melihat adik temannya itu, apalagi sepertinya Arzu sangat tidak peduli dengan penampilannya di depan laki-laki lain. Sementara pada umumnya, wanita tak mau muncul di hadapan laki-laki tanpa make up.
"Oh ya, kamu kerja apa saja di kampungmu selain mengajar, Zam?" tanya Pak Aji membuka percakapan.
"Kami punya toko, Om," jawab Azam. "Jadi, aku juga mengurus toko kami."
"Kata Kak David, Om itu Ustadz," celetuk Arzu secara tiba-tiba. Azam hanya menanggapinya dengan senyum tipis, ia tampak enggan menjawab pertanyaan itu. "Apa Om itu anaknya Kiai?" tanya Arzu yang terlihat penasaran.
"Bukan," jawab Azam dengan cepat sambil terkekeh.
"Terus, kok Om bisa jadi Ustadz?" "Arzu!" tegur Pak Aji.
"Karena aku mengajar." Azam menjawab dengan santai. "Oh ya, kenapa kamu terus memanggilku Om, Arzu? Memangnya aku keliatan sangat tua?" tanya Azam sambil meringis.
"Iya, itu nggak sopan." David menimpali. "Azam seumuran sama Kakak, jadi kamu panggil saja Kak Azam."
"Nggak mau, lebih cocok dipanggil Om," bantah Arzu. "Emang keliatannya seperti Om-Om kok," imbuhnya yang membuat Azam semakin meringis.
"Kamu beneran nggak mau melanjutkan pendidikanmu, Sayang?" Pak Aji segera merubah topik percakapan, tak ingin anaknya itu semakin menjadi, dan itu pasti membuat tamu mereka tak nyaman.
"Nggak ah, Pa, malas," jawab Arzu. "Terus kamu mau jadi apa kalau nggak mau kuliah, Ar?" tanya David.
"Emm ... mau jadi istri dan ibu aja, ngurusin suami sama anak," cetus Arzu sekenanya yang seketika membuat kakaknya itu tertawa geli.
"Memangnya kamu mau menikah sama siapa? Siapa juga mau sama gadis urakan seperti kamu?" ejek David.
"Entahlah." Arzu mengedikkan bahunya.
"Mungkin aku bisa menikah dengan salah satu teman Kak David yang kaya raya. Jadi hidupku terjamin." Azam melongo mendengar ucapan Arzu, sementara David hanya menghela napas berat, begitu juga dengan ayahnya.
"Mana mau temanku menikah sama bocil berantakan kayak kamu?" David kembali mengejek, membuat Arzu langsung merengut. Namun, beda halnya dengan Papa Aji uang tampaknya memiliki ide sekarang.
Menikah dengan teman David? Tiba-tiba tatapannya tertuju pada Azam saat putrinya itu mengatakan akan menikahi salah satu teman David
"Azam pria yang baik, sepertinya dia pilihan yang tepat untuk Arzu. Apa aku jodohkan saja mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohkan Dengan Ustaz Tampan
Romansa"Kau tampan, tapi tidak cukup membuatku tertarik untuk menikah denganmu."-- Arzu Nabilla. "Kau cantik, energik, manis, dan aku sangat tertarik untuk menikahimu." --Azam Miftah. _ Kehidupan Arzu Nabilla (19) yang penuh kebebasan harus berubah ketika...