Siapa yang tak kenal dengan Jeano icarus eragon? Sang raja dari kerajaan eragon yang telah menjabat selama sepuluh tahun ini disebut sebagai raja paling agung.
Sebab diera kepimpinan nya Jeano icarus eragon disebut sebagai era keemasan, ekonomi yang stabil, perdagangan yang semakin pesat dan taktik politik nya yang terkenal dengan licik. Jeano menjadi raja tak semudah itu, diusianya yang baru menginjak enam belas tahun ia sudah menghadapi peperangan antar saudara untuk menentukan pewaris tahta. Posisinya yang hanya sebagai putra dari selir agung icarus harus menerima berbagai banyak tekanan, selain karena tidak punya pendukung saat itu ia juga harus menerima banyak cibiran karena kemampuannya yang tak sehebat para saudara nya yang lain.
Namun memang usaha tak mengkhianati hasil, Jeano dapat meraih posisi sebagai putra mahkota dalam waktu lima tahun. Banyak darah yang bercucuran karenanya namun memang itu sudah menjadi konsekuensi. Setelah menjadi putra mahkota, pendukungnya mulai bertambah dan ia dinikahkan dengan salah satu putri pendukung yang bernama Allisan Seymour, putri Duke yang menguasai eragon bagian timur dimana disanalah gerbang perdagangan dan Jeano sangat memanfaatkan pernikahan politik itu dengan baik.
Jeano dapat menguasai eragon melalui asosiasi perdagangan, perlahan lahan Jeano pun dapat menguasai politik kerajaan dan memegang kekang tali tersebut sehingga dirinya dapat menaiki tahta raja dengan cepat. Kini Jeano sudah duduk di singgasana eragon selama sepuluh tahun setelah kenaikan tahta nya.
"Yang mulia kerajaan obelia mengundang anda untuk hadir dalam perayaan kerajaan." Ucap Jahan Armand. Asisten sekaligus penasihat raja Jeano yang sudah menjabat delapan tahun lalu yang dengan berani mengucap sumpah setia dibawah dewa untuk rajanya.
"Kapan? Jika sekarang kita tak perlu datang." Sang asisten menggeleng, untungnya dengan segala kemampuan ia telah mengundurkan segala jadwal sang raja agar tidak bentrok dengan perayaan kerajaan obelia.
"Pada perayaan kerajaan obelia, jadwal yang mulia tidak padat dan dapat menghadiri perayaan tersebut. Selain itu kita dapat menjalin hubungan yang lebih serius yang mulia, ini adalah kesempatan yang bagus terutama obelia kini sedang dalam masa kejayaan." Ketukan jari terdengar mendengung diruangan bercorak emas tersebut, memang ini adalah kesempatan yang bagus untuk lebih memperluas eragon terutama obelia yang terkenal dengan wilayah strategis dimana disana tanah obelia begitu subur pikir Jeano.
"Baiklah, persiapkan untuk pergi ke obelia." Yes. Batin Jahan bersorak, akhirnya ia dapat sedikit bernafas dari pekerjaan yang sejujurnya akhir akhir ini begitu menumpuk sebab sebentar lagi musim gugur dimana banyak festival akan diselenggarakan untuk mensyukuri segala hal yang diberi dewa walaupun Jahan sedikit tak mempercayai dewa sih.
Tok
Tok
Tok
"Yang mulia ratu menghadap kepada yang mulia raja." Pintu yang menjulang tinggi itu terbuka menampilkan sosok perempuan yang dibalut oleh pakaian mewah dilengkapi perhiasan yang memantulkan cahaya, rambutnya disanggul rapih dan wajahnya yang tegas nan cantik dipoles oleh kosmetik mahal yang dipesan khusus untuk sang ratu eragon.
"Ada apa allisan?" Jeano menatap manik hitam tersebut. Sang ratu tersenyum lembut dan semakin mendekat kearah meja kerja Jeano.
"Saya hanya merindukan yang mulia" allisan melirik kepada Jahan yang berdiri dekat yang mulia raja, Jahan yang mengerti akhirnya keluar dari ruangan tersebut menyisakan kedua pasangan kerajaan eragon yang kini saling bertatap dengan makna berbeda.
"Yang mulia, sampai kapan saya harus menunggu mempunyai keturunan?" Allisan memperhatikan raut rajanya yang berubah semakin tajam padanya. Topik yang amat sensitif namun penting bagi dirinya, bagi posisinya yang seorang ratu. Allisan selalu bersabar saat Jeano jarang sekali menyentuhnya, bukan berarti sang raja senang berselingkuh namun allisan tau jika Jeano tak mencintai nya yang membuatnya enggan untuk memiliki keturunan bersamanya.
"Sepertinya kau sedang tak sehat ratu, kembalilah kekamar dan tak usah ikut beberapa kegiatan ini perintahku." Tatapan nanar allisan layangkan pada Jeano, pria itu sama saja melayangkan tatapan tajam padanya. Ia yang memang lemah terhadap Jeano memilih menunduk, hatinya sakit apakah dirinya tak cukup membuat sang raja eragon jatuh cinta padanya?.
"Baiklah, saya pamit undur yang mulia."
. . .
Anak adalah anugerah yang diberikan dewa sebagai bentuk tanggung jawab dan penyempurnaan dalam sebuah pernikahan, sebagian orang ingin sekali mempunyai anak adapun yang sampai tua belum mempunyai anak sehingga mereka akan terus berdoa pada dewa untuk diberikan anak. Jika mereka telah diberi anak maka yang harus dilakukan orang tua adalah mendidik anak tersebut agar memilih jalan yang benar.
Namun bagi Jeano yang melihat cara didik ayahandanya menjadi trauma tersendiri, melihat kakak yang ia sayangi karena selalu mengajaknya bermain tewas karena sebilah pedang yang ia pegang menjadi Boomerang baginya. Terkadang Jeano akan terjaga semalaman karena bayang bayang sang kakak terus muncul ketika ia memejamkan mata.
"Jeano... kenapa kau melakukan itu kepadaku?" Tidak. Jeano tidak bermaksud seperti.
"Kenapa kau menusuk ku?" Demi diriku. Demi ibuku yang kini menjadi wanita terhormat, demi menaikkan nama ibu dan diriku yang sejak dulu terinjak-injak karena statusnya.
"Kenapa kau melakukan hal itu!" Jeano membuka matanya dengan paksa, bayangan sang kakak yang berlumuran darah di bawahnya dengan pedang tertancap. Dibelakangnya seorang prajurit meneriaki pemenang dan ayahnya yang begitu mirip dengannya datang dengan wajah datar.
"Sial, pergilah dari mimpiku sialan." Jeano mengusap wajah nya. Angin kencang datang membuat kain jendela bertebrangan kesana kemari, ia menghela nafas dan akhirnya memutuskan beranjak dari kasur menuju ruang gantinya.
Sudah menjadi aktivitas Jeano jika ia terbangun di antara tengah malam atau subuh sebelum matahari terbit maka ia akan pergi ke tempat arena pedang atau pergi dengan kuda kesayangannya. Jeano kini memilih untuk bertarung dengan pedang.
Di arena pedang hanya dirinya seorang, Jeano mengambil sebilah pedang yang biasa ia gunakan. Mengayunkan pedangnya ke arah jerami berbentuk manusia sehingga terbelah menjadi dua. Jeano terus melakukan hal itu hingga seseorang menginterupsi nya.
"Mimpi buruk yang mulia?" Jeano menoleh, seorang pria dengan tubuh atas telanjang dan rambutnya yang merah.
"Apa yang kau lakukan disini Mark?"
"Hanya penasaran dengan siapa yang berlatih sepagi ini" Mark memperhatikan kekuatan Jeano yang kini sudah menebas lima jerami itu yang kini beralih ke besi.
"Pergilah, aku butuh waktu sendiri."
"Jangan terpaku oleh rasa bersalah yang mulia, itu semua... bukan salah anda." Jeano menghempaskan pedangnya, meremas rambut pirang nya dan melirik Mark yang sudah pergi.
"Karena kau tidak pernah merasakannya kak."