Bagian 17 || Positive?

262 32 11
                                    

Loh, loh, apakah Yaya hamil? Siapa yang kepo Yaya hamil atau tidak?

•••

Satu bulan, semua sama, dan Yaya tidak kerasa ia bisa melewati hari-harinya tanpa Ice di sisinya. Yaya tersenyum getir menerima semua takdir yang Tuhan berikan. Mungkin Tuhan ingin menguji seberapa kuat Yaya menghadapi semua masalahnya. Yaya menatap pantulan dirinya di cermin besar. Ia tersenyum sambil mengusap-usap perutnya, "kamu mau belum datang ya, Nak? kenapa? takut sama papa-mu? tenang Nak, nanti mama bakal kabur kok."

"Doakan mama kuat ya, Nak, hadapi ini semua." Tiba-tiba saja mata Yaya berkaca-kaca. Andaikan waktu bisa diulang, ia tidak akan menerima pernikahan dengan Halilintar. "Mama nggak tau harus mau bagaimana lagi, Nak. Mama pingin bunuh diri rasanya, tapi kamu harus liat dunia ini dulu, bukan? Mama- mama nggak tau, Nak. Mama bingung."

Yaya menjadi mengerti apa yang pernah dirasakan oleh mama-nya sewaktu ayah-nya meninggalkan beliau. "Ma, andaikan mama disini."

"Yaya, siap-siap, kita akan ke rumah Bunda." Yaya menghela nafas.

"Aku lagi nggak enak badan, bisakah besok saja kita berangkat?" Halilintar berdecak, "tidak usah banyak alasan."

"Hali.. aku tidak alasan, aku benar-benar tidak enak badan. Lain kali saja, ya?" Halilintar menggeleng. "Kau ingin durhaka karena tidak menepati janji?" Yaya menggeleng, tentu dia tidak mau tapi badannya sangat capek. "Kau sendiri yang sudah janji pada Bunda bahwa hari ini kau akan ke rumah."

Tubuh Yaya bergetar, "a- aku akan bilang pada Bunda bahwa hari ini tidak jadi, boleh, ya, Hali?"

Halilintar menatap sinis, "terserah dirimu." Lalu meninggalkan Yaya sendirian. Yaya terjatuh, perlahan-lahan air matanya turun. Kenapa harapan dari masa kecilnya hancur begitu saja? Keluarga yang indah dan harmonis. Bahkan sebelum mereka punya anak, hubungan mereka saja sudah hancur, gimana mau membentuk keluarga yang indah dan harmonis?

"Tuhan.. sakit."

•••

[ Ice POV ]

"Ice, Mama jarang liat kamu sama Yaya. Ada masalah apa?" aku yang sedang mengaduk seketika terdiam. Kemudian menghela nafas, "jadwal kami banyak yang tidak sama, Ma. Makanya kami jarang bersama."

Aku melihat mama tersenyum, "begitu ya.. Yaya jarang kesini soalnya, Mama kangen." Seketika aku kepikiran, aku juga jarang melihat Yaya mengunjungi rumah mama. Sebenarnya ada apa dengan Yaya? Apakah terjadi sesuatu pada dirinya? Apa dia waktu ingin cerita, dia ingin menceritakan soal dirinya?

Bodohnya diriku.

Aku tersenyum tidak berdaya. Tidak, semua sudah usai. Apapun semua yang berhubungan dengan Yaya aku tidak peduli. Mau Yaya sakit, mau Yaya bahagia dengan Halilintar, aku sudah tidak peduli. Lagipula dia sudah menjadi masa lalu, bukan?

"Ice, mama khawatir dengan Yaya." Ice juga, ma.. tapi apa daya Ice sudah tidak bisa lagi dekat dengan Yaya.

"Selepas ini Ice akan kemana?"

"Ice mau ke rumah. Mau belajar." Jawabku.

Mama tersenyum. Melihat mama tersenyum, aku jadi teringat Yaya, Mama dan Yaya itu hampir sama. Maka dari itu, aku tidak bisa terlalu lama disini, bisa-bisa aku akan rindu pada Yaya. Walaupun sebenarnya aku dari dulu sudah rindu pada kehadirannya.

Dimana kamu.. Aya?

•••

Aku mampir ke supermarket terlebih dahulu. Membeli bahan-bahan makanan untuk di rumahku sendiri. Biasanya Yaya akan menemaniku belanja, mengoceh kesana-kesini dan tidak jelas. Kenangan itu masih kuat untuk diingat karena Yaya-lah cinta pertama dan terakhir.

ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × IᴄᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang