Prolog

5.5K 210 8
                                    

"Ah, cape banget." Keluhnya. "Mana pegel lagi. Lama-lama gue banting dipel an."

Carmila yang tengah mengelap kaca melihat sekilas temannya yang mengaduh ngecapean itu dengan gelengan kepala dan senyum tipis. Dinda--teman dari bangku SMP sampai sekarangnya--itu, adalah perempuan yang sedikit bar-bar.

Pernah satu kejadian dimana Dinda marah-marah pada Gahar-- siswa dikelas yang hobinya tidur itu ia jambak rambutnya karna dengkuran Gahar yang berisik. Alhasil Gahar pitak sebelah. Ya, se bar-bar itu.

Nasib Gahar? Untungnya dia penyabar. Lebih tepatnya, sih. Takut pada Dinda. Alhasil keesokan harinya dia hanya mencukur habis rambut sampai botak. Nahas.

Tapi, setidaknya kedua bestie ini. Carmila dan Dinda, sangat klop jika disandingkan dimana Carmila si gadis yang lugu dan polos. Mau tau dia sepolos apa?

Ini adalah hari bersih-bersih. Guru mereka mengatakan jika akan ada tamu yang datang. Jadi, untuk membuat citra sekolah yang bagus, kelas dan halaman sekolah harus kinclong.

"Ayo, semangat. Bentar lagi selesai." Kata Carmila, mencoba membuat temannya itu menyelesaikan pekerjaannya, mengepel lantai kelas.

"Noh, liat. Abis gue pel diinjek-injek lagi. Males banget." Dinda sangat kesal, melihat anak laki-laki terus mondar mandir tidak jelas. Dia menginjak-injakan kakinya kasar pada lantai untuk meluapkan kekesalan ketika melihat Adhar dengan polos berjalan dihadapannya dengan sepatu kotor.

"ADHAAAAAARRRRRRR." Pekik Dinda marah. Si Adhar hanya melongo polos yang dimata Dinda terlihat ingin ditabok. "Gue baru pel lantainya. Jangan diinjek lagiiiiiiiiii. Cape gue!"

Carmila membiarkan Dinda yang terus mengoceh seperti burung beo pada laki-laki malang itu. Antensinya kini mengarah pada segerombolan anak laki-laki disudut belakang kelas yang heboh akan sesuatu.

"Itu mereka pada kenapa sih?" Tanya Carmila. Dinda yang tadinya marah kini ikut menoleh.

"Ya, ampun. Anak cewek cape beres-beres. Anak cowok malah ngerumpi." Dumel Dinda tak habis pikir dengan beberapa anak laki-laki yang malah sibuk main-main.

Tak pikir panjang dan merasa penasaran juga. Mereka berdua langsung menghampiri kehebohan yang terjadi. Dan setelah melihat apa yang membuat anak laki-laki begitu heboh. Dinda langsung melotot.

"ULEEERRRRR....!!!"

Teriak Dinda cukup keras.

Seisi kelas jadi memperhatikan ular putih yang tengah disapu oleh beberapa anak laki-laki itu dengan kasar.

"Hush, pergi lo sana."

"Syuhhh, syuhhh, hush."

Carmila langsung berwajah masam tidak suka melihat pemandangan dihadapnnya.

"Hey, jangan nyakitin ulernya." Suara Carmila membuat para anak laki-laki langsung menepi dan menjauh dari ular nya sambil bergidik ngeri.

Ular itu sangat cantik, putih berkilau dan terlihat tidak melawan meski tubuhnya terus dipukul anak laki-laki dengan alat-alat kebersihan.

Tangan kecil Carmila kini dengan mudahnya membawa ular itu dibagian kepala dengan hati-hati tanpa terlihat ketakutan sedikitpun diwajah gadis itu.

Ular putih kini melilit pergelangan tangan Carmila. Kejadian itu membuat anak perempuan berteriak histeris sementara anak laki-laki terlihat begong melihat tingkah laku psikopat Carmila. Carmila tentu tidak peduli. Dengan santai dia membawa ular itu keluar jendela dan menjatuhkannya dibelakang sekolah.

Carmila tersenyum senang saat ular putih langsung masuk ke semak-semak. Lalu menghilang.

"Bye-bye. Tiati dijalan."

Namun, ketika berbalik. Dia melihat teman-temnnya ketakutan dan melongo melihat dirinya. Apalagi Dinda yang menampilkan ekpresi senyum kecut.

"Lo terlalu polos sampe-sampe gak tau kalo ular itu berbahaya. Lo bisa mati Carmilaaaaaaa." Panik Dinda.

Namun, Carmila tidak menanggapinya. Ia sibuk memperhatikan pergelangan tangannya yang tiba-tiba seperti terkena cat putih. Berpola 3 lingkaran dengan ukuran yang berbeda, disatukan dengan garis horizontal. Mirip seperti gelang.

Dia mencoba mengusapnya. Tapi, itu tidak hilang.

Carmila Di Kerajaan NekveraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang