Hari Itu

1.5K 82 1
                                    

Pagi ini Rafi terbangun dengan kondisi yang cukup baik, ia bahkan bisa melakukan olahraga ringan sebelum pergi ke sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini Rafi terbangun dengan kondisi yang cukup baik, ia bahkan bisa melakukan olahraga ringan sebelum pergi ke sekolah. Hari ini Kamis, matematika di jam pertama. Kemudian Kimia dan dilanjutkan dengan Biologi dan Fisika. Rafi memasukkan seluruh buku yang sudah ia susun ke dalam tas. Rasanya Kamis adalah hari berat baginya. Siapa pun yang membuat jadwal hari Kamis, Rafi sedikit tidak suka. Hanya sedikit, karena ia lebih memilih menjalani saja ketimbang harus banyak mengeluh.

Dhika yang sudah siap di meja makan pun menatap Rafi dengan tatapan berbinar. "Lo sehat kan hari ini?"

Pemuda yang baru saja menaruh pantatnya di kursi itu mengerutkan kening. "Sehat. Emang lo maunya gue sakit?"

Dhika terlihat merengut. "Sembarangan! Biar bandel begini, gue orang pertama yang nangisin lo kalau sakit. Makanya jangan sakit, gue nggak suka."

"Bun, anaknya bandel bun."

"Apaan sih! Minimal peluk gue lah."

Rafi hanya terkekeh, ia memperhatikan menu sarapan hari ini. Nasi goreng, yang sejujurnya juga makanan favoritnya. Tapi hari ini, Rafi justru menemukan oatmeal beserta buah segar di atasnya. Pemuda itu tidak mengeluh, ia menyuap sesendok demi sesendok makanannya ke dalam mulut.

"Kak, diet dulu ya. Minggu lalu hasilnya masih perlu pantauan, jadi makanannya harus bunda perhatikan lagi."

Pemuda itu sadar akan kondisinya, ia tak mau mengeluh karena percuma. Setidaknya ia bertahan selama ini, untuk keluarga yang selalu menerima segala kekurangan yang ia miliki.

"Iya, Bun. Nggak apa-apa. Aku udah biasa kok."

Adhikari, Kara dan Dhika saling bertatapan setelahnya. Mereka tersenyum karena sudah memiliki rencana besar untuk Rafi. Tujuh belas tahunnya harus berkesan! Itu yang selalu Dhika tekankan pada kedua orang tuanya. Ia bahkan selalu menginginkan hidup Rafi berjalan mulus, menurut Dhika terlalu banyak rasa sakit yang sudah ia terima selama ini.

Sekolah cukup ramai ketika keduanya sampai, Rafi lebih dulu turun dari motor yang dikendarai oleh Dhika. Mereka berdua akhirnya berpisah ketika Rafi harus segera naik ke kelasnya. Betapa rafi terkejut karena kedua temannya sudah mempersiapkan kejutan. Jantung Rafi bahkan berdegup lebih cepat dari sebelumnya.

"Maaf. Sumpah gue nggak niat ngagetin." Danis terlebih dahulu menenangkan Rafi yang terkejut.

Pemuda itu tidak berbohong saat ini rasanya organ dalam tubuhnya yang hanya sebesar kepalan tangan itu berulah. Terlalu sakit, hingga jalur napasnya pun ikut berantakan.

"Raf! Ke UKS ayo, gue bantu." Raihan pun tak ingin ketinggalan. Hanya saja gelengan Rafi menjawab keduanya. Pemuda itu merogoh sakunya hingga ia menemukan satu botol obat yang masih tersisa separuh. Danis yang melihat Rafi kesulitan membuka tutup botol obat itu membantunya, dengan tangan gemetar pemuda itu menelan satu butir obat yang selalu ia bawa kemana pun.

Elegi Tawa ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang