Hari ini aku dan Darwin akan bersenang-senang berkeliling kota. Awalnya ketika kami bersiap-siap di depan rumah, ada Rena yang merengek minta ikut. Namun Hana mengerti bahwa ke dua sahabatnya ingin menghabiskan waktu berdua saja. Tanpa Darwin bicara pun tetangganya itu sudah mengerti. Rena diajak oleh kakaknya untuk berjalan-jalan ke pasar, dan menjanjikan es krim untuk adiknya.
Kami berjalan sejauh 100 meter untuk sampai ke halte. Bis bercat biru gelap itu datang dengan tanda klaksonnya yang berbunyi nyaring. Para calon penumpang memberi kesempatan terlebih dahulu terhadap para penumpang lain yang ingin keluar dari bis. Ketika masuk bis suhu udara sangat kontras. Hawa sejuk mulai merasuk, karena tentu saja ada Air Condisioner di dalamnya. Beruntungnya kami mendapatkan tempat duduk. Hari minggu memang selalu penuh dan sesak. Pemandangan kota terlihat sangat jelas dari jendela. Cuaca hari ini juga ikut mendukung acara kami. Tak terlihat langit mendung dan kemacetan di jalanan, waktu pun dapat dikendalikan dengan baik.
Selama 30 menit, kami sampai di tempat tujuan. Kami turun dari bis, lalu berjalan ke tempat tujuan pertama, bioskop. Kami berdua sama-sama penggemar Nicholas Cage. Begitu tahu filmnya sudah tayang di bioskop, kami langsung menaruh bioskop di daftar tujuan pertama. Setelah itu, kami ke taman ria, toko suvenir, toko makanan, dan toko es krim. Darwin mengajakku untuk memainkan satu permainan yang sering dia mainkan saat SMP bersama teman-temannya. Terdapat dua dataran dengan pegangan berwarna merah dan lima tombol yang akan diinjak untuk memainkannya.
"Sudah lama gak main ini." Gumam Darwin dengan tawa kecil.
"Dance step? Kita main itu?" Tanyaku. Darwin tak menjawabnya, dia merogoh tas untuk mengambil sesuatu. Ternyata koin-koin yang akan digunakan untuk bermain.
"Ayo, ini permainan yang menyenangkan." Ajak Darwin, lalu dia pun memasukan dua koin tersebut ke dalam mesin permainan.
"Aku gak pernah main ini, gak tahu caranya." Ucapanku gak digubris, dia malah menarik lenganku untuk segera naik ke dance pad.
Keahlian menari diantara kami terlihat kontras. Aku yang baru pertama kali bermain permainan semacam ini, sangat kaku. Sebaliknya dengan Darwin, walaupun dia sudah lama tidak bermain, kurasa keahlian menarinya gak berkurang. Darwin pun menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Banyak yang memuji kelincahan Darwin dalam menari. Aku kira dia kutu buku. Ternyata dia bisa menari.
Tujuan terakhir, aku memintanya mengunjungi tempat yang ingin kudatangi. Aku gak memberitahu tempat yang kumaksud dan Darwin kubiarkan bertanya-tanya. Berjalan selama sepuluh menit, kami sampai di tempat tujuan. Gerbang nan kokoh itu terlihat megah dan siap melindungi apapun yang ada di dalamnya. Tulisan besar yang menempel pada beranda bangunan itu terlihat jelas. Darwin mengangguk setelah mendapatkan jawabannya. Perpustakaan kota warisan Kolonial Belanda itu begitu gagah dengan koleksi buku-bukunya yang lengkap. Kami berdua mencoba mencari satu buku dan membahasnya bersama.
"Kamu ingat aku?" Tanyaku padanya di sela-sela diskusi.
"Hah?" Dia tertegun.
Aku memberitahunya bahwa kita pernah bertemu di debat Bahasa Inggris saat SMP. Ketika dirinya memperoleh juara 2. Ternyata dia juga melupakan aku karena kami pun gak saling kenal waktu itu. Katanya dia cukup marah saat aku meremehkannya. Dia berjanji akan bertemu lagi dengan orang yang mengalahkannya dan akan membalikkan posisi itu. Astaga, doanya terkabul, pikirku.
Dengan kesepakatan yang kami buat, terhitung hari ini kami pun berdamai. Acara jalan-jalan kami akhirnya usai. Sekarang hubungan kami begitu baik. Aku berharap ketika dia kembali, hubungan kami akan terus seperti ini.
Sampailah kami di rumah, dengan disambut masakan Nenek yang super lezat. Malam ini begitu menggambarkan suasana hati dengan langitnya yang cerah dihiasi bintang-bintang. Aku terus memandangi langit malam dari jendela kamar, sembari merasakan hembusan angin yang menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roots of Feelings [TERBIT]
RomanceKevita adalah gadis yatim piatu yang berjuang untuk bertahan hidup dari kemiskinan. Karena trauma masa kecil, Kevita selalu mimisan di saat-saat tertentu dan tidak bisa mengontrolnya. Sifat Kevita yang buruk membuatnya semakin terperangkap dalam ba...