ᗷᗩᘜIᗩᑎ 8 || dαч-1

477 56 4
                                    

Maaf banget ya, kemarin masih nggak enak badan:/

Alangkah baiknya membaca deskripsi cerita dulu ok?

•~•

"Kau ingin sungguh mentraktir ku, Ice?"

Yaya merasa aneh dengan Ice. Sebelum Yaya masuk kelas kuliah, Ice bilang bahwa dia akan menjemput Yaya untuk jalan-jalan. Kemudian bilang Ice akan mentraktirnya sampai waktu pulang.

Aneh bukan?

"Iya, ayo cepat."

Ice dan Yaya menaiki bus untuk ke mall. Ini bukan keinginan Yaya, tapi Ice. Di bus, Yaya terus menatap Ice dengan tatapan khawatir.

Firasatnya tidak enak.

"Ice, kalau ada masalah kamu bisa cerita ke aku. Aku akan berusaha untuk membantu mu menyelesaikan." Ice menggeleng pelan.

Ice mencoba untuk tak menunjukkan rasa sedih di hadapan Yaya. Tapi, Yaya tetaplah Yaya, mengetahui segala dari sikap Ice. Dari Ice diam itu artinya mempunyai masalah dan dari Ice dingin itu menunjukkan kesal.

"Kalau nggak mau cerita, nggak apa-apa sih. Aku tau, semua orang tidak ingin cerita masalah yang ia bisa selesaikan sendiri."

Yaya berusaha untuk tak memaksa dirinya untuk mengetahui kenapa dengan Ice.

'Ya, andaikan kau tau sebenarnya Aya.'

•~•

Yaya mengayunkan tangannya sembari menatap sekitarnya. Sengaja agar Ice memarahinya atau menyuruhnya diam, tapi tak ada reaksi apa-apa dari Ice.

"Ice, kau tak mau memarahi ku?"

Ice menggeleng.

"Kenapa? Apa kau capek dengan perilaku selama ini?"

"Tidak, malah aku senang dengan perilaku mu."

Jawaban Ice bagi Yaya aneh. Ice biasanya akan berkata jujur. Tapi ini tidak, rasanya Ice memendam kejujurannya. Dan Yaya tidak boleh mengetahui tentang hal itu.

"Ah begitukah?" Ice mengangguk.

Di mall, biasanya Yaya akan senang jika ditraktir oleh Ice. Entah mengapa sekarang Yaya merasa tidak senang. Sedari tadi, Ice memang selalu maksa Yaya untuk memilih suatu barang. Tetapi Yaya tidak mau.

"Terus kau hari ini ingin beli apa?"

Yaya berpikir, ia rata-rata sudah mempunyai semua. Kecuali satu hal yang Yaya belum pernah minta yaitu alat gambar.

"Aku mau menggambar,"

"Sungguh? Tidak yang lain? Aku bukan keberatan dengan harganya, tapi bagaimana kita membawanya?"

"Ya pasti susah," ucap Yaya sendu.

Lain sisi, Ice memang ingin mentraktir Yaya tetapi permintaan Yaya terlalu susah untuk membawanya pulang. Melihat Yaya yang ingin sekali menggambar, terpaksa Ice mengiyakan.

"Baiklah, ayo kita beli alatnya."

"Sungguh?! Kau ingin membelinya? Tapi bagaimana kita membawanya?" Tanya Yaya antusias.

Ice tidak menjawab pertanyaan Yaya, biarkan Ice yang memikirkan caranya.

•~•

"Bagaimana penjualan bukunya?"

"Lancar seperti biasanya, Tuan Kaizo."

Kaizo, si penulis, menghela nafas gusar. Dia gelisah dan khawatir dengan seseorang.

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang