11. Teman Yang Baik

477 95 6
                                    

Jam menunjukkan pukul sebelas siang ketika Biu kembali ke studio Bible. Lima menit lalu dia menerima telpon dari Pram, urusan pekerjaan. Matanya langsung tertuju pada Sakya yang hampir menyelesaikan gambarnya. Bible menambahkan sedikit coretan di sampingnya, untuk memperjelas garis tegas di lukisan Sakya.

Anak itu tersenyum penuh arti, lalu memeluk Bible. "Uncle Bible, maukah uncle jadi teman melukis Sakya untuk selamanya?" tanyanya kemudian, seketika Bible tertawa gemas dengan tingkah Sakya, matanya menyipit lalu tangannya bergerak mengusap puncak kepala Sakya.

Melihat itu, Biu ikutan tersenyum, tapi dia buru-buru melihat ke arah lain karena Bible tiba-tiba menoleh ke padanya, ia tertangkap basah sedang memperhatikan. Biu semakin salah tingkah ketika ekor matanya menangkap pergerakan dari Bible, lelaki itu melangkah mendekatinya yang sedang berdiri di dekat pintu masuk.

"Sudah lapar?" tanya Bible singkat. Biu mengangguk tanpa menoleh, pura-pura mengamati sekitar, padahal Biu sudah melakukan itu sedari tadi.

"Apa yang kau lihat, Biu?" Tak mau kelihatan aneh, Biu cepat menoleh tapi tak berani menatap mata Bible.

"Piguranya bagus," jawabnya seraya menunjuk lukisan salib di dinding. Bible hendak tertawa melihatnya, dia mulai menyadari Biu sedang mencari topik lain untuk menyembunyikan tingkah anehnya.

"Kurasa kau sangat menyukainya, sudah dua kali kau mengatakan hal itu." Sengaja Bible menekankan kalimatnya, dia ingin melihat tingkah aneh Biu lebih lama, lelaki ini menggemaskan layaknya anak yang baru beranjak remaja.

"Oh ya, kita mau makan apa?" Niat Biu bertanya demikian adalah ingin mengalihkan fokus Bible, tapi senyuman Bible malah makin lebar saat mendengarnya. Biu menyebut dirinya dan Bible sebagai 'kita', rasanya Bible ingin melonjak kegirangan, tapi dia menahannya, di hadapan Biu, dia harus terlihat cool.

"Daripada mencari keluar, bagaimana kalau makan di sini saja? Biar aku yang pesan," ucap Bible sambil membuka aplikasi untuk pesan makanan, lalu menatap Biu lagi. "Mau makan apa?"

"Hm, terserah," jawab Biu singkat, mulutnya menyunggingkan senyum canggung.

"Sakya ..." teriak Bible, membuat si kecil menoleh dan berlari pelan menghampiri mereka. Bible terkekeh kecil, "Mau makan apa, Sayang?"

"Terserah Papa," ujarnya tak mau ambil pusing, selama ini Sakya selalu suka makanan yang dipilihkan papanya, jadi ya 'terserah Papa' adalah jawaban yang sangat masuk akal.

Namun, Biu yang mendengar itu malah tersentak kaget, menggaruk pelipisnya karena bingung. Bible kembali terkekeh. "Sama saja menjawab terserah. Baiklah, aku yang akan pilih."

Bible membuat keputusan singkat, tangannya gesit menggeser gawai, menekan beberapa tombol, lalu pesanan sudah selesai dibuat, dia memilih restoran dengan rating paling baik, tak perlu melihat harga, yang diutamakannya adalah kualitas.

Tak perlu juga menunggu lama, hanya selang beberapa menit di hadapan ketiganya kini sudah di tersaji tiga rice box dengan tiga menu yang berbeda. Ada Nam Jim, saus khas rempah Thailand yang sedikit pedas. Green Curry, kari khas Thailand yang manis dan gurih. Lalu Thai Sweet & Sour, rasa manis dan asam khas Thailand. Dan ada tiga jenis olahan ayam yaitu Crispy Chicken, Grilled Chicken, dan Chicken Meatball.

Bible membuka satu persatu boks, "Sakya suka pedas?"

Sakya menggeleng sambil menutup mulut dengan kedua tangan, membuat Bible menyodorkan rice box berisi Green Curry dan Crispy Chicken. Lalu pria itu menatap Biu.

"Kau mau apa?"

"Yang pedas saja." Sebenarnya Biu bukanlah pencinta makanan pedas, tapi hari ini dia ingin memakannya, hanya ingin, mungkin untuk mengusir perasaan-perasaan aneh di benaknya. Bible tak banyak berkomentar, lelaki itu menyerahkan rice box milik Biu, lalu berdiri membawa rice box yang tersisa untuk Yaya.

Jari Manis BiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang