3. Buku Gambar Sakya

767 119 11
                                    

Suasana di rumah kedua orangtuanya memang selalu nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana di rumah kedua orangtuanya memang selalu nyaman. Sejuk tapi hangat dalam waktu yang bersamaan, juga yang paling penting hening tapi tidak sepi. Berbeda dengan kondisi kamar sewaannya yang berada persis di tengah-tengah kota. Definisi rumah yang sebenarnya bagi Biu adalah bangunan ini, tempatnya dibesarkan, tempatnya berpulang.

Meski sudah beberapa kali mengalami renovasi, tapi rumah ini tetap nyaman ditinggali, apalagi ada satu hal yang tidak berubah sama sekali, yaitu halamannya yang luas. Ibunya tidak menginginkan ruang terbuka hijau miliknya berkurang barang sesenti pun.

Dia sama sekali tak peduli dengan para tetangganya yang sudah berlomba-lomba membangun rumah atau gedung untuk disewakan, ibunya mungkin dapat mempertaruhkan nyawa untuk tanaman-tanaman hijaunya yang tersebar di setiap jengkal pelataran rumahnya. Pohon-pohon itulah yang kini sedang dipandangi oleh Biu.

"Apa Sakya sudah tidur?" Suara lembut yang sangat dikenali Biu datang menyapa. Biu menoleh padanya lalu tersenyum samar, mengangguk.

"Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau tak bisa tidur?" Sekali lagi Biu mengangguk sebagai jawaban. Sekarang ibunya yang tersenyum, dia duduk di samping Biu sembari memperlihatkan sebuah buku gambar padanya.

"Bukalah, itu milik Sakya." Tanpa banyak bicara tangan Biu tergerak untuk membuka halaman pertamanya. Kedua netranya langsung membulat sempurna, dia jelas sekali mengenali wajah ini, Sakya menggambar dirinya dengan cara yang sangat unik.

"Ini—" kalimatnya terpotong, lebih dulu dijawab oleh ibunya.

"Iya, Sakya yang menggambarnya, ibu ingat sekali bagaimana ekspresinya saat menceritakan gambar ini, dengan wajah yang berbinar dia mengatakan bahwa kau adalah Batman." Well, Biu bisa melihat coretan logo kelelawar khas Batman di sana dan itu membuatnya terkekeh pelan, imajinasi Sakya ternyata cukup liar.

"Ibu berusaha mendebatnya, ayahmu itu bukan Batman, dia manusia biasa, dia anak nenek. Lalu kau tahu apa yang dia katakan?" Ibunya menghela napas sejenak, Biu fokus mendengarkan.

"Nenek tidak akan mengerti kehidupan seorang superhero sungguhan, nanti biar kugambarkan untuk nenek." Nada suaranya berbeda, dia menirukan suara Sakya saat bicara, menggemaskan.

"Lalu di halaman selanjutnya Sakya menggambar setiap momen bersamamu, Nak. Apa gambar-gambar itu mengingatkanmu pada sesuatu?" Biu membalik lagi halaman berikutnya, terus dia buka lembaran baru sampai tak terasa matanya berembun.

Ternyata Sakya mengingat semua hal-hal kecil yang dilakukannya bersama Biu, gambar-gambar itu memang tidak sempurna, tapi Biu bisa merasakannya, setiap coretan Sakya di gambar itu seakan mengguratkan emosinya tersendiri.

Entah kenapa, Biu malah dihinggapi perasaan bersalah, ketika Sakya masih berumur hitungan hari, Biu sibuk mengejar kuliahnya, dia tinggal di pusat kota, di kamar sewaannya, meninggalkan Sakya bersama ibunya di rumah ini.

Jari Manis BiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang