8 - Bumerang

59 40 0
                                    

Melihat embun membasahi bunga yang berjejer di kanan-kiri, membuat perasaanku teduh. Mereka menemaniku dalam perjalanan ke rumah kaca. Cantik sekali dengan warna, bentuk dan aroma mereka. Walaupun seringkali hidup mereka gak seindah rupanya. Ketika dalam bahaya, mereka gak bisa melindungi diri karena mereka rapuh dan manusia mudah membuat mereka mati.

Aku suka berkeliling hanya untuk melihat bunga-bunga yang tumbuh di sekolah. Sekolah ini bahkan lebih cocok disebut kebun raya. Banyak jenis bunga yang tumbuh disini. Di setiap taman, ada jejeran bunga layaknya kebun kecil membentuk pola-pola unik seperti crop circle. Pihak sekolah merawatnya dengan baik. Aku sering membawa pulang bunga yang hampir mati, kurawat sampai mereka tumbuh lagi. Dan berkat bunga-bunga itulah rumah gubukku terlihat cantik dengan mereka yang tumbuh subur di pekarangan.

Selain hamparan bunga, di sini juga ada perkebunan mini dan hamparan rumput yang luas di samping rumah kaca. Biasanya suka dijadikan tempat santai siswa pada waktu istirahat. Termasuk aku yang kadang suka mencari angin segar sambil duduk-duduk.

Di pelajaran lingkungan hidup kali ini, Bu Nindi memberikan materi teknik menanam bunga hias, khususnya bunga mawar. Bunga mawar yang akan kami tanam jenisnya adalah Rosa Chinensis Minima. Dibanding jenis mawar yang lain, mawar ini jauh lebih mudah ditumbuhkan dalam pot. Jadi bisa ditaruh di dalam rumah.

"Campurkan komponen tanah, pupuk dan pasir. Masing-masing perbandingannya 1:1:1, ya. Perhatikan dengan baik agar benar-benar tercampur," Jelas Bu Nindi sembari ikut menanam bunga di salah satu pot.

"Perhatikan pot kalian, jangan sampai drainasenya tertutup. Terus, pertahankan kelembapan tanahnya. Kalau nanti sudah tumbuh tunas, pindahkan ketempat yang terang agar mendapat sinar matahari untuk memulai proses fotosintesis. Siram pada pagi atau sore dengan teratur pada 1-2 bulan setelah penanaman dilakukan." Sambung Bu Nindi.

Dengan telaten kumasukan tanah ke dalam pot lalu mengambil bibit bunga mawar yang sudah disediakan. Setelah semua komponen telah menyatu di dalam pot, kemudian dengan hati-hati aku menyemprotkan air pada tanahnya.

"Lihatlah, pekerjaan Kevi sangat rapih. Kalian bisa belajar darinya." Bu Nindi memuji hasil pekerjaanku. Kali ini aku menang lagi dari musuh-musuhku.

Aku puas melihat mereka menggerutu. Musuh-musuhku di kelas yang diketuai Feika selalu berusaha membuatku tampak jelek di hadapan guru-guru. Gak jarang skenario yang mereka buat ada yang berhasil. Mereka pernah menjebakku dimana memposisikanku sebagai tersangka pem-bully-an atau kepergok saat berkata kasar pada orang lain. Nenek pun sudah pernah menerima surat peringatan saat aku masih di kelas satu dulu. Yang terparah, aku sempat di keluarkan dari sekolah beberapa minggu lalu.

"Kevi, bolehkah aku ikut belajar menanam bunga?" Suara Luna membuyarkan lamunanku. Aku terdiam sejenak untuk mengolah kembali pertanyaanya dalam otakku. Oh, rupanya dia mengikuti saran Bu Nindi. Kedua bola mataku melirik pot milik Luna yang terlihat berantakan.

"Aku gak mau ngajarin kamu." Siapa suruh dia kesini. Bikin risih. Aku gak peduli kalau dia akhirnya menangis. Lagi-lagi pelindungnya harus datang menjemputnya,

"Akan kuajari," ucap Darwin.

"Jangan mendekatinya lagi," pinta Darwin pada Luna, rupanya dia gak tega melihat Luna selalu kubentak. Adegan seperti itu mirip drama televisi. Berlebihan. Kubanting penyiram dengan kasar sebagai luapan emosiku pada dua orang itu. Jika dia takut Luna datang lagi padaku, jaga dia baik-baik. Kalau perlu awasi dia setiap detik. Wajah sendu itu membuatku kesal.

Setiap tahun Luna selalu satu kelas denganku. Aku sempat berharap di kelas dua gak bertemu dengannya. Tapi ketika masuk Science 1, wajahnya malah memenuhi pandanganku. Kebaikannya itu membuatku muak dan aku benci sekali dengan orang seperti dia. Karena dia, aku mendapat label cewek jahat di Elite High School. Dia yang membuat semua orang antipati padaku.

The Roots of Feelings [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang