10. Shift Malam

82.2K 6.7K 95
                                    

Ayo, banyakin lagi commentnya 🥰

***

Permintaan Agam adalah sebuah perintah wajib yang harus dipatuhi. Baru hari pertama, tetapi kalimat itu sudah tertanam di benak Cia. Selain karena Agam adalah atasannya, Cia juga paham dengan sifat pria itu. Percuma jika ia membantah karena ini memang bagian dari pekerjaannya.

Dengan langkah mantap, Cia berjalan memasuki rumah sakit dengan kantong plastik di tangannya. Sesuai permintaan Agam. Cia harus mengantar makan malam pria itu ke rumah sakit, lebih tepatnya ke ruang inap Dika. Hal itu juga yang membuat Cia menahan emosinya karena Agam yang tengah menjaga Dika saat ini.

"Permisi, Pak." Cia membuka pintu pelan.

Agam yang tengah duduk di sofa menatap kedatangannya sebentar dan kembali fokus pada laptopnya.

"Kamu telat dua menit."

"Cuma dua menit, Pak. Saya naik ke ke sini kan jalan bukan terbang."

"Tetap saja waktu saya terbuang."

Dih! Waktu gue yang habis buat lo doang!

Cia mencibir dalam hati. Tingkah perfeksionis Agam benar-benar menjengkelkan.

"Kok Kak Dika pindah kamar, Pak?" tanya Cia meletakkan makanan yang ia beli di atas meja.

"Karena saya punya uang," jawab Agam menutup laptopnya.

Seketika Cia menatap Agam sinis. "Iya, tau kok. Nggak perlu nyindir juga."

Tanpa menjawab Agam mulai membuka makanannya. Dilihat dari penampilan tubuhnya, sepertinya pria itu langsung ke rumah sakit setelah pulang tadi. Tas kerja yang berada di sampingnya juga seolah menjadi bukti.

"Pak Agam nginep di sini?"

"Hm."

Cia mengangguk dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk. Meski Febi sudah memijat punggungnya, tetapi rasa lelah itu belum juga hilang. Ditambah dengan Agam yang secara tiba-tiba memintanya untuk membeli nasi goreng. Nyamannya sofa membuat tubuh Cia menjadi lebih rileks. Tak heran, karena Agam memindahkan Dika ke ruangan VIP. Hal itu membuat suasana menjadi lebih tenang dan nyaman.

Haruskah Cia berterima kasih? Pria itu menggunakan uangnya sendiri untuk ruangan ini dan Cia tidak perlu menggantinya. Dengan begini Cia berharap jika pemulihan Dika akan semakin cepat dengan fasilitas yang ada.

"Kamu beli makanannya berapa?" tanya Agam bingung.

Cia mulai menunjukan cengiran khasnya. "Saya beli tiga, Pak. Saya juga laper soalnya."

"Yang satunya?"

"Ya, buat saya juga."

Agam menatap Cia kaget. Pandangan itu lagi-lagi membuat Cia berdecak kesal.

"Jangan protes, Pak. Saya begini juga karena habis kerja rodi," cibir Cia mulai membuka makanannya. Ikut menikmati nasi goreng favoritnya.

"Saya nggak pernah minta kamu buat kerja sama saya."

"Terpaksa. Adik Bapak yang minta."

Cia menggunakan nama Febi sebagai bentuk perlindungan. Dia terlalu gengsi untuk mengakui jika ia memang membutuhkan uang. Meskipun sebenarnya Agam sudah tahu, tetapi Cia tidak mau mengakuinya secara jelas. Meskipun hanya bawahan, harga dirinya di depan Agam harus tinggi.

Suara getaran ponsel di atas meja membuat fokus Cia teralihkan. Dia melirik ponsel Agam dengan penasaran. Jarak mereka yang tidak terlalu jauh memhuat Cia bisa membaca nama pemanggil itu dengan jelas.

Positif Cuek 100% (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang