24 - Kejujuran

46 27 0
                                    

Aku benar-benar sudah lulus dari Elite High School. Malam ini ada pesta promnight. Kupandangi undangan pemberian Arvin. Undangan termewah yang pernah kuterima. Di sana tertanda namaku dari kelas 3 Sience 1. Setelah puas kupandangi, kuletakkan dalam laci.

"Pesta itu akan meriah tanpa aku."

Mendengar Paman memanggilku, aku pun menjawab panggilan itu kemudian pergi keluar. Kuhampiri seorang ibu yang sedang memilih labu.

"Ini labunya baru saja datang masih bagus, Bu."

Hari ini toko buah cukup banyak kedatangan pelanggan. Paman sedang sibuk melayani beberapa pelanggan yang menawar harga. Padahal harganya gak dapat laba besar tapi masih saja ada yang nawar.

Kupikir di kota besar, sulit sekali mencari buah yang segar dan murah, tempat Pamanlah satu-satunya toko yang seperti itu. Paman mempunyai komitmen dan prinsip yang kuat. Menjadi seorang pedagang gak boleh berlaku curang karena harga dirinya dipertaruhkan. Keluarga besar Darwin di desa adalah petani buah, dari situlah Paman mendapat pasokan.

Hari ini Hana datang ke toko untuk menyapaku. Sekarang aku sudah tidak kesepian lagi. Hanalah yang suka mengajakku mengobrol dan jalan-jalan. Tetangga Darwin itu gak pernah melepaskan senyumannya. Aku menyukai sifatnya yang tidak dibuat-buat. Hana sengaja mampir ke toko untuk mengajakku jalan-jalan ke pasar bunga.

Katanya, kemarin Nenek bercerita kalau aku pandai menanam dan menghias bunga. Ternyata Hana juga salah satu penggemar bunga hias. Di saat toko lumayan sepi, Paman mengizinkanku untuk pergi.

Selama di angkot, Hana terus bercerita apa saja yang akan kita temui disana. Aku mendengarkannya dengan antusias. Aku minta padanya, untuk mengajakku ke semua toko yang dia rekomendasikan tadi. Saking asiknya mengobrol, penumpang lain sampai terganggu.

Ketika tiba di pintu utama, kami telah disuguhi bunga-bunga hias yang cantik dan harumnya menyeruak. Hana segera mengajakku ke dalam pasar, dan lebih banyak lagi bunga-bunga yang dijajarkan di depan toko. Aku banyak tersenyum saat bersamanya dan jarang sekali ada orang yang membuatku sebahagia ini. Hana bak ibu peri bagiku, dia bisa meluluhkan hati kerasku. Teriknya matahari gak sedikit pun menghalangi aktivitas kami yang sedang asik melihat-lihat bunga.

"Na, di sana ada bunga bagus, kesana yuk." Ajakku. Tadi aku melihat warna-wani Gerber Daisy. Aku ingin beli beberapa untuk Nenek.

Aku menyadari bahwa Hana gak lagi mengikutiku, aku pun menyusulnya yang tengah berdiri memandangi sesuatu. Hana menghentikan langkahnya karena merasa melihat orang yang dia kenal. Hana menyipitkan matanya untuk memastikan.

"Kev, itu Darwin bukan sih?" Tanyanya menunjuk seseorang yang terus diperhatikannya itu.

Kulihat seorang cowok sedang berjongkok sembari menyemprot sebuah pot kecil dengan sangat hati-hati. Dia rasa penampilan cowok itu mirip dengan tetangganya. Tapi, kurasa bukan Darwin. Bukannya dia sedang di asrama untuk berkemas untuk pindahan.

"Bukan deh kayanya, Cuma mirip aja kali."

Aku terus menarik tangan Hana agar kami bisa ke toko bunga yang lain. Aku mengajak Hana membeli Gerber Daisy. Bunga cantik ini nanti akan kutaruh di kamar. Hana juga ikut membeli beberapa. Bunga ini sering dipakai sebagai potongan bunga bersama bunga mawar, seruni, dan tulip. Katanya, Hana juga ingin memberinya untuk mamahnya.

Waktunya kami pulang. Kaki kami melangkah untuk keluar dari area pasar, harumnya bunga semakin hilang saat kami berjalan menjauh. Pengalaman yang menyenangkan dan baru kurasakan lagi setelah lama menutup diri dari lingkungan. Rasa penyesalan hadir dalam benakku. Aku baru menyadari kalau selama ini aku merugikan diriku sendiri.

The Roots of Feelings [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang