Jangan Menyerah

1K 74 4
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Jauh sebelum hari dimana ia pergi dari rumah Adhikari, Rafi sudah sering mendengar cibiran dari neneknya. Setiap hari ia hanya berusaha menjalani hidup dengan baik. Walau bagaimana pun keras usahanya, ia akan terjatuh disaat tertentu. Dulu tangan Kara memang paling hangat, membantunya ketika ia berada di keterpurukan. Membantunya sembuh dari banyak trauma yang ia miliki. Belakangan, Rafi menyadari bahwa semua memang hanya sementara baginya.

Malam itu, Rafi kira ia harus terbangun di ranjang pesakitan. Ia hanya terbangun di kamar seperti biasa. Tetapi aneh, dari semua hari yang ia lewati seperti hari ini adalah yang paling berbeda. Tak ada rasa sesak atau nyeri yang biasa ia rasakan, tak ada juga alat pernapasan yang ia rasa bertengger di hidungnya. Ia berjalan keluar kamar, aneh. Ubin kamarnya sejak kapan tidak dingin?

Ia membuka pintu dan menemukan rumah dalam keadaan kosong. Tidak ada asisten rumah tangga atau tukang kebun yang sedang memotong tanaman. Ia berlari memasuki kamar Oma dan Opa. Keduanya juga tak ada. Rafi kembali berlari ke dalam kamar dan mencari ponselnya yang naas tak ada juga. Seluruh penjuru rumah sudah Rafi kelilingi dan ia tak menemukan siapa pun.

Dengan kaki telanjang, Rafi berlari menuju rumah Kara dan Adhikari. Demi apapun, jalan menuju rumah itu sudah Rafi hapal diluar kepala. Namun, hari ini berbeda. Ia bahkan merasa sudah berlari terlalu jauh dan tidak menemukan siapa pun. Dadanya memang tidak berat, hanya saja ia merasa hatinya terlalu kosong. Ia tersesat dan tidak tahu harus pergi ke arah mana. Namanya diserukan dari berbagai arah, ia terduduk sembari menutup kedua telinganya.

"Rafi, kembali!" Setidaknya, itu yang Rafi dengar. Sebelum rasa sakit yang biasa ia rasa di dadanya kembali menghujam. Walau terasa dua kali lebih menyakitkan, ia melihat banyak pasang mata yang terlihat lega melihatnya membuka mata.

Tidak tahan dengan rasa sakit yang terus menerus datang, Rafi memejamkan matanya. Entah kali ini ia pingsan atau tertidur, rasanya begitu tenang hingga ia pun lupa dengan apa yang terjadi.

***

Kara, Adhikari dan Dhika datang sesaat setelah mendengar kabar bahwa mobil orang tuanya kecelakaan. Adhikari tak bisa menahan kesedihan ketika Tora dinyatakan meninggal pertama kali. Ia menangis ketika dokter sudah menyerah dengan usahanya. Ia pun menyesal, selama ini ayahnya selalu berusaha baik-baik saja. Tetapi, ia adalah seorang pengidap kanker hati stadium lanjut. Kecelakaan itu juga sangat fatal untuk dirinya yang sudah berumur. Benturan keras di kepala menyebabkan pendarahan yang tidak mampu dokter tangani.

Seperti dicabik rasa hati Adhikari, sepuluh menit kemudian kabar duka datang kembali dari Aini. Ibu yang melahirkannya itu juga tak mampu bertahan. Luka keduanya cukup parah hingga membuat pendarahan hebat. Namun, satu hal yang mungkin harus Adhikari syukuri adalah kabar baik dari ruang tempat Rafi ditangani. Dokter baru saja berbicara empat mata dengannya, walau derai air mata tak dapat lagi Adhikari sembunyikan. Ia merasa lega karena Rafi mampu melewati masa kritis ini.

Elegi Tawa ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang