29. Perpustakaan

2 2 0
                                    


Arka dan Fasha sudah sampai di rumah sakit. Kini keduanya berada di ruang ICU, sementara teman Arka, Dimas dan Dava berada di luar ruangan. Fasha mematung di samping brankar rumah sakit. Ia mengenal, siapa yang sedang terbaring lemah disana. Eva terbaring tak sadarkan diri.

“Eva kenapa, kak?” Tanya Fasha.

“Hah? Lo kenal Eva?” Kaget Arka.

Fasha mengangguk, “Iya.”

“Sejak kapan?”

“Tadi sempet ngobrol di warung deket sekolah.”

“Katanya nggak mudah akrab sama orang asing?”

“Kan dia cewek kak, dan Eva juga nggak nge-bully.”

“Lo panggil gue kak, tapi lo panggil Eva, Eva aja.”

“Kan kak Arka lebih tua.” Arka menghela nafas mendengar jawaban polos Fasha.

“Eva juga sama tuanya kayak gue, tapi ya nggak setua itu.” Jelas Arka dengan wajah datar sedikit kesal. Harusnya suasana saat ini sedih, namun malah jadi kesal karena Fasha. Dan saat ini, Arka merasakan 2 eskpresi sekaligus, sedih dan kesal.

Setelah beberapa saat, namun Eva tak kunjung sadar. Keduanya pun keluar dari ICU agar tidak mengganggu Eva.

“Cewek itu siapanya lo?” Tanya Dimas lirih.

“Temen.” Dimas hanya mengangguk.

“Awalnya gimana, kok bisa jadi kayak gini?’ Tanya Arka.

“Pulang nge-date, terus pingsan dan kejang-kejang.” Jawab Dimas

“Karena apa?” Tanya Arka menatap Dava.

“Gula darahnya tiba-tiba tinggi.” Jawab Dava.

“Semoga lekas sembuh ya, nanti gue kesini lagi.” Pamit Arka. Sementara Fasha hanya tersenyum dan menunduk sebagai ucapan pamit.


Arka mengantar Fasha hingga di depan gerbang rumah Fasha.

“Makasih kak.” Ucap Fasha setelah turun dari motor.

“Hmm. Sorry pulangnya kesorean.” Jawab Arka.

“Iya kak, gapapa.”

“Yaudah, buruan masuk, udah mau malem.”

“Iya, aku masuk dulu ya kak.” Pamit Fasha berbalik tapi kemudian menghadap Arka lagi. Ia melambaikan tangan dan tersenyum. Setelah itu menutup gerbang rumahnya. Sudah dipastikan Fasha menutup rapat gerbangnya, Arka melajukan motor kembali ke rumah sakit.

“Halo!” Salam Fasha saat memasuki rumah. Ardel yang semula sedang di dapur, kemudian mengecek ruang tamu.

“Udah pulang?” Fasha mengangguk.

“Bantu gue masak yo, lo udah makan belum?” Tanya Ardel.

“Udah, belum lama.”

“Ohh, yaudah ayo bantuin, lo sholat sama mandi dulu aja!” Saran Ardel. Fasha hanya mengangguk kemudian masuk kamar untuk meletakkan tas dan ponsel, setelahnya langsung ke kamar mandi. Di kamar mandi, Fasha melamun. Ia masih bertanya-tanya, mengapa mama Arka mirip dengannya? Tapi, sebelumnya tak pernah ada hal mencurigakan yang ia rasakan. Atau ini ada hubungannya dengan Ardel? Ardel juga mirip dengannya?! Aiss ia sudah berjanji untuk tidak memberitahukan kepada siapapun.

“SHA!! LO MANDI ATAU NUNGGU AYAM JANTAN BERTELUR?” Teriak Ardel dari luar kamar mandi. Seketika, lamunan Fasha terhenti, ah iya! Ia lupa bahwa sedang mandi.

“Iya, iya!” Di luar kamar mandi, Ardel mendegus kesal karena sedari tadi sudah ditunggu namun tak kunjung selesai. Setelah 10 menit, Fasha menghampiri Ardel di dapur. Dengan tubuh segar dan celana tidur panjang serta baju pendek, Fasha tersenyum manis disamping Ardel.

“Lo kenapa dah? Sinting ya?” Tanya Ardel menyentuh dahi Fasha.

“Issh, enggak lah!” Elak Fasha.

“Terus kenapa?”

“Ah iya, gue tau, pasti karena habis jalan sama Arka kan?” Lanjut Ardel.

“Bu-”

“Nggak ada pengen pacaran gitu? Ayo, gue dukung!” Ucap Ardel semakin menggoda.

“Nggak ada Dela!”

“Yang penting, besok kalau Arka nembak lo, lo harus terima!”

“Nggak mungkin!”

“Mungkin aja, pesona Fasha itu auranya spesial!” Jawab Arsel semakin jail.

“Kenapa kamu yang excited sih?”

“Lo nggak mau dapat kasih sayang dari kakel lo?”

“Aku nggak kekurangan kasih sayang kok!”

“Dihh, jatuh cinta tau rasa ya lo!”

“Cie pernah jatuh cinta ya!” Ledek Fasha balik.

“Dah ah, kupas itu kentangnya!” Pinta Ardel. Fasha mengangguk masih dengan senyum meledek. Yah, keduanya memang seperti itu. Tak bertemu rindu, saat bertemu debat. Inikah saudara? Mungkin hanya mereka yang seperti itu.

****


Siang hari di sekolah, Fasha dan Arka duduk di dalam perpustakaan. Kali ini bukan untuk belajar, tapi untuk memikirkan teka-teki mama Arka.

“Gimana kak? Udah tau namanya siapa?” Arka menggeleng lemah.

“Ternyata di kartu keluarga nggak ada nama mama, udah di hapus.”

“Tapi kak, kan ada akta kematian juga!” Cetus Fasha.

“Gue nggak tau, bokap nyimpennya dimana, kemarin aja, ngobrak-abrik berkas berjam-jam cuma ada kartu keluarga.” Jawab Arka pasrah.

“Kak…boleh nggak, kalau aku ngomong ini ke Ardel? Dia juga kembaran aku, artinya mama kak Arka juga akan terlihat mirip dengan Ardel.” Tanya Fasha sekaligus menjelaskan. Arka diam tampak berpikir.

“Gue nggak tau Sha.”

“Hm, tapi jangan dulu ya! Takutnya, dia jadi nggak fokus olimpiade.” Lanjut Arka. Fasha mengangguk dan tersenyum.

“Kak Arka sendiri gimana persiapan olimpiadenya?” Tanya Fasha mengalihkan topik.

“Ya semoga aja, sejak kemarin juga udah ada tambahan materi dan jam pembelajaran.”

“Kak Arka capek nggak sih? Dari pagi sampe sore cuma kepikiran sama angka!” Tanya Fasha.

“Enggak, semua didasari rasa suka dan cinta pasti ga mudah capek.”

“Tapi angka kan rumit ya?”

“Enggak, semua mudah kalau belajar dan tau tekniknya.”

“Pinjam otaknya kak, buat ujian selanjutnya.” Canda Fasha.

“Kalau bisa sih gue pinjemin, Sha.” Balas Arka dengan tawa.

“Hey! Lo kenapa ngehindar ha? Takut lo?” Teriak Rangga yang berada di belakang Arka.

“Gue ada masalah sama lo?” Tanya Arka.

“Kesekian kalinya lo nggak respon gue saat ulangan harian, cuma dimintai jawaban aja, lo pengen jadi yang paling sempurna? Sombong banget yang ngerasa pinter!” Tajam Rangga mencengkeram bahu kiri Arka.

“Arrgh!”

“Lo nggak malu sama diri lo? Anak baru, belagu, bokap lo kerja apa sih, dekil banget pemilik dan motornya!?”

“Orang bodoh kalau nggak bisa debat pasti ngatain fisik!” Sarkas Arka.

“Tambah ngelunjak ya lo?” Tawa remeh Rangga. Tangan Rangga sudah terkepal kuat siap untuk dilayangkan. Tiba-tiba Fasha berteriak.

“Berhenti!” Teriak Fasha sambil menarik lengan Arka dan memeluknya. (Memeluk lengan Arka ygy).

“Ohh, lo punya pacar juga ya ternyata!” Tawa Rangga mengejek.

“Tapi sama aja kayak lo, kek ta*, b*ngs*t.”

“Udah kak, nggak usah dibales!” Lirih Fasha melarang ketakutan saat Arka hendak meninju Rangga yang mengatainya juga.

“LO NGGAK TAU KAN? SEBERAPA USAHA GUE BUAT DAPATIN NILAI TERTINGGI! SEJAK LO MASUK DI SEKOLAH INI,! NILAI GUE SELALU DI BAWAH LO! LO NGGAK NGERASAIN SEBERAPA TERTEKAN GUE HANYA GARA-GARA NILAI!”

“DAN KEDATANGAN LO DI SEKOLAH INI, NAMBAHIN PERSENTASE MASALAH DI HIDUP GUE! LO NGGAK TAU ITU!” Lanjut Rangga dengan nada menggebu-gebu.

“B*ngs*t.” Marah Rangga membanting buku tebal di rak-rakan. Refleks Fasha bersembunyi dibalik tubuh tinggi Arka.

“Jangan balas apa-apa kak, disini ada cctv.” Pesan Fasha lirih masih ketakutan.

“Ya santai dong, gue nggak ada salah disini!” Jawab Arka ringan membuat Rangga semakin geram.

“NGGAK SADAR POSISI!” Ucap Rangga hendak menimpuk kepala Arka dengan 3 buah buku tebal. Namun terhenti saat penjaga perpustakaan meneriaki mereka.

“STOP KALIAN! SEBELUM PIHAK BK TAU!” Rangga meletakkan kembali buku yang dipegangnya dengan kasar. Rangga langsung pergi keluar perpustakaan sebelum penjaga perpustakaan itu menceramahinya.

“Ibu dari mana bu, mereka bertengkar dari tadi.” Ucap Fasha dengan tersedu menghampiri bu Dita, penjaga perpustakaan.

“Maaf nak, tadi habis ke kamar mandi.” Jawab Bu Dita yang sudah mengenal dekat Fasha.

“Keduanya nggak ada yang terlukakan?” Tanya Bu Dita sambil meredakan isak Fasha. Fasha hanya menggeleng lemah.

“Nama kamu siapa? Kelas apa?” Tanya Bu Dita menatap tajam Arka.

“Atharka kelas 11 IPA 1 bu.” Jawab Arka sopan.

“Apa kamu yqng memicu pertengkaran tadi?”

“Nggak bu, tadi cuma salah paham aja.”

“Baiklah, jangan mengulangi lagi, jika sampai ada yang kedua, saya akan melibatkan BK!”

“Iya bu.” Jawab Arka sopan sambil memungut bukunya dan memberekan buku yang dibanting Rangga tadi.

****

Bye bye, thank you

9 Juni 2023
- amlyrk -


FASHARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang