"Mereka kembar, Ice. Aku sangat bahagia." Tanpa sadar Yaya menitikkan air mata. Ice juga ikutan menitikkan air mata. Bukankah mereka harus merayakan ini semua atas kehamilan Yaya?
Ia mencengkram bahu Ice, sungguh, tidak ada yang bisa membuat Yaya bahagia selain menerima kabar tentang bayi dalam kandungannya.
"Mereka akan tumbuh menjadi anak yang hebat." Yaya mengangguk. Dia setuju dengan ucapan Ice, anaknya akan menjadi anak yang hebat dan bisa membanggakan dia.
Ice berjanji dalam hatinya, ia akan menjaga Yaya dan anak-anak-nya. Tidak peduli dengan Ying dan segala rencana jahatnya, Ice akan tetap melindungi Yaya. Karena dia sudah belajar dari masalah kemarin, bisa dibilang Ice kapok.
"Kau ingin makan?" sembari mengusap air mata Yaya yang masih turun.
Yaya mengangguk pelan, ia lapar, padahal tadi sebelum berangkat untuk memeriksa dia sudah makan. Tetapi kata dokter itu wajar, tandanya sang bayi sehat. Ice juga tidak mempermasalahkan jika Yaya tambah berisi, lagipula Ice suka Yaya apa adanya.
"Mau makan apa?"
"Chicken katsu."
"Oke, ayo, kita jalan sekarang." Ice mengenggam tangannya, kemudian mereka berdua jalan. Kali ini Ice senang dengan perilaku Yaya yang seperti anak kecil saat tangannya digenggam, lucu.
"Bukankah kita harus merayakan berita atas si kembar?" tanya Ice di sela-sela jalan mereka.
"Lain kali saja, tidak harus sekarang, kan?" Ice menggeleng, ia tidak akan memaksa Yaya juga.
"Kamu cantik." Yaya menoleh, ia juga berhenti melangkah membuat Ice juga berhenti. Yaya memiringkan kepalanya, sedikit penasaran kenapa Ice tiba-tiba memujinya. Ice menaikkan alisnya, "kenapa berhenti?"
"Kau.. memujiku?" Ice mengangguk, memangnya pujian tadi salah?
"Tak biasanya, ada apa memangnya kau memujiku?" Ice tertawa kecil mendengar pertanyaan Yaya.
"Tidak ada, biasanya orang hamil akan selalu merasa insecure karena dia terlihat berisi." Yaya terdiam, astaga, hatinya berbunga-bunga. Tanpa disadari, Yaya tersenyum dibuatnya. "Tukang gombal." Yaya berusaha menutupi bahwa ia salting.
Ice menyentil dahi Yaya, "bukankah kau seharusnya menghargai dan berterimakasih karena aku sudah memujimu?"
"Diam, aku ini lagi menahan salting, tidak bisakah kau peka?" Ice tertawa.
"Ice, jangan tertawa!"
•••
"Gimana penjualan bunganya?"
"Lancar kok, Fan. Kenapa kau bertanya seperti itu?" Taufan menggeleng pelan.
Taufan melihat Yaya yang sedang sibuk memeriksa bunga-bunganya. Ia sudah mengikhlaskan bahwa Yaya milik kakaknya, Halilintar. Dia belajar dari malam sejak dia mabuk bahwa perasaannya tidak akan terbalas sampai kapanpun. Dan juga ia tau bahwa Yaya menyukai Halilintar.
Taufan sedikit heran dengan Halilintar, kenapa dia tidak bisa menyukai Yaya? Padahal Yaya bak bidadari yang jatuh dari surga. Dari ketulusannya, kebaikannya, dan juga sifat yang dimiliki Yaya. Mengapa Halilintar tidak bisa melihatnya? Itu yang sedang dipikirkan Taufan.
Bukankah harusnya Halilintar bersyukur?
"Fan, minimal kalau mau melamun itu jangan liat aku." Taufan langsung sadar.
Taufan tersenyum kikuk, ia sedikit malu ketauan melihat Yaya. "Maaf.."
"Mikirin aku kenapa sih?"
"Kamu cantik, hehe." Yaya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × Iᴄᴇ
Romance[ Series HaliYa ] Dimana ada Ice, disitu ada Yaya. Tapi itu tidak berlangsung selamanya semenjak Yaya menikah dengan Halilintar. Karena masalah insiden 14 tahun yang lalu, Halilintar punya dendam pribadi pada Ice. Padahal itu hanya salah paham. Lan...