Ruby terbangun ketika matahari sudah diatas, ia meringis sakit namun terdiam saat menyadari ia sendirian. ah sepertinya Jeano pergi ke rapat di pagi hari, Ruby memaklumi karena Jeano pun telah meminta izin. Ruby beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi, disana ia melihat tubuhnya yang penuh bercak merah di kaca. Dari leher hingga paha dalamnya begitu penuh, Ruby mengusap perut nya sendiri tatapan nya menyendu.
"Jika aku hamil apakah Jeano akan sepenuhnya milikku? Dia tak akan pergi ke perempuan itu kan?" Ruby cemburu. Ia kesal karena perempuan itu harus hamil tepat di acara penyambutan nya namun ia mendinginkan kepalanya agar emosinya yang melambung segera terendam agar tidak seperti malam kemarin.
Sejujurnya Ruby tidak tau jika Jeano telah menikah ia hanya tau jika Jeano adalah seorang raja dari kerajaan eragon yang berseberangan dengan kerajaan Obelia. Jadi Ruby tidak pernah merebut Jeano karena sejak awal jeano adalah miliknya.
"Ya benar aku bukan perebut seperti yang dikatakan pelayan rendahan itu." Ruby menghela nafas kasar lalu segera berendam agar tubuhnya yang remuk menjadi lebih baik.
Sekitar satu jam ia berendam dan bersiap akhirnya ia keluar dari kamarnya, tujuannya kini berjalan jalan ke taman yang telah dibuat khusus untuknya. Ruby bahkan tidak tau awal pembangunannya bagaimana.
"Carsis tolong siapkan teh, sepertinya aku akan disini untuk waktu yang lama." Carsis mengangguk lalu pergi untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi ruby. Pria mungil itu telah duduk dengan memandang pada hamparan bunga yang terlihat cantik tidak seperti obelia yang jarang sekali bunga yang tumbuh, tiba tiba dirinya rindu pada Obelia. Di Tengah acara melamun nya tiba tiba fedelian datang entah dari mana duduk di hadapannya.
"Salam untuk yang mulia permaisuri" fedelian tersenyum manis yang malah terlihat aneh di matanya. Ia hanya mengangguk sebagai respon lalu fokus pada teh yang telah dihidangkan.
"Apa perlu saya membuat teh untuk jenderal?" Baru fedelian akan mengangguk Ruby menyelanya.
"Tidak usah."
"Buatkan saja" Ruby menatap tajam pada fedelian yang malah tersenyum manis, akhirnya ia menyuruh carsis untuk membuat kan teh untuk pria aneh tersebut.
"Ah teh ini enak sekali."
"Apa permaisuri sudah menjenguk ratu?" Ucapan fedelian membuat Ruby mengeryit. "Memangnya wajib jika aku menjenguknya?" Fedelian tertawa lalu menggeleng.
"Tidak. Hanya kebetulan sekali bukan? Pesta penyambutan itu seperti dibuat untuk penyambutan pewaris tahta." Ruby meletakkan cangkir teh nya dengan kasar, ia tak suka dengan kata kata fedelian yang terkesan mengejeknya.
"Apa maksudmu?" Raut wajah Ruby mendatar yang di hiraukan fedelian, pria itu mengoceh tentang pesta itu terus menerus hingga rasanya Ruby ingin melempar cangkir teh nya pada wajah itu.
"Yah saya pun heran tapi rakyat begitu bersyukur karena setelah lama akhirnya ada pewaris tahta—"
"Ruby?" Keduanya menoleh, disana Jeano dapat melihat raut tak mengenakan dari permaisurinya sementara pria dihadapannya malah tersenyum padanya membuat Jeano menatapnya tak suka. "Apa yang kau lakukan disini?"
"Ah aku sedang menemani—"
"Dia sedang mengoceh tentang calon anakmu." Tatapan Jeano pada fedelian semakin dingin, suasana sejenak menjadi berat. Namun si jenderal tersebut hanya mengangkat bahu.
"Aku hanya ingin tau kapan permaisuri menyusul ratu, karena kedatangannya membawa keberuntungan seperti rumor yang ada. Aku pamit." Ruby terdiam dengan ucapan fedelian.
"Hiraukan kata katanya, ayo kembalilah ke kamarmu udara semakin dingin." Jeano menuntun Ruby masuk kembali ke kamarnya, namun wajahnya begitu datar dengan rahang mengeras.
"Fedelian sialan."
. . .
Jika ditanya mengapa fedelian begitu berani pada Jeano itu karena dirinya adalah jenderal dan sepupu allisan. Walaupun berbeda marga namun mereka tetap keluarga, itulah yang membuat fedelian tidak suka pada Ruby.
Padahal ia tau jika Ruby tak mengetahui jika Jeano telah menikah dengan allisan disaat pertama kali berkenalan. Ia tau betapa rapuhnya Ruby namun untuk apa ia memikirkan nya? Ia tak suka permaisuri itu.
Disampingnya kini ada Jahan yang masih sibuk dengan dokumen dokumen nya. Terlihat begitu serius, pria itu berbeda dengan nya. Ia tak mencampuri urusan mengenai Jeano yang menikah kembali bahkan Jahan lah saksi dimana Jeano mengucapkan janji suci untuk yang kedua kalinya.
"Apa yang kau pikirkan tentang permaisuri itu?" Jahan menoleh pada fedelian sesaat lalu kembali fokus ke dokumen nya.
"Cantik dan terlalu muda."
"Kenapa kau tak menghentikannya?"
"Apa?"
"Pernikahan itu"
"Jeano mencintai nya."
"Dia sudah punya allisan."
"Aku hanya ingin melihat Jeano bahagia, dia terlalu melalui banyak hal dan mungkin allisan bukan alasannya bahagia." Ucapan Jahan membuat fedelian terdiam.
"Kau harus minta maaf pada permaisuri, dia tak salah apapun."
Waduh banh, jangan ngeselin lagi yh😅