1. Hari yang sibuk

1.3K 144 10
                                    

"Pa, belum selesai ya?"

Suara lembut itu membuat Biu mengalihkan perhatian sejenak pada anak kecil berumur enam tahunan yang tengah asyik menyantap ice cream kotak rasa vanilla. Sudah lebih dari satu jam lalu ia terus merengek bertanya kapan pekerjaan Biu selesai karena Biu berjanji akan mengajaknya pergi ke taman bermain. 

Hari ini Dania tidak masuk karena waktu liburnya, ditambah lagi temannya yang bekerja di shift berikutnya belum datang, Biu keteteran, apotek pada jam segini selalu ramai, padahal setiap harinya Biu selalu memohon agar orang-orang diberikan kesehatan.

Miris, Biu sedikit merasa kasihan jika banyak orang menyerahkan lembaran resep yang berasal dari Dokter kenalannya.  Jika dia disodorkan kertas kecil itu, berarti ada banyak orang yang sedang merasa kesakitan. Biu tidak tega.

Biu tersenyum tipis. "Sebentar ya, Sayang."

"Dari tadi seperti itu terus," jawabnya dengan nada kesal. Bibirnya mengerucut seperti bebek-bebekan di kamar mandi, anak itu merajuk. Bagaimana tidak kesal, dari tadi Biu hanya mengucapkan kalimat penenang tanpa tindakan.

"Sabar ya, masa kamu tega melihat banyak orang tidak mendapatkan obat dengan cepat," rayunya, lalu ia tersenyum tipis pada wanita di hadapannya.

"Anaknya?"

Biu mengangguk sebelum menjelaskan, "Ibu, obat yang ini diminum hanya tiga kali sehari saja ya, dan untuk obat yang ini saat merasa nyeri pada bagian dada saja."

"Oh, baiklah." Wanita cemara angin itu mengangguk paham.

"Saya sudah beri tanda, jangan sampai keliru," ucapnya lagi, menegaskan. Obat akan berdampak buruk jika salah cara penggunaannya.

"Pa!" Sekali lagi anak itu merengek, intonasinya makin tinggi.

"Sebentar, Sayang," Biu melirik sedikit, memanggil orang yang mengantre berikutnya untuk maju.

"Iya Pak." Seorang Pria yang sudah  beruban berdiri mendekati meja. Ia menyodorkan kotak obat kosong. "Seperti biasa, Nak Biu, maklum sudah tua, jadi ya itu saja yang dikonsumsi." 

Biu tertawa kecil, ia berjalan ke arah di mana letak obat yang biasa pria tua itu beli. Obat untuk kolesterol. Biu menaruhnya ke dalam plastik putih. "Pak, 'kan saya sudah kasih tahu bagaimana pola makan yang baik agar kolesterolnya tidak kambuh."

Pria tua itu tertawa kecil. "Pusing kalau untuk memikirkan begitu, syukur bisa makan."

"Hum, kalau begitu jauhi sedikit makanan yang menyebabkan kolesterol saja. Seperti jeroan, daging, gorengan begitu, 'kan Bapak bisa membatasi," jelas Biu lagi, pria tua itu mengangguk kecil sembari menyodorkan lembaran uang untuk membayar obatnya. Biu paham, pria ini cukup bebal, dia tidak sepenuhnya mendengarkan nasihat baiknya. 

Akhirnya apotek lengang setelah kepergian pria tua itu, Biu beralih menatap si kecil yang sudah tertidur dengan tangan yang menggenggam sendok ice cream. Ia tersenyum tipis, melepaskan jas putihnya di tempat gantungan. Berjalan mendekati si kecil yang terlelap di atas kursi.

Tubuhnya sedikit membungkuk untuk mengelus puncak kepalanya, membangunkan dengan lembut. "Sayang, papa sudah selesai."

Tring.....

Pintu masuk Apotek berdenting ketika didorong tidak sabaran, Pelakunya adalah sosok muda yang mengenakan jas putih, napasnya masih terengah-engah, sepertinya dia berlari untuk mencapai tempat ini. Belum sempat Biu menoleh, lelaki itu lebih dulu berseru.

"Help!" refleks tangannya mendarat di atas meja. Menghasilkan  suara gaduh yang cukup untuk membuat anaknya terbangun, Biu mengelus pelan kepala anaknya yang terperanjat, lalu menoleh pada si pelaku.

Jari Manis BiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang