Bertahan

976 92 1
                                    

Happy Reading!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!!!

Genap dua minggu Rafi sudah kembali ke rumah Adhikari. Kamarnya pun sudah kembali, ia tak lagi menggunakan kamar Dhika seperti sebelumnya. Rafi lebih banyak diam, ia jarang berinteraksi dengan orang-orang yang berada di rumah ini. Kecuali Bi Tika, yang nyaris setiap pagi membuatkannya sarapan. Sudah lama Rafi tidak pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Ia hanya tidak ingin kehadirannya mengganggu Kara.

Kara juga banyak berubah, sikapnya menjadi lebih dingin. Lebih abai dengan Rafi. Pemuda itu tak memungkiri, jika mungkin Kara memang takut dengannya. Tatapan yang selalu Kara beri adalah tatapan khawatir yang penuh dengan perasaan was-was. Kara tidak pernah menyantap makanan satu meja dengan Rafi. Tetapi, Rafi tak merasa sakit hati sedikit pun. Ia hanya maklum dengan hal-hal yang terjadi.

"Kak, lo hari ini les, ya?" tanya Dhika saat ia menyiapkan sepatu untuk digunakan hari ini. Rafi yang tengah memandang kosong halaman depan rumah itu menolehkan kepalanya pada Dhika.

"Iya," lesu karena sejujurnya pun Rafi merasa lelah dengan padatnya jadwal yang harus ia kerjakan di kelas dua belas ini.

"Kak, lo pucet banget."

Rafi hanya tersenyum, ia memejamkan matanya sejenak. "Nggak apa-apa. Gue emang selalu begini kalau lo lupa."

"Gue bisa bantu bilang ke ayah, kalau lo mungkin harus lebih banyak istirahat."

"Siswa kelas dua belas memang harus begini. Gue nggak mau sia-siain waktu yang gue punya sekarang."

"Kalau lo capek, lo boleh berhenti sebentar."

Rafi tersenyum, yang entah mengapa pagi ini Dhika membuatnya sedikit merasa emosional. "Gue bakal berhenti, kalau gue udah nggak sanggup."

"Apasih. Inget sebentar lagi ujian, lo udah janji buat operasi ya setelah itu."

Rafi hanya menganggukan kepala, lalu ia kembali menatap buku-buku jarinya yang pucat dan sedikit membiru. "Dhik, kalau adik lahir. Nanti dia jadi satu-satunya putri di keluarga kita. Jaga dia ya."

Adhikari memberitahunya tadi malam, jika anak yang ada di dalam kandungan Kara berjenis kelamin perempuan. Rafi tersenyum, ia tahu betapa lama keluarga ini mendambakan seorang putri lahir dari rahim Kara.

"Jaga bareng lah, lo tahu cewek itu ternyata susah banget dingertiin."

Rafi terkekeh mendengar penuturan Dhika. "Udah gue record bentar lagi gue kirim ke Fisha."

"Ga asik lo, kak!" Dhika kemudian berdiri dan merapikan celananya yang terlihat kusut. "Yuk, gue udah siap."

Pemuda itu kemudian berdiri, mengambil tas yang berada di kursi lainnya. Ia mengikuti langkah besar Dhika. 'Gue nggak dibuang dari sini juga udah bagus, kan? Gue harus lebih bersyukur.'

***

Sekolah Rafi sejauh ini baik-baik saja walau ia merasa kesulitan, setidaknya pemuda itu tak harus merepotkan Adhikari dan Kara. Nenek dan Kakek lebih sering datang, walau ia masih kerap mendapat cibiran dari sang Nenek Rafi tak pernah mengambil hati di tiap ucapannya.

Elegi Tawa ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang