30. Teman

2 2 0
                                    


Hari menuju olimpiade semakin dekat. 4 orang siswa yang ditunjuk sebagai perwakilan semakin sibuk. Meski Fasha bukan salah satunya, namun ia bisa merasakan dampaknya. Karena akhir akhir ini ia harus ikhlas pulang sendiri dan di rumah sendiri hingga menjelang maghrib. Sungguh membosankan.

Seperti saat ini, Fasha duduk memelas di ruang tv. Tiada teman, hanya camilan dan alat elektronik yang mati. Seketika otaknya berpikir, lalu bagaimana dengannya kalau harus ditinggal Ardel saat olimpiade nanti? Apalagi jika sekolah mereka lolos final? Ahh, ternyata se-membosankan itu.

Fokusnya pecah berkali-kali. Seperti ada banyak hal yang harus dipikirkannya. Teka teki tentang mama Arka belum ada perkembangan, nilai ujiannya belum keluar, dan saat ini ia bingung harus apa. Disaat banyak hal dipikiran Fash, pintu depan terdengar terbuka.

“Assalamualaikum.” Suara yang teramat familiar bagi Fasha menggelegar ke setiap sudut rumah.

“Waalaikusalam.” Jawab Fasha.

“Sha, dapat salam dari calon pacar!” Ucap Ardel dengan nada jail.

“Siapa?”

“Kakel lo, Atharka pujaan Nafasha. Ya nggak Sha?” Jawab Ardel tak habis habisnya.

“Nggak ada!”

“Oh ya?”

“Udah sana mandi, nggak ada capek capeknya, pulang sore juga masih sempet jail.” Sebal Fasha.

“Ahahah, bawel lo!” Jawab Ardel kemudian masuk kamarnya.

****


Hari Jumat pagi yang seharunya menjadi hari paling indah di sepanjang Minggu Fasha. Ia memasuki kelas dengan senyum tergambar jelas di wajahnya. Sebenarnya setiap pagi ia selalu seperti itu, namun sesaat setelahnya selalu saja ada yang menghapus senyum itu.

Masuk ke kelas, ia langsung disambut lontaran pertanyaan oleh Asna.
“Gimana? Udah lo pikirin belum? Jadi lo mau apa nggak?” Tanya Asna saat Fasha baru saja duduk. Fasha meringis, pasalnya ia lupa akan tawaran itu. Padahal itu sudah dua hari yang lalu, harusnya ia sudah ada jawaban saat ini.

“Eh gimana ya, aku nggak yakin As, mending kamu sendiri aja, takutnya karena kurang percaya diri, malah jadi gagal.” Jelas Fasha memberikan jawaban aman.

“Maaf ya!”

“Ohh, yaudah kalau gitu, gapapa.”

“Maaf ya, gara gara aku, jadi malah nunggu lama-lama. Sekali lagi aku maaf!” Ucap Fasha tak enak.

“Iya gapapa, santai aja!” Fasha hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Hari Jumat menjadi hari paling indah karena tidak ada mapel berhitung dan pulang lebih awal. Kebahagiaan paling sederhana seorang Nafasha.

Fasha duduk termenung sembari memandangi chat terakhirnya dengan Arka semalam yang hanya salah kirim. Hati Fasha mengatakan ingin sekali bertemu, padahal kemarin juga baru saja bertemu. Arkh, tidak mungkinkan jika Fasha sangat rindu dan menyayangi Arka!?

Bel masuk menderu menyadarkan Fasha dari lamunannya. Segera ia menyiapkan diri dengan memajang senyum manis itu diwajahnya.

Bu Dewi, wali kelas Fasha masuk ke kelas disambut dengan wajah heran sebagian murid di dalam kelas. Harusnya pagi ini adalah mapel bahasa Indonesia, tapi kenapa malah wali kelas mereka yang merupakan guru mapel Kimia.

“Selamat pagi anak-anak.”

“Karena PTS 2 sudah selesai, pagi ini kalian kerja bakti dan nanti siang nilai kalian akan dibagikan. Ujian kali ini tidak akan di rangking, karena masih PTS. Paham?”

“Paham bu!”

“Baiklah, silahkan mulai kerja bakti, jika ada apa-apa, silahkan minta bantuan ke ibu ya!”

“Ya bu!” Semua murid pun mengangguk dan mulai berhambur mencari alat kebersihan, mulai dari membersuhkan debu di ventilasi, menyapu, mengelap kaca, merapikan meja, merapikan buku disudut baca, dan masih banyak lagi pekerjaan yang harus diselesaikan.

Fasha melaksanakan tugasnya dengan sedikit menggerutu dalam hati. Tak lama kemudian, Asna menghampiri Fasha dan menarik lengannya.

“Ikut gue, dimintai bantuan sama Bu Dewi.” Jelas Asna. Fasha hanya mengangguk mengerti.

Mereka tiba di ruang guru bersama Bu Dewi dan langsung diajak ke meja beliau.

“Tolong salah satu bawakan tumpukan kertas ini, dan satunya bawa kardus itu yang hasil praktek kelas kalian!” Pinta Bu Dewi.

“Lo bawa kardus itu, gue bawa kertas ini, oke?” Tanya Asna sedangkan Fasha hanya mengangguk.

“Setelah masuk kelas, letakkan saja diatas meja guru, kondisikan ke teman kalian, untuk jangan disentuh dulu, biar nanti ibu yang bagikan!” Pesan Bu Dewi.

“Baik bu.” Jawab Asna mewakili. Mereka pun kembali ke kelas dengan bawaan di kedua tangan masing-masing.

“Nilai gue bakal kayak gimana ya?” Tanya Asna saat perjalanan menuju kelas.

“Bagus lah pasti!” Jawab Fasha semangat.

“Lo kali yang bagus, kelihatan semangat gitu!”

“Nggak, biasa aja, ya semoga nggak mengecewakan.”

“Aamiin paling kenceng!!” Sahut Asna ikut bersemangat.

Setibanya di kelas mereka meletakkan titipan Bu Dewi di atas meja guru seperti perintah beliau. Sebagian mata di kelas juga menatap mereka berdua dengan tanda tanya.

“Apaan itu Na?” Tanya Dio.

“Kertas laporan hasil nilai PTS sama hasil praktek.”

“Bagiin aja gih!” Pinta Dian.

“Nggak! Gue harap kalian nggak ada yang ngobrak-abrik ini, pesan Bu Dewi biar beliau sendiri yang bagiin hasil kalian!” Jelas Asna tegas dan lantang. Sebagian banyak hanya mengangguk dan acuh, tapi sebagian lagi mencibir.

“Kayaknya tinggal ngepel aja deh Sha, temenin gue buang sampah di samping aja yok!” Ajak Asna.

“Yaudah ayo.”

“Oh iya, btw cowok yang waktu itu jemput lo di kelas siapa?” Tanya Asna sedikit kepo.

“Temen.”

“Oh, baru temen ya, kirain udah pacar.” Ucap Asna sambil tertawa renyah.

“Lo punya kenalan cowok nggak?” Tanya Asna.

“Emm, enggak, emangnya kenapa?”

“Mau gue deketin, siapa tau pinter kan lumayan, dapat perhatian sekalian bimbel gratisnya juga.” Jawab Asna masih dengan iringan tawa.

“Bantuin Sha, pegang tong bagian bawahnya, berat ini.” Pinta Asna saat akan menuang sampahnya ke tempat pembuangan akhir sekolah mereka.

“Hati hati As.” Ucap Fasha sambil membantu.

“Pelan pelan aja Sha, biar sampe kelas nanti udah selesai.” Ide licik Asna membuat keduanya tertawa.

“Oh iya, lo kembarannya Ardel nggak sih?” Tanya Asna membuat Fasha seketika terdiam. Darimana dia tau?

“Kok kamu tau?” Tanya Fasha.

“Gue sering liat di parkiran lo berangkat bareng sama dia, dan muka kalian juga mirip banget.”

“Ohh, karena jarang yang tau kalau aku kembaran sama Ardel, kecuali guru atau beberapa temen di kelas aja.”

“Bukan mau bandingin ya, tapi kan kalau Ardel itu tegas dan lantang banget ya, tapi kenapa lo 180°?”

“Gue juga pernah liat lo di suruh-suruh waktu di kantin, pokoknya gue sering banget liat lo dimintai tolong sama orang yang nggak tau diri. Eh malah kita ketemu waktu itu, akhirnya gue temenin deh.”

“Tapi jujur ya, awalnya gue nggak tau kalau ternyata kita sekelas. Lo yang tertutup banget, dan gue yang malas cari tau. Tapi kita nyambung kalo ngobrol, jadinya asik nggak sih?” Crocos Asna tak henti

“Lo kepaksa nggak temenan sama gue?” Tanya Asna sedikit mengurangi kehebohannya.

“Nggak, aku sebenarnya mau berteman sama siapa aja yang mau nerima aku apa adanya.” Jawab Fasha tersenyum tulus.

“Ohh, yaudah mulai sekarang gue akan selalu disamping lo, jadi partner di kelas maupun di luar sekolah, gimana?”

“Boleh!”

“Sip, dan lo, jangan sungkan ya buat cerita, gue nggak mau temenannya kek sama patung, Cuma gue aja yang nyerocos.” Ucap Asna dengan nada bercanda membuat Fasha seketika tertawa lebih renyah.

“Ke kantin dulu aja yok, lagian di kelas juga pasti udah selesai!” Ajak Asna.

“Ayo.” Jawab Fas kali ini tidak dengan anggukan.

Sampai di kantin, mereka memesan dua gelas es teh dan dua piring nasi ayam katsu.

“Sha, itu calon pacar lo ya?” Tanya Asna menunjuk Arka yang sedang memesan makanan disalah satu stand. Fasha yang hendak menyuap nasi pun berhenti sejenak memandangi arah telunjuk Asna. Ah iya, itu Arka, tunggu, sama siapa dia?

“Eh, Sha bukannya itu kembaran lo ya, yang sama calon pacar lo?!” Tanya Asna berbisik di telinga Fasha.

Hati Fasha tercubit seakan kecewa melihat Arka ke kantin berdua dengan Ardel. Apalagi mereka terlihat tidak bertengkar lagi seperti awal bertemu. Dan juga wajah Ardel tidak judes dan cuek, bahkan sedikit lebih ramah.

“Sha!”

“Hah? Iya biarin aja, mereka partner tim olimpiade.” Jelas Fasha.

“Kalau olimpiade mah olimpiade aja, ngapain ke kantin? Kantin adanya makanan, kalau belajar buat olimpiade di perpus dong!” Jawab Asna terdengar sedikit posesif.

“Ya kan tetep butuh makan juga toh?”

“Iya, tapi ngapain berdua gitu? Kan bukan partner nge-kantin kan?” Elak Asna seolah tak terima.

“Udah, lagian kamu kenapa posesif banget sih?” Heran Fasha.

“Gue khawatir aja, kalau kapal gue nggak berlayar, hehe.” Jawab Asna cengar-cengir.

“Ada ada aja kamu As!” Tawa Fasha kemudian melanjutkan makan sembari mengobrol ringan.

****

Baiklah, otw konflik maybe, hehe.

9 Juni 2023
- amlyrk -


FASHARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang