Nungguin ya?
Seharusnya update kemarin tapi aku ada kegiatan. Jadinya malam ini update dan besok juga 🙏🏽
***
Suasana dapur terlihat mencekam saat sepasang mata menatap tajam pada pria yang tengah memasak. Ucapan kemarahan dan sumpah serapah yang keluar dari bibir gadis itu seolah tidak berarti apa-apa. Hanya masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. Bahkan urat lehernya yang ikut keluar tidak berefek apapun untuk pria yang masih fokus memasak itu.
Agam, dia masih membiarkan adiknya meluapkan emosi karena keputusan sepihaknya.
"Nggak mau tau! Uang bulanan gue harus tetep utuh!" ucap Febi lagi.
Agam masih diam, tidak berniat membalas ucapan Febi. Dia sudah menjelaskan maksud alasannya melakukan hal itu dan Agam tidak akan mengulanginya dua kali.
"Kak Agam denger nggak, sih?" Febi dengan kesal menarik kaos Agam.
Niat Febi yang ingin berendam air hangat sepulang kerja harus gagal karena telepon mendadak dari kakaknya. Bukan hanya telepon yang mendadak, tetapi juga keputusan yang mendadak. Keputusan yang tidak Febi sukai dan sangat merugikannya.
"Lepas. Mau ketumpahan minyak?" Agam mulai jengah.
Febi mulai merengek dan merosot hingga terduduk di lantai dapur. Dengan jurus andalannya, dia mulai memeluk kaki Agam dan menangis.
"Jangan potong uang bulanan gue," ucapnya terisak.
Agam menghela napas kasar dan meletakkan capit masaknya. Dia menunduk dan melihat aksi Febi dengan kepala yang menggeleng. Bagaimana bisa dia memiliki adik yang cengeng dan manja seperti ini? Sangat jauh berbeda dari sifatnya.
"Kapan kamu bisa mandiri kalau gini terus?"
Febi mengusap air matanya kasar. "Aku mandiri, kok. Aku udah kerja dan tinggal sendiri."
"Apartemen dari Papa, kerja di perusahaan Papa. Jalan kamu semulus jalan tol," sindir Agam.
"Emang lo enggak?" geram Febi kesal.
Benar juga.
"Seenggaknya kamu harus lebih bijak. Umur kamu hampir 25 tahun sekarang."
Di belakang Agam, Febi memutar matanya jengah. Dia kembali berdiri dengan kesal. Tak perlu lagi berakting karena Agam tidak akan luluh. Selama ini pria itu memang tidak pernah luluh, dia hanya lelah mendengar tangisan dan rengekannya.
"Liat aja, nanti gue bilangin Papa."
"Terserah."
Agam kembali fokus pada steak yang ia masak. Tinggal sendiri di apartemen membuatnya harus serba bisa. Tidak peduli jika ia seorang pria. Mengurus diri dan mengurus rumah adalah hal yang harus bisa dilakukan oleh semua orang. Apalagi tidak ada Dika yang sedikit-banyak membantunya.
Melihat sikap tak acuh Agam, Febi pun meraih tasnya cepat dan bergegas keluar. Dia sudah lelah memohon dan hasilnya tetap nihil. Jika ia terus memohon dan membuat Agam kesal, bisa-bisa pria itu akan menghapus semua jatah uang bulanannya.
Febi tahu jika dia sudah cukup dewasa untuk hidup mandiri tanpa bergantung pada uang orang tua. Dia sendiri juga sudah bekerja dengan gaji yang lumayan. Hanya saja karena terbiasa dengan kehidupan mewah dan selalu dimanjakan membuatnya sulit untuk lepas. Febi sadar akan kebiasaan buruk itu dan berusaha untuk menghilangkannya. Namum tidak secepat itu. Semua hal pasti butuh proses, bukan?
"Gue pulang!"
"Nggak makan dulu?"
"Nggak nafsu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Positif Cuek 100% (SELESAI)
RomancePernah mencintai kakak dari sahabat sendiri? Pernah. Pernah menyatakan cinta? Pernah juga. Apakah diterima? Jelas tidak. Nasib Cia begitu menyedihkan saat cinta pertamanya menolak perasaannya. Kenyataan pahit itu membuatnya pergi untuk melupakan seg...