Radhika Pramayoga Mahendra

1.6K 98 1
                                    

"Bunda, Dhika boleh beli air jordan nggak? Kemarin Dhika top scorer loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda, Dhika boleh beli air jordan nggak? Kemarin Dhika top scorer loh."

Kara hanya menggeleng ketika mendengar permintaan anak bungsunya itu. Ia mengelus rambut Dhika yang basah karena keringat tanpa merasa jijik sedikit pun. "Perasaan Bunda, belum satu bulan kamu minta sepatu kan?"

Dhika tertawa saja, deretan giginya yang rapi dan pahatan wajahnya yang terlihat begitu persis dengan Adhikari suaminya membuat Kara selalu jatuh cinta pada anak laki-laki ini. "Mau Bun, bujukin ayah dong.".

"Iya, nanti kita sekalian beli kado buat kakak kamu ya."

Dhika terduduk cepat, ia hampir melupakan hari lahir kakaknya. "Untung aja Bunda ingetin!" Ia kemudian membuka ponsel dan melihat aplikasi kalender. "Hari Kamis, Bunda shift apa?"

Kara ikut bergabung dengan Dhika melihat kalender yang sudah ia tandai dengan 'ultah Kak Rafi ganteng', sebelum menanggapi Kara tertawa lebih dulu. Tidak menyangka jika Dhika menganggap Rafi benar-benar seorang kakak untuknya. Kedekatan keduanya pun tak berbeda dengan saudara kandung pada umumnya.

"Bunda shift pagi. Aman kan?" Dhika mengangguk antusias, kemudian dengan cekatan ia memesan kue untuk ulang tahun kakaknya.

"Lama banget sih Kakak sampai, Bun?" Kara ikut berpikir. Ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Belum sempat perempuan itu menyahut, suara derit pintu yang terbuka membuyarkan atensi keduanya. "Rafi, sini. Gimana sekolah hari ini?"

Perbincangan keduanya menjadi hal yang paling Dhika sukai. Rafi tidak pernah terbuka dengan orang lain, ia selalu saja menutup diri dengan alasan tidak ingin membuat repot karena ia pasti bergantung dengan orang lain. Tetapi, Dhika selalu melihat Rafi berbeda jika di keluarga ini. Dhika selalu berharap, jika rumah ini benar-benar rumah baginya.

***

"Yah! Emang kalau bukan gue nggak bisa, ya? Gue ada janji buat besok." Dhika masih sibuk berbicara sembari melahap makanan yang ia pesan di kantin. "Gue makan dulu deh, baru pergi ke ruang OSIS."

"Sibuk banget lo, masa muda lo sia-sia." Arya berucap sesaat setelah Dhika menutup ponselnya.

"Lo kali yang sia-sia! Dia tuh remaja produktif." Jaya ikut menimpali, Dhika justru tak ambil pusing. Ia dengan cepat melahap makanan yang ada di hadapannya untuk segera menyelesaikan permasalahan yang ada.

"Gue duluan!" Dhika beranjak kemudian menepuk bahu kedua temannya secara bergantian. Padahal sedari tadi Arya dan Jaya tak berhenti untuk cek-cok perihal dirinya.

Dhika adalah anggota OSIS, ia dengan senang hati mendaftar organisasi itu. Menurutnya bekal organisasi itu tak didapatkan dimana pun.

"Kemarin katanya Sita sama Toni yang mau pergi." Ditya menggaruk kepalanya yang tak gatal ketika melihat Dhika masuk ke dalam ruangan dan tanpa basa-basi menyampaikan kekesalannya.

Elegi Tawa ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang