24. Permen

389 78 16
                                    

Biu menghela napasnya sejenak, menatap serius pada ponselnya yang masih menyala, menampilkan ruang pesan singkat antara dirinya dan Bible. Biu mengerjap tidak percaya karena terakhir kali Bible membalas pesannya hanya dengan dua kata. Apa Bible sengaja melakukannya? Biasanya Bible balik bertanya atau aktif mencari topik baru untuk mencegah obrolan mereka berakhir, tapi sekarang Bible seperti sengaja mengakhirinya dengan cepat.

Apa Biu yang harus mencari topik pembicaraan? Sebenarnya banyak yang membuat ia penasaran seperti kenapa Bible tiba-tiba jadi sibuk, kenapa dia tidak—ah, Biu merindukannya. Apa dia harus berterus terang saja? Sakya juga terus merengek ingin bertemu dengan pria itu.

Biu mendengus, meletakkan ponselnya ke atas meja, lalu beralih menatap Sakya yang tengah sibuk dengan robot mainannya. Katanya dia malas melukis karena tidak bertemu dengan Bible. Apa Bible sudah mulai merasa bosan dengannya?

Saat pertama kali bertemu dengan Bible, pria itu sepertinya mudah sekali jatuh cinta lalu masuk ke dalam hidupnya, mengungkapkan perasaannya, setelah itu mungkin saja Bible termasuk tipe lelaki yang akan mudah meninggalkannya tanpa pamit.

Refleks Biu menggelengkan kepalanya, itu pemikiran yang sangat buruk, tapi mungkin ada baiknya Biu merasa khawatir, setidaknya dia jadi tahu bagaimana pentingnya Bible di dalam hidupnya.

Baiklah, Biu sudah memutuskan untuk menelpon Bible, tapi sebelum dia menekan tombol panggil, ponselnya lebih dulu bergetar, awalnya Biu berharap itu adalah pesan dari Bible, tapi harapannya langsung sirna saat pesannya terbuka.

Dari nomor baru yang tak disimpan di kontaknya dan dia mengaku sebagai May. Helaan napas beratnya kembali terdengar, dari mana wanita itu mendapatkan nomornya?

Biu enggan membalas pesannya, dia membalikkan ponselnya, tak jadi menelpon Bible. Biu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi, matanya terpejam sejenak sebelum bel pintunya berbunyi, matanya seketika terbuka, kepalanya menoleh dengan cepat, lurus menatap pintu berwarna coklat itu.

Bel kembali berbunyi, Biu menoleh pada Sakya yang juga sedang memandang ke arah pintu. Saat bel ketiga berbunyi, keduanya saling menatap, diam-diam berharap orang di balik pintu adalah Bible wichapas Sumettikul, pria dengan pemikiran yang sulit diprediksi, pria dengan mudah mengubah jalan hidup Ayah dan anak itu.

Saat bel kembali berbunyi untuk keempat kalinya, Biu berjalan perlahan menghampiri pintu. Menarik napas sebelum memutar handle, dia membukanya secara perlahan dan langsung disuguhkan oleh senyuman manis khas pria tampan di hadapannya.

"Bib—"

"Honey!!" Lelaki itu berseru lalu melangkah masuk dan langsung memeluknya, tubuh Biu yang tidak siap menerima pelukan erat itu sedikit berputar, jelas dia terkejut, tapi di wajahnya segera terbit lengkungan indah, Biu tersenyum ketika dirasakannya sang kekasih sempat mengecup pipinya.

"Uncle Bibleee ..." Mendengar teriakan yang tak kalah girang itu, Bible segera beralih menatap Sakya, dia berlutut dan mendekapnya, mengecup beberapa kali wajah si kecil sampai membuat si kecil tertawa. Bible menggendong Sakya dan menatap Biu yang masih berdiri di pintu masuk.

"Honey, kenapa diam saja di sana?"

"Eh, iya." Biu menutup pintu, lantas berjalan mengikuti Bible yang menggendong Sakya untuk duduk di sofa. Pria itu menaruh plastik yang sepertinya berisi belanjaan, entah kali ini apa yang dibawa Bible.

"Uncle ke mana saja! Sakya mencari di studio aunty Yaya tidak ada. Bikin kesal." Sakya menyuarakan keluh kesahnya dengan raut wajah masamnya, Biu juga ingin mendengar apa alasan Bible hingga jarang berkabar dengannya.

Bible tersenyum tipis, "Maaf ya, Sayang, banyak yang perlu Uncle selesaikan. Apa permintaan maafnya diterima??"

Sakya menoleh sekilas pada Bible yang memasang raut sedih penuh permohonan, lalu Sakya tersenyum. "Bisa, tapi kita harus melukis hari ini," tuturnya antusias.

Jari Manis BiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang