Sudah berapa lama ya ia mendekam di kamarnya? Sudah berapa lama juga ia tidak melihat matahari. Hari harinya kini hampa. Mata nya yang biasa berbinar kini meredup bahkan tubuhnya kurus karena tak ada asupan yang masuk.
Sejak ia kehilangan calon anaknya hidupnya berantakan. Ia terus menyalahkan mereka. Betapa teganya Jeano menghilangkan calon anaknya yang bahkan belum bisa menendang perutnya.
Hati nya pun hancur kala tabib mengatakan jika dirinya tak bisa mengandung lagi karena tubuhnya yang lemah. Kini tiap hari dirinya larut dengan pekerjaan di kamarnya tanpa keluar. Kesedihan bagi dirinya berlanjut hingga hari ini namun bagi orang lain tentu tidak. Bahkan mereka secepat itu melupakan karena dikalahkan dengan berita permaisuri mengandung calon penerus nya.
Bahkan dikala ia dinyatakan mengandung Jeano tidak pernah mengadakan acara apapun berbeda dengan pria itu yang kandungannya kini menginjak empat bulan dimana Jeano mengadakan pesta untuk pria itu.
Rasa cemburu memang ada namun allisan teralalu larut dalam kesedihan hingga tak peduli akan dendam nya yang membara.
. . .
Berbeda dengan kondisi sebelum Ruby mengandung kini kondisinya jauh sangat baik. Ia begitu disayang oleh orang orang sekitarnya bahkan begitu di peduli kan. Selama masa kehamilan nya ia bahagia apalagi arus yang semakin memanjakan.
Seperti sekarang dimana ia mengeluh keram pada perutnya membuat arus kalang kabut namun ia menghentikannya dengan mengatakan, "ini hanya keram biasa arus." Yah arus itu terlalu mengkhawatirkan nya namun cukup menghibur karena raut konyol Arus.
"Aku tak akan lama, kamu harus diam disini jangan kemana mana jika mau keluar carsis dan kesatria baru mu akan menemani mu" ucap Jeano sembari mengancingkan kemeja nya. Sementara si empu yang tengah diberi nasehat hanya mengangguk dalam tidurnya—lelah karena digempur satu ronde mengingat dirinya masih mengandung. Jeano yang tidak mendapat jawaban berbalik, sudut bibirnya terangkat melihat Ruby tidur adalah pemandangan yang indah.
Tok
Tok
Tok
"Yang mulia anda sudah siap? Kita harus bergegas karena rombongan Hexene sudah sampai." Suara Jahan samar terdengar Jeano segera mengecup dahi Ruby dan tangan yang mengelus perutnya lalu bergegas keluar kamar.
Kala suara pintu tertutup manik biru Ruby terbuka. Ia menguap lalu bangkit dari tidurnya. "Selamat pagi permaisuri" ucap carsis yang baru saja datang. "Pagi juga carsis" Ruby tersenyum manis lalu melihat setiap kegiatan yang dilakukan carsis yang tengah menyiapkan pakaiannya.
"Mari mandi, air nya sudah saya siapkan." Selagi menunggu Ruby tengah berendam carsis mendengar ketukan dari luar dimana ketika ia buka Andy—kesatria baru Ruby tersenyum manis padanya. "Ada apa tuan Andy?"
"Ah sudah aku bilang jangan panggil aku tuan" raut masam Andy membuat carsis tertawa pelan lalu mengangguk. "Jadi ada apa Andy?"
"Itu itu..."
"Ya?" andy melirik carsis yang masih menatapnya, membuat jantung nya berdetak kencang. "Bisakahandameluangkanwaktubersamasayasaatliburnanti?" Andy berucap cepat membuat carsis melongo.
"Maaf bisa kau pelankan" Andy meringis malu.
"Tidak jadi!" Pintu itu tertutup keras oleh Andy membuat carsis tambah melongo. Ia kebingungan. "Carsis suara apa itu?" Suara Ruby memecah lamunannya ia kelabakan lalu terkekeh pada Ruby yang memandang nya bingung.
"Tidak hanya ada seekor tikus melewat." Ucapan carsis membuat Ruby terkejut.
"Aneh sekali sepertinya pelayan disini kerjanya tidak benar, ah aku harus bilang pada arus." Carsis meringis, sepertinya ia salah bicara.
. . .
"Perkenalkan hamba elina, saya adalah desainer baju untuk perayaan calon penerus eragon." Seorang lady dengan gaya menor memberi salam pada Ruby. Tanpa basa basi Ruby diperlihatkan dengan setelan baju yang heboh mengikuti tren. Ruby agak bosan melihatnya tidak ada yang terlihat menarik.
Selama tiga puluh menit waktu itu ter sia siakan karena Ruby belum ada yang cocok. "Sayang kau belum selesai?" Suara Jeano memecah kerisauan, ia segera mendekat pada permaisuri nya yang berwajah kusut.
"Tidak ada yang cocok, aku keburu lelah arus." Bisik Ruby pada Jeano. Pria itu terkekeh lalu mencubit pipi gembil Ruby yang dibalas tatapan tajam.
"Kalian berIstirahat dahulu, pelayan beri mereka jamuan lagi."
"Terimakasih yang mulia raja." Jeano membawa Ruby ke ruangan sebelah untuk tamu. Ruby duduk dipangkuan nya dengan wajah lesu. "Ada apa hm?"
"Capee~" rengek Ruby. Bibirnya melengkung kebawah, Jeano sudah terbiasa dengan perubahan mood Ruby. maka ia harus bersabar dengan sikap Ruby yang kini mengomel tak jelas.
"Bahkan lady tadi hanya memberiku setelan meriah yang ramai seperti badut ah aku sangat tidak suka aruuss" Jeano mengelus perut Ruby. Lucu sekali karena sudah mulai membesar.
"Yasudah kita ganti ke desainer yang lain saja ya?" Mata Ruby berbinar ia menatap Jeano semangat. "Bisakah?"
"Tentu bisa. Aku akan memanggil desainer terkenal untuk membuatkan baju mu dan aku, bagaimana?" Ruby mengangguk, ia tersenyum bahagia. Sepertinya bagus jika ia membuat baju nya sendiri.
"Baiklah besok aku panggil, nah sekarang kembalilah ke kamar mu aku harus rapat."
"Yah kalau begitu semangat ya, aku akan menunggumu." Ruby mengecup pipi Jeano, senyum nya mengembang kala jeano balik mencium diranum plum nya.
"Tidak usah, istirahat saja aku kan tetap akan disana." Ruby mengangguk ia akhirnya turun dari pangkuan Jeano lalu mereka berdua keluar dengan Ruby yang langsung pergi ke kamarnya sementara Jeano masih mematung memastikan permaisurinya masuk ke kamar yang tak jauh dari ruangan ini.
Ia berbalik pada Jahan dengan wajah datar.
"Apa yang dilakukan perempuan gila itu?"
"Maaf yang mulia, ratu hilang kendali dengan melempar barang barang."
"Kurung dia dan panggik tabib. Dan berita ini jangan sampai keluar." Ucap Jeano dingin, pria itu bahkan tak merasa bersalah dengan kondisi allisan. Jahan hanya bisa kasihan pada Allisan karena ia pun tak bisa melakukan apapun selain mengangguk.