✾ Bab 11

1.3K 72 14
                                    

"Apa gak kecepetan kita?" Ucap Carmila pada Tyrtilla sambil terus sesekali menengok kebelakang. "Eiden sama dua laki-laki gede jauh dibelakang kita itu."

"Tenang saja." Jawab Tyrtilla santai sambil terus menatap kedepan. Kuda hitam cantik yang ditunggangi mereka berlari cukup kencang dengan suara kakinya terdengar hingga masuk keindra pendengaran mereka. "Nikmati saja perjalanan ini Carmila. Hutan Nekvera adalah hutan yang terkenal akan keindahan alamnya."

Ya, tak bisa dipungkiri. Memang yang dikatakan Tyrtilla itu benar. Sepanjang jalan yang Carmila lalui pohon-pohon pinus yang ditutupi kabut sunggung sangat indah. Hawa sejuk menerpa kulitnya. Gemersik daun-daun yang terkena angin membuat alunan lagu alami yang menenangkan.

"Ah, sepertinya aku berubah pikiran. Kita tidak akan ke danau angsa sekarang. Ada tempat lain jauh lebih indah yang akan aku tunjukan padamu." Kata Tyrtilla membuat Carmila bingung sendiri.

"Kita bakalan kemana?" Tanya Carmila menatap wajah Tyrtilla dengan rambut hitam legamnya terbang terbawa angin. "Gimana sama Eiden? Dia bakalan nyari kita kalo kita gak ke danau angsa. Liat, Eiden udah gak ada dibelakang."

Tyrtilla sama sekali tidak peduli. Sambil tersenyum penuh arti dia berkata. "Kecepatan lari kuda ku bukan tandingannya dengan kuda milik Eiden. Tenang saja ku bilang. Kita akan bersenang-senang Carmila."

"Oke."

Beberapa menit kemudian tidak ada yang membuka suara lagi. Tepat didepan pohon besar yang tumbang berlumut seperti sudah bertahun-tahun berada ditempatnya. Tyrtilla menghentikan kuda hitam yang ditundangi lantas Carmila ikut turun ketika sang pemilik kuda turun.

Carmila menatap lurus kedepan. Mata coklat itu berbinar sangat takjub menyaksikan sendiri pemandangan yang begitu indah. "Waw, keren." Ucapnya kagum. Sangat kagum.

Dengan langkah kaki kecilnya ia berjalan menuju tempat yang menarik perhatiannya itu. Sejuk, tenang, aliran air yang tidak terlalu deras ditambah rerumputan hijau menambah kecantikan pemandangan sungai di hadapannya sekarang.

Tangan kecil nya mulai menyentuh aliran air yang begitu sejuk. Senyum lebar kini menghiasi wajah cantik Carmila. Senang rasanya, bahkan ketika didunianya dulu ia jarang sekali diajak jalan-jalan meski hanya kekolam renang umum.

"Tyrtilla?"

Panggil Carmila dengan senyum lebar matanya tak beralih pandang dari sungai. Tapi, Tyrtilla tidak menjawab. "Tyrtilla, ini tempat nya keren banget."

Mulai merasa ada yang janggal. Carmila berbalik badan dan benar. Ia tidak menemukan Tyrtilla ditempat sebelumnya. Kuda hitam milik gadis itu kini sendirian disamping salah satu pohon pinus.

"Tyrtilla?"

Panggil lagi Carmila. Kaki kecilnya berjalan diatas rerumputan menuju Kudanya. "Kamu liat Tyrtilla gak? Kok kita ditinggal berdua disini?"

Kuda itu hanya merespon dengan dengusan pelan. Seolah mengatakan 'Gue gak peduli'.

"Tyrtilla?" Seru Carmila mulai panik. Matanya menyapu setiap sudut hutan disekitarnya. Namun, wujud Tyrtilla tidak terlihat.

Sudah berapa kali Carmila berteriak memanggil nama Tyrtilla. Bahkan kakinya tanpa ia sadari sudah jauh berjalan memasuki hutan lebih dalam. Ia kehilangan jejak, sial. Tersesat? Mungkin.

Panik.

Benar-benar panik.

Ia bodoh. Seharusnya ia menunggu Tyrtilla saja dengan kudanya tadi. Sekarang ia hanya berjalan tidak tahu arah. Sedikit pengalaman membuatnya bingung sendiri ketika memilih jalan yang seperti deja vu.

Kaki kecilnya sudah merasa lelah. Jadi, ia mulai duduk di salah satu batu besar yang cukup teduh. Mengela napas berat. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

"Carmila?"

Sang pemilik nama langsung terkesiap ketika namanya dipanggil. Suara asing yang cukup mengerikan baru saja masuk keindra pendengarannya tanpa tahu siapa pemilik suara tersebut. "Tyrtilla? Itu kamu? Jangan becanda ah, nggak lucu!"

Suara lembut nan mengerikan itu terus memanggil nama Carmila. Sementara mata coklat gadis itu terus menyapu keadaan hutan mencari sosok orang yang memanggil namanya itu.

Dan, saat Carmila berbalik badan.

Deg.

Terkejut bukan main saat Carmila mendapati ular hitam yang sangat besar. Bahkan besarnya hampir sama dengan pohon pinus yang ular itu lilit. Kepalanya benar-benar berada didepan wajahnya. Saking kagetnya, tubuh Carmila kehilangan keseimbangan dan terjatuh pada rerumputan hutan.

Ular itu berdesir menatap Carmila dengan lidah bercabangnya yang sesekali menjulur keluar.

"Carmila."

Panggil ular itu. Carmila masih diam membeku.

"Pergilah Carmila. Larilah. Kau hanya dijadikan alat oleh Kerajaan Nekvera. Granz tidak benar-benar mencintaimu. Ia hanya memperalatmu."

Suaranya begitu menghipnotis. Membuat kepala Carmila tiba-tiba menjadi pusing sementara otaknya mencerna dengan baik perkataan ular besar hitam misterius itu.

"Larilah Carmila. Pergilah yang jauh."

Perlahan-lahan. Carmila merasakan tubuhnya lemas. Dan saat setengah kesadarannya mulai hilang. Ia jatuh keatas rerumputan hutan, lalu gelap.

Ia benar-benat kehilangan kesadaran. Sepenuhnya.

Carmila Di Kerajaan NekveraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang