20 - Ukiran Rasa yang Baru

40 26 4
                                    

Aku semakin menyibukkan diri dengan pekerjaanku di toko. Ini menjadi caraku untuk melupakan pengalaman buruk seminggu yang lalu. Aku sibuk dengan buku keuangan toko. Kemarin aku pergi ke warnet, mencari contoh bagaimana membuat pencatatan dan laporan keuangan. Aku ingin membantu Paman lebih dari menyusun buah di kotak. Istirahat tadi aku menemui Agies, cewek paling pintar di jurusan Social. Aku menanyakan cara membuat jurnal keuangan.

Sekarang aku sedang mempraktikan apa yang diajarkannya. Aku asyik berkutat dengan rumus Kas+Pendapatan=Modal. Aku tetap waspada kalau-kalau Miss Agustin memergokiku yang tidak memerhatikannya.

"Semoga kalian menikmati libur panjang kali ini. Sampai jumpa minggu depan." Ucap Miss Agustin pada kami. Itu tandanya pelajaran hari ini selesai. Mendengar kata libur, aku semakin bersemangat untuk menyelesaikan jurnal ini.

Progam libur untuk kelas tiga memang diadakan sesekali untuk menyegarkan otak. Dari jauh-jauh hari kami sudah dipersiapkan dengan matang untuk menghadapi Ujian Akhir Sekolah. Biasanya tiga bulan sekali, harus ada libur selama seminggu.

Aku masih betah di kelas, seperti biasa. Tapi bukan untuk latihan soal ujian. Kali ini aku ingin merampungkan catatan keuanganku dulu dan selama itu, Arvin menemaniku.

Setelah selesai, Arvin mengajakku ke hamparan rumput di belakang sekolah. Menurutku, sekali-kali bersamanya di area sekolah gak akan jadi masalah. Kami juga hanya duduk saja. Kami berjalan beriringan sembari saling melempar candaan. Lalu kami memilih tempat yang nyaman untuk duduk.

Dia membagi satu cup jelly. Aku senang menerimanya. Inilah kebiasaan kami saat kecil. Kami suka berbagi jelly kesukaan kami. Aku suka rasa strawberry sedangkan Arvin suka rasa Jeruk.

"Kev," panggilnya.

"Iya?" Sahutku.

Seketika hening. Lumayan lama dia gak bersuara setelah memanggilku. Gak lama, dia memanggilku lagi dengan suara yang lebih berat dan aku memberikan sahutan seperti awal. Tergambar jelas kalau ada keraguan padanya.

"Hm, aku mau kita putus." Ungkapnya. Aku mendengar dengan jelas kalimat itu. Dia memalingkan wajahnya untuk menghindari sorotan mataku.

"Aku gak nyaman dengan hubungan ini." Jawabnya setelah aku mengajukan pertanyaan 'kenapa'.

"Ok, sekarang kita putus." Aku memandangnya dengan tatapan datar. Jujur, aku ingin tahu apa alasan yang sebenarnya. Aku belum puas dengan ucapannya barusan. Tapi, gengsiku mengalahkan rasa penasaranku.

"Aku pergi duluan ya." Dia berjalan menjauhiku yang masih duduk di hamparan rumput hijau. Aku ingin hubungan kami baik-baik saja walaupun sudah putus. Tapi mantan pacar gak mungkin punya hubungan baik bukan? Dia berbalik dan kembali menghampiriku lalu berbisik tepat di telingaku.

"Maafkan aku, suatu saat kamu pasti tahu alasanku." Katanya. Kemudian dia benar-benar meninggalkanku.

Aku mulai terisak, padahal cuma putus dari Arvin kenapa aku sampai menangis begini. Namun kuingat lagi dia sudah berkorban banyak untuk menemaniku membolos demi membantuku mengurus kepulangan Nenek dari rumah sakit. Aku kira dia benar-benar menyukaiku sebagai pacarnya. Apa saat menemaniku di rumah sakit, perasaannya padaku memang sudah hilang? Atau jangan-jangan kakeknya tidak merestui hubungan kami dan Arvin sudah dijodohkan dengan orang lain?

Aku melihat Darwin telah duduk di sampingku. Aku gak tahu kapan dia datang.

"Kamu nangis?" Ledeknya sedikit menyeringai. Aku tetap membisu.

"Cepat cerita, apa yang bikin kamu nangis kaya gini?" Tanyanya.

"Jangan sok peduli." Mataku kembali berkaca-kaca. Mood-ku semakin buruk saat dia datang.

The Roots of Feelings [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang