Nyatanya Ruby tetap datang ke sungai dengan cara kabur sih karena ayahnya yang takut dirinya sakit membuat nya harus berdiam diri, keadaan kini cukup sepi karena para pelayan sibuk dibagian hall istana untuk penampilan penampilan menyambut festival datang.
Saat Ruby datang, ia awalnya tak melihat sosok tersebut sempat berdecak kesal karena dirinya malah mempercayai sosok itu agar datang ke sungai ini. Ruby berjongkok di pinggir sungai ia sudah keluar jadi jika kembali agak sia sia perjuangan nya yang mengelabui carsis, ah pasti dayangnya itu kini panik bukan main.
"Ruby"
"Ish kaget tau" Ruby memegang dadanya, kaget. Sementara si sosok yang mengagetkan tertawa lalu duduk disebelah Ruby, sosok itu benar benar kurang ajar karena selalu seenaknya menyentuh nya.
"Jangan sentuh sentuh" Ruby Dimata jeano benar benar seperti seekor kucing, dengan tak rela Jeano menarik tangannya dari acara mengusap pipi gembil Ruby.
"Maaf aku terlambat, tadi aku sedang ada urusan dengan chaiden."
"Chaiden? Ayahku?" Ruby menunjuk dirinya sendiri, Jeano mengangkat alisnya.
"Kau pangeran?"
"Iya, aku pangeran Ruby obelia. Dan kau siapa? Sampai kenal ayahku" sebenarnya Jeano terkejut jika sosok tersebut àdalah anak dari temannya, ia kembali teringat jika ciri keluarga kerajaan obelia adalah rambut emas dengan mata biru sementara eragon dengan ciri khas rambut hitam legam dan mata biru.
"Aku hanya orang penting" mulut Ruby membentuk o, suasana kembali hening. Keduanya menatap jernihnya sungai ini, hingga Jeano kembali membuka suara.
"Jika aku mengatakan aku menyukai dari pertemuan pertama kita bagaimana?"
"Hah?"
. . .
"Sial kenapa aku mengatakan hal itu" Jeano menjambak rambutnya sendiri, satu hari berlalu dan moment itu selalu berulang ulang di kepalanya. Ia malu sekali. Sangat.
"Yang mulia jangan terus berguling di kasur ini waktunya ke hall untuk memulai festival"
"hmm nanti" Jeano bergumam, wajahnya tertutup bantal.
Jahan yang melihat itu hanya menghela nafas, padahal dirinya kesini itu untuk menikmati festival dan para perempuan obelia tapi malah terkurung disini bersama Jeano. Karena tak punya pilihan akhirnya Jahan membuka selimut yang menutupi tubuh Jeano disambut pekikan, tubuh raja eragon itu dengan santainya Jahan seret menuju kamar mandi.
"Aku potong gaji mu Jahan!"
"Terserah yang mulia, ah tolong siapkan pakaian yang mulia raja." Si pelayan mengangguk lalu pergi dengan canggung dari hadapan Jahan.
"Cepatlah yang mulia kita harus segera pergi ke hall"
"Berisik!"
Setelah drama antara raja dan asisten itu kini Jeano malah duduk sambil melamun, bagaimana ya menjelaskan perasaan ini? Seperti ada kupu kupu di perutnya, jantungnya berdegup kencang, bibirnya tak henti untuk mau tersenyum, dan yang paling penting matanya tak lepas dari sosok pria manis itu. Jeano rasanya kembali ke masa pubertas nya, malu malu ketika di hadapan sang pujaan hati.
Batinnya terus meracau kata cantik, cantik, cantik. Sang pujaan hati di bawah sana tengah memutar tubuhnya selaras irama musik yang mengalun. Tubuhnya yang dibalut dengan kain merah begitu cantik, Surai emasnya semakin berkilau dengan perhiasan yang disampirkan. Rasanya Jeano ingin membuka gudang harta eragon dan memasangnya di tubuh ruby. Si manis kini maju ke arahnya, dan memberikan salam yang ia terima. Tatapan mereka terkunci, hanya ada rasa nyaman diantara keduanya.