15. Jalan Keluar

72.5K 5.8K 47
                                    

Sambil mengaduk teh jahe buatannya, Cia menatap halaman panti melalui jendela dapur. Untuk yang kesekian kalinya dia berada di tempat ini hanya untuk melihat pujaan hatinya. Pria yang sayangnya tidak ia ketahui namanya tetapi mampu menguasai akal sehatnya. Cia hanya bisa melihat dalam diam. Dia tidak mempunyai keberanian untuk mendekat.

"Kok ngalamun, Cia? Hati-hati kena air panas loh," tegur Bu Suci.

Cia tersadar dan tersenyum malu. Dia kembali fokus pada teh yang ia buat untuk meredakan rasa haus anak-anak yang tengah bermain saat ini.

"Ini sudah ke-lima kalinya kamu dihukum ke panti. Kamu nggak capek?" tanya Bu Suci.

Lihat? Orang lain akan berpikir jika kenakalan Cia sudah tidak bisa dikontrol. Padahal kenyataannya ada niat terselebung kenapa dia melakukan ini. Tentu saja agar bisa melihat pujaan hatinya.

"Aku seneng kalau bisa bantu ibu di sini. Aku juga bisa main sama anak-anak."

Bu Suci tersenyum sambil mengelus kepala Cia. "Kalau kamu mau main ke sini ya main aja nggak apa-apa. Nggak perlu lewat hukuman. Ibu seneng kalau ada anak-anak muda yang peduli sama adik-adik di sini, tapi ibu nggak suka kalau kamu harus ngorbanin pendidikan kamu."

Lagi-lagi Cia hanya menunduk malu. "Iya, Bu. Maaf."

"Lain kali jangan diulangi lagi. Kasihan orang tua kamu. Main nggak apa-apa, tapi harus tetap fokus sama sekolah."

Cia mengangguk mantap. Jika sudah mendapat lampu hijau seperti ini, mungkin setiap hari dia akan datang ke panti. Terdengar seperti pamrih karena niatnya hanya untuk melihat pria yang ia sukai. Namun percayalah, Cia tidak keneratan jika harus banyak membantu pekerjaan Ibu Suci di panti asuhan ini.

"Ibuk mau mandiin adek-adek bayi dulu, udah sore. Kamu mau ikut?"

Cia menggeleng cepat. "Aku selesaian ini dulu, Buk."

Setelah Bu Suci keluar, Cia kembali menatap jendela. Namun dia tidak melihat pria yang ia cari di sana. Seketika dia langsung lemas. Hilang sudah rasa semangatnya. Dengan tanpa gairah, Cia bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Dia ingin kembali mencari keberadaan pria itu.

Suara dentingan gelas mengejutkan Cia. Dia menoleh dan terkejut saat melihat pria yang ia cari tengah berada di sampingnya. Entah kenapa udara seolah semakin menipis. Cia merasa sesak dengan jantung yang berdebar hebat. Jarak mereka begitu dekat. Bahkan Cia bisa melihat butiran keringat yang jatuh dari dahi pria itu.

Cia tersadar dan langsung menunduk. Dia tidak bisa menatap pria itu terlalu lama. Dia tidak mau pingsan karena itu akan sangat memalukan.

"Mau teh jahe?" tawar Cia dengan suara tercekat. Setelah mengumpulkan keberanian, hanya kalimat itu yang berhasil keluar.

Pria itu tidak menjawab dan langsung memberikan cangkirnya. Dengan tangan yang bergetar, Cia mulai menuangkan tehnya. Belum sempat terisi penuh, Cia kembali meletakkan wadah tehnya saat tangannya mulai tremor. Cia menarik napas dalam untuk menenangkan diri dan kembali menuangkan tehnya. Namun kali ini Cia dibuat terpaku saat sebuah tangan besar menyentuh tangannya untuk membantunya menuangkan teh.

Rasa hangat langsung menjalar di tubuh Cia, bahkan mengalir sampai ke hatinya. Rasanya benar-benar luar biasa.

"Hati-hati. Airnya panas," ucap suara berat itu dari belakang tubunya.

Positif Cuek 100% (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang