lost without tears

1.3K 186 14
                                    

Semenjak Ruby diangkat menjadi permaisuri ia harus menjalani kewajiban nya sebagai ibu dari Negara kerajaan eragon. Jadwalnya pun dari tiga bulan yang lalu telah disusun sedemikian rupa dimulai dari ia mengunjungi beberapa daerah lalu membuat laporan, dan seterusnya yang memang tugas permaisuri cukup ringan daripada ratu.

Karena hal itulah Ruby terkadang harus duduk bersama dengan allisan dan Jeano. Perempuan yang kini mengandung dua bulan—allisan yang mengatakan tengah diam menikmati makanan nya. Jeano mengabaikan allisan dan fokus pada Ruby yang kini moodnya tengah memburuk apalagi belakangan ini ia selalu muntah muntah.

"Sayang kita panggil tabib saja ya?" Ruby menggeleng ia tidak sadar jika kini wajahnya pucat dengan tangan menutup mulutnya. Ruby ingin muntah. Moodnya memburuk melihat Allisan.

"Tidak usah—huek!" Jeano panik. Ia langsung saja menggendong tubuh Ruby yang lemas. Allisan hanya menatap kesal pada keduanya terutama Jeano. Tangannya bergerak mengusap perutnya yang terasa nyeri entahlah firasat nya buruk untuk hari ini.

Ia beranjak namun perutnya terasa keram membuat nya meringis, "nak kau juga ingin diperhatikan oleh ayah mu ya?" Bisik allisan. Ia akhirnya meninggalkan ruang makan itu banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan terutama sekarang adalah musim hujan, allisan berjalan seorang diri di lorong yang gelap padahal masih siang. Langit langit tampak mendung membuatnya tidak nyaman.

Di tengah perjalanannya ia dihadang oleh seorang prajurit yang dititah oleh Jeano.

"Yang mulia raja memerintahkan agar yang mulia ratu menghadap Baginda di ruang kerja."

"Ah iya." Perasaan tak enaknya makin menjadi, ia mengikuti prajurit itu hingga di depan pintu kerja Jeano yang terlihat menyeramkan kali ini. Begitu pintu terbuka disana Jeano tengah memejamkan mata dengan memegang cangkir berisi wine.

"Saya menghadap pada yang mulia raja eragon."

"Ah rupanya kau." Jeano tersenyum—yang membuat nya merinding. Pria itu mendekat dengan hujan yang mulai turun dengan lebat.

"Ruby mengandung anakku, dia hebat sekali bukan? Mengandung penerus eragon yang sebenarnya." Bisik Jeano dengan meremat pinggang allisan.

"Apa maksudmu?" Tubuh allisan mundur, ia mendesis sakit begitu jeano menarik kasar tubuhnya kembali mendekat pada Jeano.

"Aku akan menjadikan anak ku dan Ruby menjadi putra mahkota jadi berikan cap mu pada dokumen ini." Jeano memperlihatkan dokumen dimana surat penyerahan posisi putra mahkota kepada permaisuri—jeano melakukan ini karena ratu tengah mengandung yang membuat posisi tersebut jatuh kepada keturunan ratu. Dan Jeano yang sudah bersumpah pada chaiden melakukan hal ini dengan menjanjikan jika anak Ruby akan menjadi putra mahkota.

Allisan menggeleng membuat Jeano mencengkram rahangnya, "aku tidak mau!"

"Turuti saja jika anakmu masih ingin hidup" allisan memberontak membuat jeano terpaksa mengukung nya dan mengarahkan jari allisan untuk mencap dokumen tersebut.

"Aku tidak mau! Jeano— Brak

"Arus?" Keduanya menoleh pada Ruby, pria mungil itu membulat melihat posisi mereka yang terkesan ambigu. "Apa yang kau lakukan arus?"

"Sayang kenapa kau kesini?"

"Kau sudah berjanji untuk tidak menemuinya! Tapi lihat kalian bahkan akan melakukan itu!" Hancur sudah hati Ruby padahal tadi ia tengah berbahagia mendengar berita jika ia hamil, di tengah itu Jeano izin pamit untuk mengurus sesuatu dan Ruby berniat menyusulnya namun lihat? Pria itu tengah mengukung orang lain.

"Ruby dengarkan penjelasan ku" Ruby menggeleng ia berlari begitu saja membuat jeano panik dan melepaskan cengkeramannya pada tubuh allisan membuat tubuh itu jatuh dengan keras mengenai meja kerjanya.

"A— jeano hiks" tubuhnya begitu sakit. Ia meraba perutnya yang dimana benjolan tersebut mulai luruh, allisan menangis kala darah mulai mengalir deras sementara Jeano mematung sebelum Jahan datang dengan para pelayan.

"Ratu!" Para pelayan panik, kesadaran allisan mulai menipis. Ia dapat melihat jeano di hadapan nya hanya menatapnya datar sebelum Jeano meninggalkan nya. "Aku harus menyusul Ruby, kau urus ratu."

. . .


"Sayang ayo buka pintunya" tidak ada Jawaban dari dalam kamar tersebut, Jeano menghela nafas tubuhnya begitu lelah karena seharian ini banyak hal yang harus ia urus. Terutama berita jika sang ratu keguguran dan tak bisa lagi hamil,  sehingga banyak fraksi yang berdatangan. Apalagi setelah mendengar jika permaisuri pun baru diketahui hamil membuat banyak spekulasi jika calon anak ratu ditumbalkan untuk kehamilan permaisuri. Jeano berdecih mendengar hal itu.

Dan yang menjadi masalah utama Ruby mengurung diri di kamar nya sejak kemarin malam, ia menyandarkan tubuhnya dipintu membuat Jahan bersikeras untuk membuat nya bangun.

"Bagaimana ini permaisuri dari kemarin belum sempat makan." Bisik carsis pada Jahan.

"Pergilah bawa makanan untuk permaisuri, aku harus membujuk raja." Carsis mengangguk dan segera pergi untuk membuat makanan yang dia harap dimakan oleh Ruby.

"Yang mulia berdiri lah anda harus menemui ratu terlebih dahulu"

"Aku tak peduli, aku harus disini agar Ruby tak terjadi apa apa."

"Anda harus menemani ratu, jangan lupa jika kejadian itu ulah anda." Jahan mendesis, sementara Jeano hanya mendengus dan bangkit dari duduknya. "Ini juga demi memulihkan nama permaisuri"

"Aku tau." Begitu akan pergi, pintu kamar tersebut terbuka sedikit membuat Jeano menoleh dan segera masuk meninggalkan Jahan yang menghela nafas.

"Ruby"

Ruby tak menoleh, ia masih menatap jendela setelah terburu buru membuka pintu karena lapar namun malah melihat jeano yang masih disana namun hendak pergi. Jeano memegang tangan Ruby yang untungnya tak dihempas atau ditolak. Ia mengecup tangan tersebut namun tak mampu mengalihkan perhatian Ruby kepadanya.

"Maafkan aku, kamu salah paham. Aku tak pernah bermain lagi dengan allisan, aku mencintaimu lebih dari apapun." Ruby bergeming dengan air mata mulai mengalir. Jeano segera membawanya kedepannya membuat Ruby Yang sedari tadi menahan tangis langsung terisak kencang di dada Jeano.

"Hiks arus... hiks kenapa aku tak bisa marah padamu? Aku membencimu."

"Ssttt kau boleh membenciku, aku akan tetap mencintaimu." Ruby mendongak yang langsung bibirnya dilumat Jeano dengan lembut membuat Ruby melenguh begitu Jeano melepaskan nya, ia menenggelamkan wajahnya di dada Jeano.

"Permaisuri ku sekarang jelek karena menangis" Jeano tertawa begitu Ruby memukul punggungnya.

Tok

Tok

Tok

"Permisi, permaisuri anda harus makan." Carsis mendekat dengan membawa nampan berisi makanan. Jeano mengkode carsis untuk menyimpan nya di meja lalu menyuruh dayang itu pergi yang dibalas decakan diam diam. Ruby masih mendekap Jeano seakan tak mengizinkan untuk pergi kemanapun.

"Makan dulu ya? Nanti kau dan baby kelaparan" Jeano melepaskan pelukannya lalu mengelus perut Ruby. Pria mungil itu mengangguk dengan hati lebih baik.

"Jangan pernah meninggalkan ku dan bayi kita."

"Tak akan."


Sementara itu carsis lagi pdktan sama—

The flower of eragon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang