Angin yang berhembus mendayu sungguh membuatnya mengantuk, satu hal yang ia suka di sini yaitu tidak ada polusi. Meski jalanan sama padatnya, entah kenapa Flo tidak merasa udaranya tercemar.
Matanya terpejam menikmati angin yang berhembus di taman, punggungnya sudah bersandar ke kursi sepenuhnya bersiap memasuki fase setengah tidur. Namun sepertinya Dewi keberuntungan tidak memihaknya sekarang.
Telinganya samar-samar mendengar perdebatan. Flo berdecak pelan, membuka mata dan melirik acuh ke asal suara, mendapati sepasang kekasih yang sepertinya tengah bertengkar. Flo tak habis pikir, dari ratusan tempat di bumi, kenapa mereka harus bertengkar disini?
Tahukah mereka bahwa ini tempat umum? Semua orang di sana melihat, memperhatikan, kepo, dan pasti men judge sembarangan tanpa tahu apa-apa.
Sepertinya urat malu mereka sudah putus.
Flo berusaha menulikan pendengarannya, tidak ingin menjadi tetangga yang kepo akan urusan rumah tangga orang lain. Tangannya mengambil earbuds dari saku, memasang ke telinga dan menyalakan musik.
Beberapa menit telah berlalu dan tiba-tiba merasakan kursi bergetar sedikit, artinya ada orang yang duduk di belakangnya. Flo menyerongkan kepala melirik melalui sudut matanya, ternyata pria dari pasangan yang bertengkar tadi.
Flo kembali melihat depan, berusaha mengabaikan karena itu bukan urusannya. Namun, geraman frustasi dari pria itu sangat mengganggu meski telinganya sudah disumbat earbuds.
Entah angin darimana, Flo melepas sebelah earbuds dan memasangnya ke telinga pria di belakang. Mungkin Flo sudah gila dengan sembarangan saja melakukan itu ke orang asing yang bahkan ia sendiri tidak tahu wajahnya seperti apa.
Pria itu tersentak pelan, menoleh ke belakang melihat siapa yang melakukan itu namun ia hanya melihat rambut panjang Flo. Pria itu kembali ke posisi duduknya dan mereka berdua hening tanpa ada yang memulai obrolan.
Suasana hening hanya ditemani suara musik dari sebelah telinga mereka, sebelahnya lagi mendengar obrolan, tawa orang-orang yang beraktivitas di sekitar. Raut wajah mereka terlihat bahagia seolah tidak punya beban dan kekhawatiran hidup, atau mereka memang ahli dalam menyembunyikannya?
Tapi sepertinya itu tidak mungkin, Flo tertawa mencela diri saat memikirkannya. Orang-orang itu hanyalah karakter palsu, buatan penulis yang gunanya hanya untuk mengisi dunia ini.
Flo memang kejam, baginya hanya membuang-buang waktu untuk memperhatikan NPC yang bahkan tidak punya emosi dan hanya bergerak sesuai arahan penulis, mereka tidak punya jiwa, mereka hanya alat yang akan bisa menghilang kapan saja.
Karena itulah Flo menganggap dirinya gila melakukan hal seperti meminjamkan earbuds ke orang asing.
"Thanks.."
Flo melirik acuh tanpa menanggapi ucapannya. Musik di telinganya berganti, itu lagu favorit nya setelah ia terlempar ke dunia novel. Namun, baru 32 detik lagu berputar sudah berhenti karena nada dering berbunyi di telinganya.
Ia menggeram, mematikan earbuds dan melihat ponselnya kesal. Namun ekspresinya kembali datar kala melihat nama kontak di layar ponsel.
Drrt drrt
Pip
"Halo.. ma?"
"..."
"..um."
"..."
"..ya."
Tut..
Panggilan dimatikan secara sepihak oleh si penelpon. Flo menatap sejenak layar ponsel yang bertahap mati lalu beranjak dari sana tanpa melihat orang asing di belakangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Flo the Extra
Novela JuvenilIa menjadi figuran Figuran yang asal usul dan endingnya tak tertulis di novel Figuran yang tak akan mengubah jalan cerita meskipun dia berulah Figuran yang posisinya akan selalu berada di luar lingkaran alur Flo, si figuran Tapi.. jangan lupa bahwa...