Before sunset

1.1K 137 28
                                    

"Aria! Berani sekali kau keluar dari mansion ini! Sudah ibu bilang untuk tetap diam dikamar mu apa kau tuli?!" Aria merapatkan tubuhnya disudut kamarnya, ia ketakutan ketika ibunya melempar vas bunga hingga mengenai perutnya. Ia begitu takut. Ia terus berdoa jika ayahnya muncul menyelamatkan. "Ayah... hiks tolong ayah..." Aria menjerit ketika allisan menginjak perutnya tepat  pada lukanya. Ia memohon pada ibunya namun allisan yang kepalang marah sebab mengetahui jika Aria keluar dari mansion— lalu mengamuk.

"Ibu hiks sakit ibu sakit Aria mohon..." jeritan mohon Aria menyadarkan, ia berhenti menatap Aria yang kini menahan kakinya. Maniknya bergetar melihat tubuh Aria bersimbah darah lalu pergi meninggalkan Aria yang terkapar.

"Tidak tidak tidak, aku tidak melukai nya. Ya benar aku selama ini menyayangi nya, Jeano pasti tak akan marah, itu luka karena dia nakal benar hiks bagaimana ini—" allisan beracau, kepalanya begitu berisik hingga tanpa sadar berjalan ke istana utama. Matanya bertatapan dengan Ruby yang tengah bersama jeano. Ia berteriak nyaring membuat kedua orang itu terkejut—melihat allisan berpenampilan Acak acakan.

"Gara gara kalian! Anak ku tidak ada, gara gara kalian semuanya gara gara kalian! Anak kalian akan mati seperti anakku hahaaha"

"Kau gila! Pelayan! Bawa dia ke mansion nya!" Ucap Jeano, langsung saja para pelayan menahan tubuh allisan yang memberontak. Namun allisan sudah kehilangan akal—ia tertawa begitu keras.

"Kau mau sesuatu permaisuri, tentang putrimu yang kau kira meninggal—" allisan menepuk dadanya dengan mendekati Ruby yang mematung dibelakang jeano. "Masih hidup dengan ku, ia ku asuh dengan cinta"

"Dia hanya berbicara omong kosong, jangan dengarkan." Ruby terdiam, ia mendekati Allisan. "Jika perkataan mu benar lalu dimana putriku? Jangan berbicara omong kosong tentang putriku kau tidak berhak!" Teriak Ruby. Lukanya kembali terbuka ketika seseorang mengungkit kembali tentang putrinya. Jeano memegang bahu Ruby agar ia tenang.

"Bukti? Kau butuh bukti? Lihat saja mansion ku mungkin sebentar lagi ia mati! Mati seperti yang kau tau!" Ruby bergetar, ia tak bisa mempercayai nya bukan? Tapi kenapa ia langsung teringat anak perempuan itu dan kakinya berlari sekencang ini? Kenapa ia berteriak menemukan tubuh anak kecil yang sudah dingin mirip dengan putrinya kala ia gendong untuk terakhir kalinya? Kenapa arus diam saja ketika ia bertanya siapa anak itu?

Kenapa?

Kenapa?

Kenapa ia harus dibohongi oleh seseorang yang ia cintai? Kenapa arus menangis begitu keras ketika anak kecil itu dinyatakan meninggal? Kenapa?

"Ruby! Bernafas!"

"Ruby aku mohon..."

"Hah!" Dadanya naik turun, seakan kembali pada kenyataan. Tubuhnya dipeluk oleh Jeano yang menangis histeris merapalkan kata maaf, disekelilingnya pun carsis, Yohanes dan Jahan menangis. Ruby bingung apa yang terjadi? Kenapa semuanya menangis?

Ingatannya seakan terhapus, ia tak ingat apapun membuat kepalanya sakit seperti dipukul oleh palu.

"A-apa yang terjadi? Kenapa kalian menangis?" Jeano menatap maniku, ia bergetar ketika melihat tatapan bingung nya. "Sayang...kau tak ingat apapun?"

"Aku tak ingat apapun, kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Jeano menarik nafasnya, tubuhnya direngkuh dengan erat seakan ia akan menghilang. Tiba tiba pintu terbuka dengan keras mengejutkan nya karena anak laki laki itu memeluknya dengan menyebutnya mama.

"Kau siapa?" Semuanya mematung terutama Jeano yang semakin frustasi. "Mama, berhenti bercanda aku Jake putra mama." Jake menahan nangisnya, ia tau. Ia tau apa yang terjadi hingga mama nya begini namun ia tak percaya lalu menerobos masuk kedalam kamarnya.

The flower of eragon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang