29. Pulang

369 83 9
                                    

"Sementara ini diduga penyebab jatuhnya Boeing 777 dikarenakan adanya masalah pada mesin pesawat ..." Kalimat-kalimat informasi yang disampaikan wanita cantik di dalam layar sana tidak sepenuhnya terdengar jelas di telinga Biu. Dia segera berlari mencari ponselnya.

Sakya hanya bisa terdiam memandanginya, dia tahu ada yang salah dari sikap ayahnya, tapi Sakya tidak tahu keadaannya, anak kecil itu menemukan sebuah cintin di lantai, lalu menaruhnya di meja ruang tengah, dia ingin bertanya, tapi urung dilakukan saat dilihatnya wajah Biu dipenuhi kekhawatiran.

Biu tidak pernah percaya pada keajaiban, tapi kali ini dia benar-benar berharap padanya, layaknya berpegangan pada seutas tali yang sangat tipis, Biu mencoba menghubungi nomor Bible dengan tangan yang gemetar, nihil, nomornya tidak aktif, tapi Biu tetap mencobanya seperti orang gila, tubuhnya mondar-mandir.

"Bible, tolong ..." Mulutnya terus komat-kamit. Ia tidak bisa lagi mengendalikan diri, dengan sekuat tenaga Biu menyangkal kemungkinan bahwa Bible sudah tiada.

Bagaimana mungkin dia tiada? Bible baru saja melamarnya, dia harus tetap hidup agar bisa memasangkan cincin itu di jari manisnya. Biu mulai mengigit bibirnya sendiri, jemarinya tak bisa diam, semakin dia menyangkalnya, otaknya malah semakin meluruskan bahwa penyangkalannya tidak benar, itu yang membuatnya perlahan terisak, tangisannya luruh, Biu melarau.

"Bible ..." Biu beteriak, tidak kencang tapi cukup untuk membuat si kecil ikut tersayat, suaranya dipenuhi keputusasaan, dia terduduk, bersimpuh di lantai, melihat layar televisi dengan tatapan kosong, sekarang Biu benar-benar tidak bisa berpikir, dia terjebak dalam ruang hampa, rasanya dunia runtuh di atas kepalanya.

"Pa ..." Sakya tiba-tiba memeluknya dari samping, matanya berkaca-kaca. "Jangan menangis ..." lirihnya, baru kali ini Sakya melihat Biu menangis sekencang itu, mungkin isak tangisnya juga menyakiti hati si kecil, dia tidak akan tega melihat ayahnya sehancur ini.

Televisi yang menyala itu terus menerus memberikan informasi tentang kronologi kecelakaan pesawat, Biu memandangnya masih dengan perasaan tidak percaya, pesawat Boeing 777 itu terjatuh dari ketinggian 8500 kaki setelah menabrak sisi gunung. Diduga ada kerusakan teknis pada pesawat yang mengakibatkan gangguan pada sistem radar.

"Pemirsa, tercatat pesawat Boeing 777 membawa penumpang berjumlah 201 orang." Biu masih bergeming, ia tidak bisa menerima fakta bahwa Bible ada di antara mereka.

"Salah satu anggota keluarga Summetikul juga menjadi korban dalam kecelakaan pesawat Boeing 777 yang terjadi siang ini ..." Hancur sudah benteng penyangkalannya, Biu kembali menangis dipelukan Sakya, Bible-nya telah pergi, selamanya.

"Papaaaa ..." Sakya turut menangis sembari mengeratkan pelukannya, Biu tidak menanggapi rengekan putranya, pandangannya tiba-tiba terfokus pada cincin yang tergeletak di atas meja. Tubuh Biu menegak, ia mengusap kedua pipi dan juga mengusap air mata Sakya.

"Ambil jaket Sakya, kita pergi untuk cari tahu!" Biu berdiri, meraih kotak beserta cincin indahnya, sebelum melihat jasadnya secara langsung, ia harus memastikannya terlebih dahulu.

Mendengar kalimat tegas itu, Sakya menurut dan langsung berlari mencari penghangat tubuhnya. Di luar, hujan semakin deras, tidak lagi gerimis tipis yang hilang di udara, kali ini tetesnya berhasil menghujam tanah.

Sebelum pergi, Biu memandang kotak cincinnya sekali lagi, dia menaruhnya kembali ke dalam paper bag. Biu tidak akan menerimanya sebelum mendapatkan kepastian tentang Bible. Sakya sudah berdiri di dekatnya mengenakan jaket, Biu hendak mengambil payung, tapi ponsel digenggamannya lebih dulu bergetar, Biu segera melihat siapa yang menghubunginya, ternyata bukan Bible, hanya nomor asing yang tidak dikenalnya.

Tanpa berpikir panjang dia menolak panggilannya, tapi ponselnya kembali menyala ketika Biu membuka pintu keluar, mungkin telpon yang penting, Biu berdehem untuk menetralkan suaranya, dia menggeser tombol hijau, menerima panggilan sebelum menempelkan ponsel pada telinganya. "Halo."

Jari Manis BiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang