Jalan Pulang (last part)

1.3K 68 5
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading!

Hari-hari melelahkan bagi Rafi sudah berakhir. Rasanya seperti mimpi karena ia bisa menyelesaikan ujian akhir di kelas 3. Setidaknya ia masih memiliki satu keinginan yang akan diwujudkan. Rafi dalam dua minggu ini sudah seringkali mendapat serangan, yang paling parah adalah ketika ia baru keluar kelas. Untungnya di mata pelajaran terakhir, dan ia masih setengah sadar untuk meminta tidak mengabari seluruh keluarganya--terutama Dhika dan ayahnya.

Hari ini Rafi sudah izin untuk pulang terlambat, ia akan pergi ke rumah sakit untuk mewujudkan satu keinginan terakhirnya. Sebelumnya tentu ia harus bicara dengan dokter yang selama ini merawatnya. Mengizinkan dirinya untuk menjadi pendonor organ, tentu belum pasti ia akan mengizinkan Rafi untuk menyetujui formulir DNR yang akan ia ajukan.

"Kamu sudah didaftarkan oleh ayahmu untuk operasi, dalam tindakan itu saya pun tidak bisa menjamin akan selalu mulus. Biasanya pasien ada yang memberikan respon buruk terhadap operasi. Hanya saja, bisa diselamatkan dengan bantuan RJP. Jika kamu menyerahkan formulir DNR dalam waktu dekat, tandanya saya tidak memiliki wewenang untuk bisa menyelamatkan kamu lagi di meja operasi jika terjadi hal buruk."

Rafi tersenyum, ia tahu benar apa yang sedang dibicarakan padanya. "Boleh saya tahu, persentase jantung ini tidak kambuh setelah operasi?"

Purwa terlihat bimbang, dilihat dari keadaan jantung Rafi memang kali ini cukup serius. Aritmia serta kebocoran jantung saja sudah cukup memperburuk keadaannya. "Saya tidak bisa memberikan persentase, bagaimana pun operasi ini untuk menyelamatkan kamu."

"Saya tetap mau DNR dok, anggap saja ini permintaan saya yang pertama dan terakhir."

***

Rafi merasa tenang saat Purwa sebagai penanggung jawabnya merestui keinginannya. Walau ia harus meminta izin oleh orang tuanya, yang sialnya pasti tidak akan boleh. Rafi harus menempuh jalan ini. Ia akan berbicara dengan Kara. Mengingat perlakuan Kara padanya, Rafi yakin seratus persen jika pasti akan disetujui. Ia mengirim pesan pada Kara untuk bertemu di kafe samping taman yang setiap sore Kara kunjungi.

Rafi hampir setiap hari 'menemani' Kara di tempat itu. Perut Kara yang membesar membuatnya lebih sering berjalan sore. Katanya untuk memperlancar jalan lahir, walau setahu Rafi perempuan itu harus melakukan operasi mengingat usianya yang rentan. Rafi sering mendengar percakapan Kara dengan ibu-ibu yang juga sering berkumpul di taman itu tiap sore.

Mata Rafi nyaris terbelalak saat ia melihat Kara melangkah masuk ke dalam kafe. Matanya berpendar mencari dimana pemuda itu berada. Hingga akhirnya, lambaian tangan Rafi tertangkap indera penglihatan Kara.

"Ada apa?" tanyanya setelah duduk di hadapan Rafi.

"Mau minum apa, Bun? Aku pesenin dulu."

"Nggak perlu, ada perlu apa?" Rafi yang sudah berdiri, kemudian duduk kembali. Ia tersenyum dengan penolakan yang dilontarkan oleh Kara.

Elegi Tawa ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang