❀ Bab 28

318 14 1
                                    

"Granz."

Carmila diam membeku saat mengenali orang yang sedang terkapar dihadapannya.

Atensi Lip dan Lim yang tadinya pada laki-laki yang tumbang ditanah kini teralihkan pada pergelangan tangan milik Carmila yang bercahaya digelapnya malam, mengalahkan cahaya senter yang dibawa gadis itu sendiri.

"Granz? Maksudmu pangeran Granz?" tanya Lip sambil membelalakan mata. Ia lantas menatap saudaranya di samping. "Kita dalam masalah besar."

"Aku tau." jawab Lim, laki-laki elf itu terlihat lebih santai. "Sepertinya terjadi perkelahian besar, kau lihat luka di beberapa bagian tubuhnya. Itu sangat parah."

"Kita harus segera membawa dia kerumah. Jika tidak, racunnya akan cepat menyebar." jelas Lip memberitahu.

Lim menyipit mata menatap Lip disampingnya. "Aku merasa dejavu. " katanya. "Kau berbicara sama persis ketika aku menembak si gadis manusia itu."

"Tidak ada waktu untuk omong kosong, Lim!" kesal Lip mulai geram. "Angat dia."

"Dua bangsawan dirumah kita? Bagus! Besok akan ada selusin prajurit yang akan memenjarakan kita berdua." kata Lim dengan gaya malasnya.

Lip memutar manik matanya jengah. Dalam keadaan seperti ini bisa-bisanya Lim berfikir seperti itu. "Jika kita membiarkannya disini, kita malah akan tambah dihakimi orang-orang Nevera karna tidak menolong pangeran mereka. Lagipula, kau yang sudah menembaknya bukan?"

"Memangnya aku tau kalau itu dia." sahut Lim menaikan nada bicaranya sambil menunjuk pada Granz.

"Kau tidak pernah belajar dari kesalahan mu yang pertama?" nada bicara Lip tak kalah tinggi. "Kau bisa gunakan instingmu itu kan, mana rusa dan mana orang?!"

"Lalu, kenapa kau tidak membantuku untuk memberitahu tadi?"

Mungkin, wajah Lip kini sudah memerah karna marah. Tapi, Lim tidak bisa melihat karna kurangnya pencahayaan dihutan. "Kau yang bertindak cepat tanpa berpikir terlebih dahulu, mana sempat aku memberitahumu. Dasar payah!"

"Lagipula orang gila mana yang keluyuran malam-malam ditengah hutan begini selain ras elf yang sedang berburu makan siang? Untuk apa berpikir." bela Lim tidak mau disalahkan.

"Lip?" panggil Carmila.

"Lain kali biar aku saja yang mencari rusanya. Kau diam saja." kata Lip membuang muka.

"Lip?" panggil lagi Carmila.

"Indra mu lebih lemah dari ku. Coba saja kalau bisa." sahut Lim dengan senyuman meremehkan.

"Bisa gak debatnya nanti kalo kita udah obatin Granz." seru Carmila kini lebih keras.

Lip dan Lim kini diam.

"Maaf." kata Lip saat menatap wajah Carmila yang kini sudah berkaca-kaca.

Lim mendekatkan telinga runcing nya pada dada bidang Granz seolah memastikan masih ada tanda-tanda kehidupan atau tidak disana. Dengan tubuh Granz yang dari awal sudah lemah akan memudahkan racunnya untuk menyebar, mereka berdua tau itu.

"Kenapa kau tidak mati saja agar kami tidak kerepotan."

Plak.. .

"Awshh.. ." ringis Lim sambil mengusap kepalanya yang terkena pukulan Lip dengan tidak main-main. "Kau tidak lihat badan dia lebih besar dariku?"

"ANGKAT!!" Lip mulai naik pitam.

"Baik-baik."

●○●○●○●○

Takdir seolah mempertemukan kembali dan tidak mau mereka berjauhan untuk waktu yang lama lagi. Sejauh apapun Carmilla berlari, Granz akan selalu menemukannya. Mereka benar-benar terikat karna tanda yang Granz berikan pada wanitanya. Carmila.

"Pangeran Granz? Tidak sehebat yang orang-orang ceritakan." Lim menerobos keheningan menatap dingin pria berambut putih yang terbaring tak berdaya diranjang miliknya.

"Granz bakalan sembuh kan?" lirih Carmila menatap Lip penuh harap.

Lip yang tengah melumuri kain dengan cairan kental berwarna hijau diam sejenak. "Siapa yang bisa memojokan Pangeran Granz sampai seperti ini? Ada yang tidak beres." bukannya menjawab pertanyaan Carmila, gadis itu malah menoleh pada laki-laki elf dibelakangnya. "Mungkinkah? Perang?"

Lim memijat pelipisnya pelan. Ia selalu bersikap santai dalam masalah apapun tapi tidak kali ini. "Ku rasa begitu."

"Kita tidak mungkin pergi semua besok." kata Lip memberitahu. Keadaan kini mulai terasa sangat kacau. Tangannya kini menempelkan kain yang sudah diberi ramuan obat tadi pada luka dibagian dada Granz yang baru selesai dijahit. Dulu ibunya adalah seorang pembuat obat-obatan herbal, Orang-orang datang untuk meminta disembuhkan dari penyakit yang mematikan sekalipun. Lip, yang suka membantu orang-orang mengikuti jejak sang ibu. Tidak heran ia bisa mengobati orang yang terluka parah.
"Harus ada yang menjaga Pangeran Granz disini." lanjutnya.

Carmila dan Lip sontak menoleh pada Lim.

"Apa?" tanya Lim yang belum mengerti situasinya.

Lip mengehela napas berat. Ini mungkin akan sangat rumit. Membiarkan Lim dan Granz hanya berdua, tapi apa boleh buat, ini rencana paling baik. Mengingat gentingnya keadaan sekarang, ia harus cepat-cepat memberitahu Nami, sang adik kepala suku agar bersiap menghadapi segala apapun yang akan segera membahayakan rasnya.

"Jika dia sadar saat aku dan Carmila pergi, jangan biarkan dia terlalu banyak bergerak. Karna lukanya belum kering."

"Jadi, aku tidak akan ikut besok?" tanya lagi Lim kini dengan wajah berbinar. "Baik, aku akan tetap dirumah, kalian saja yang pergi. Dengan senang hati."

Ya, Lim akan sangat senang karna tidak jadi berdesak-desakan orang banyak. Laki-laki elf itu sangat membenci orang-orang.

Carmila sendiri semenjak melihat Granz dihutan, gadis itu lebih banyak diam ketimbang berbicara. Ada perasaan aneh ketika melihat laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja. Perasaan takut kehilangan yang terasa dipaksakan, ia tahu mungkin karna tanda yang ia miliki. Sebenarnya, ia tidak mempunyai perasaan apapun pada Granz, meski Granz bersikap baik padanya. Memberikan apapun yang ia mau, menjaganya agar tetap baik-baik saja. Tapi, itu semua palsu. Jika saja tanda ini tidak ada. Granz tidak mungkin melakukan itu semua padanya

Karna cinta sejatinya adalah.

Tyrtilla.

Bukan dirinya.

Sekarang Carmila mengerti ucapan ular besar yang sempat ia temui dihutan.

Tentang, Granz yang tidak benar-benar mencintainya.

"Pangeran Granz sangat kuat. Dia akan baik-baik saja." kata Lip memberi senyum hangat pada Carmila. "Pergilah tidur. Pagi-pagi sekali kita harus bersiap untuk acara besok. Buatkan kue yang enak untuk Nami, oke?"

Carmila kini tersenyum tipis. "Makasih, Lip."

Carmila Di Kerajaan NekveraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang