Ciyee, yang malam minggu malah ngehalu 😌
***
Masih di ruang kerja Agam. Keadaan ruangan itu semakin mencekam saat Febi pergi. Menahan gadis itu di tempat ini ada hal sia-sia. Jam kerja sudah dimulai, sudah dipastikan Febi harus kembali ke ruangannya.
Tidak ada percakapan yang terjadi antara Agam dan Cia setelah Febi pergi. Bahkan Agam sendiri sudah mulai menyalakan komputernya, berbeda dengan Cia yang terdiam dengan bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Cia seolah lupa jika dia harus bekerja dengan Agam.
"Kalau nggak mau kerja, kamu bisa keluar sekarang. Saya bisa cari yang lain," ucap Agam sambil membuka berkas di tangannya.
Cia memejamkan matanya erat. Dia tidak menyangka jika akan seperti ini. Agam benar-benar menyebalkan. Mereka seperti orang asing yang tak pernah saling mengenal sebelumnya.
"Maaf, Pak. Sebelum saya bekerja, apa boleh saya tau apa pekerjaan saya?" tanya Cia hati-hati.
"Febi sudah bilang?"
"Sudah, Pak."
"Ya sudah kalau gitu, kenapa tanya lagi?"
Cia menarik napas dalam dan menggigit bibirnya kesal. Beruntung Agam tidak menatapnya saat ini sehingga Cia bisa puas menunjukan wajah kesalnya. Pria itu tidak banyak berubah. Malah bisa dibilang semakin menyebalkan.
"Maksud saya apa saja tugas dan tanggung jawab saya, Pak."
Agam mulai mengalihkan pandangannya dari komputer. Dia duduk bersandar dan menatap Cia lekat. Jari tangannya saling bertaut memberikan kesan penguasa di ruangan ini. Jangankan ruangan, pria itu memang penguasa di kantor ini.
Seketika Cia menyesal menerima tawaran Febi. Sejak kapan posisi CEO perusahaan digantikan oleh Agam? Oh ayolah, itu bukan mustahil! Hampir tujuh tahun dia memblokir nama Agam dari hidupnya. Tentu Cia tidak akan mengetahui kabar pria itu. Febi juga bersikap bijak dengan tidak pernah menyebut nama kakaknya selama ini.
"Kamu akan jadi sekretaris saya." Agam mengambil sesuatu dari lacinya dan meletakkannya di atas meja berhadapan dengan Cia.
"Apa ini, Pak?" tanya Cia penasaran.
"Kontrak kerja kamu."
Cia meraih lembaran kertas itu dan membacanya dengan teliti. Tidak ada yang aneh dari isi kontrak itu. Seperti kontrak kerja pada umumnya.
"Kamu bekerja langsung di bawah perintah saya," jelas Agam lagi yang kembali fokus pada komputernya.
Cia mengerucutkan bibirnya kesal. Apa komputer lebih menarik dari dirinya?
"Langsung kerja, Pak? Nggak ada tahapan interview?"
Pertanyaan Cia berhasil membuat Agam menoleh. "Saya nggak punya waktu. Saya butuh cepat."
Cia mengangguk dan kembali membaca kertas di tangannya. Sampai akhirnya dia sampai di poin terakhir. Poin yang membuat dahinya berkerut tajam.
"Maksud poin terakhir apa, Pak? Saya akan bekerja sampai sekretaris utama kembali masuk?" tanya Cia memastikan.
"Sekretaris saya sakit. Jadi saya butuh seseorang untuk menggantikannya sampai sembuh."
"Berarti saya cadangan, dong?" Suara Cia tiba-tiba meninggi. Melihat Agam yang menatapnya tajam membuat Cia berdeham pelan. "Maksudnya, berarti saya kerja tanpa ada jangka waktu? Intinya sampai sekretaris utama Bapak sembuh?"
"Ucapan saya tadi sudah jelas, kan?"
Cia menunduk lesu. Agam benar-benar menyebalkan. Tidak ada ramah tamah yang ia berikan untuk membuatnya betah. Sebenarnya Agam memang butuh sekretaris atau terpaksa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Positif Cuek 100% (SELESAI)
RomancePernah mencintai kakak dari sahabat sendiri? Pernah. Pernah menyatakan cinta? Pernah juga. Apakah diterima? Jelas tidak. Nasib Cia begitu menyedihkan saat cinta pertamanya menolak perasaannya. Kenyataan pahit itu membuatnya pergi untuk melupakan seg...