#12

15 2 0
                                    

Putik masih menatap Merah yang sedang melawan Prajurit-prajurit berkekuatan, "Omzan, mereka baik atau jahat?" Tanya Putik sendiri sambil mengeluarkan air mata.

"Hiks hiks, kaak?" Kata Bina sambil ketakutan.

"Eh? Kenapa Bina?" Tanya Putik kembali sambil mengusap air matanya.

"Takuuut" Jawab Bina.

"Ehm,,,, yaudah kita jalan ke sana yuk!" Kata Putik sambil menunjuk ke luar lorong.

"Yuk" jawab Bina sambil mengangguk perlahan.

Mereka berjalan menuju Merah. Tepat ketika mereka keluar dari lorong tiba-tiba ada anak panah yang mengenai Merah dan menusuk ke badannya.

Jleb, "AKH".

Pancaran Kekuatan

Putik dan Bina berhenti, kaget dengan kejadian itu.

Merah membungkukkan badannya dengan perlahan sambil menggenggam anak panah yang ada di tubuhnya.

"Hosh hosh hosh" Nafas Merah yang berat dan tidak beraturan.

"M-meraah" Putik perlahan mendekati Merah.

"J-JANGAN!!" Teriak Merah ke Putik, Putik pun terdiam.

Merah menggenggam anak panah itu semakin erat. Kemudian, sedikit demi sedikit Merah mengeluarkan kekuatan di tangannya.
Setelah itu, keluar juga dari kakinya. Terlihat sedikit pancaran kekuatan di tangan dan kaki Merah. Ia kesulitan untuk mengeluarkannya, akan tetapi ia tetap berusaha untuk mengeluarkan kekuatannya.

Kekuatan Merah pun keluar dari tangannya, lalu mengalir perlahan lahan dari tangan ke pundak. Kemudian, dari kaki Merah mengalir ke pinggang lalu ke perut, dan keduanya bertemu di dada Merah.

Semakin lama semakin besar kekuatan tersebut.
"errrgggh AAARRGGH" Teriak Merah sambil mengeluarkan kekuatannya yang semakin membesar hingga ke seluruh tubuhnya.

***

Kapten dengan Kuria masih melawan. Sedangkan Hiik, bingung harus berbuat apa. Ia ingin menyembuhkan Kuria, akan tetapi Kuria yang sekarang ia lihat sangat berbeda jauh dengan Kuria yang sebelumnya.

Terlebih lagi, sedaritadi ia tidak melihat Kuria terluka justru Kapten yang sepertinya terdesak dan terluka. Luka Hiik yang sebelumnya juga belum pulih jadi, ia tidak bisa mengeluarkan kekuatannya dengan sempurna.

Akhirnya, Hiik memutuskan untuk pergi menghampiri Putik, Bina dan Merah. Awalnya Hiik bingung ingin pergi ke mana, karena ia tak tahu keberadaan Putik, Bina dan Merah. Yang bisa ia lakukan hanya berjalan sambil menahan rasa yang amat sangat sakit dengan jalannya yang tertatih-tatih.

Ia berjalan sambil melihat-lihat sekitar dan berpikir kemana perginya mereka bertiga. Tanpa sadar ia sudah berjalan jauh dari tempat Kuria berada.

Ketika Hiik melamun, seketika ia melihat pancaran kekuatan berwarna merah yang besar dari belakang lorong. Hiik memandangnya sejenak, lalu sekilas ia teringat dengan Merah dan ia pun langsung berpikir kalau disanalah keberadaan Merah.

Hiik pun berjalan dengan tertatih-tatih memasuki lorong dan menghampiri pancaran kekuatan dengan harapan bertemu Merah.

Ketika ia memasuki lorong, pancaran kekuatan sudah tidak terlihat lagi. Yang bisa ia lakukan hanya mengikuti jalan lorong itu.
Jalannya terdapat banyak genangan air dan bebatuan, panjang lorong itu cukup panjang untuk orang yang sehat. Kalau untuk Hiik yang terluka, lorong itu sangatlah panjang baginya.

Sesekali ia hampir terjatuh karena tersandung batu, ia juga sering kali hampir tergelincir karena genangan air yang licin.
Lalu, sampai lah Hiik di penghujung lorong. Di luar lorong banyak prajurit-prajurit yang berbaring, juga ada Merah, Putik dan Bina yang juga berbaring.

EkspresiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang