Perayaan ini berlangsung selama dua Minggu dimana Minggu pertama akan diisi oleh pendoaan kepada dewa dengan cara menyembahkan makanan untuk kuil, setelah itu makanan itu akan dibagikan kepada rakyat. Selama itupun setiap jalan akan diisi oleh bunga bunga dan jalanan akan dihias, dalam pendoaan itu di kerajaan akan berlangsung dengan seorang pangeran atau putri akan menyelam di kolam suci sambil membawa patung dewa. Mereka harus menahan nafas selama sepuluh menit, dan orang yang melakukan ini berarti dirinya akan bernasib baik.
Dan sebagai anak tersayang dari raja obelia sang pangeran bungsu lah yang kali ini akan menyelam ke kolam suci, setelah tahun kemarin dibawa oleh kakaknya yang kini resmi menikah dengan seorang pangeran dari negeri jauh. Dan besok malam adalah hari dimana ia akan menjadi pembawa patung dewa.
Dalam proses ini Ruby tak diperbolehkan keluar dari kamar untuk menyucikan jiwa dan tubuh dari najis, makanan nya pun dijaga ketat untuk hanya memakan makanan sehat. Apalagi setelah kejadian dimana dirinya terseleo membuatnya harus mendekam di kamar lebih lama.
"Aku bosan!" Sebuah buku melayang dari tangan Ruby, ini sudah cukup! Dirinya begitu bosan. Ia dilarang untuk melakukan apapun membuat jiwanya yang memang bebas merasa terkekang, sudah tiga buku yang ia selesaikan membuat nya mati kebosanan.
"Kapan aku keluar? Menyebalkan! Padahal cuma keseleo sampai segininya" ruby sebal, berita dirinya terseleo sampai ke ayahnya dan ayahnya yang memang sangat sayang padanya menjadi semakin overprotektif.
Ruby ingin keluar. Ia ingin melihat para pasar yang menjual beraneka ragam makanan, ah membayangkannya saja sudah ileran. Hingga sebuah rencana kini tersusun rapi di kepalanya, Ruby mengintip ke arah luar dimana para pelayan sedang sibuk mempersiapkan perayaan yang katanya tahun ini akan digelar begitu ramai.
"Apa yang anda lakukan pangeran?"
"Huaa! Yohanes! Kau mengagetkan saja" Yohanes sahabatnya dari count brown itu malah tertawa, sementara Ruby sudah mencak mencak makin sebal karena kedatangan sahabat nya yang menyebalkan.
"Kau mau keluar ya?" Ruby tak menjawab ia masih memicingkan mata pada Yohanes.
"Mau ikut aku? Aku akan ke pasar"
"Nanti ayahku marah"
"Ah benar si raja itu ya, eyy tidak apa apa ada Yohanes yang siap untuk dimarahi" binar mata Ruby tak bisa ditutupi, ia langsung saja menarik tangan Yohanes.
"Kalau begitu ayo! Sate aku datang!"
"Pelan pelan!"
. . .
"Ruby kau tak apa? Hei kau bisa mendengarku kan?" Entah kapan ini bisa terjadi namun Ruby masih terdiam, padahal lima menit lalu ia tengah berjalan jalan di pasar untuk membeli cemilan cemilan seperti yang ia mau. Namun ketika ia tengah makan seorang anak kecil berteriak karena sebuah kuda mengamuk dan ia yang tak berpikir jernih langsung mendekap anak kecil itu.
Yohanes semakin panik kala Ruby masih diam, namun seorang pria yang berpakaian khas kerajaan tiba tiba mendatangi mereka.
"Apa teman mu tak apa? Ini kesalahan ku, salah satu kuda ku tiba tiba mengamuk maafkan aku." Tatapan Yohanes langsung menyinis, baru ia akan melayangkan cacian pria itu mendekat kearah Ruby.
"Kau tak apa?" Pria itu Jeano terdiam kala tangannya membuka tudung jubah pria mungil itu. Rambut emas yang panjang langsung bersinar di matanya, ketika pria mungil itu mendongak jantung Jeano seakan berhenti.
Jeano menyelam diantara manik biru Ruby yang terang, tangannya menangkup wajah Ruby untuk semakin dekat. Namun tatapan itu terputus ketika Yohanes melayangkan tinjuan pada pipinya.
"Yohanes!" Ruby seakan tersadar dari lamunannya, ia menarik Yohanes yang akan kembali melayangkan tinjunya pada pria bangsawan itu.
"Sudah ayo pulang saja!"
"Tidak! Dia harus ku pukul lagi! Berani sekali dia memegang mu!"
Jeano memegang pipinya yang memerah, pria itu terdiam sambil melihat kepergian dua sosok itu. Sudut bibirnya terangkat dengan manik yang tak bisa dibaca.