"Hali..?"
Yaya mengerjapkan mata, Halilintar perlahan mendekat. Yaya sendiri mundur saat Halilintar terus mendekat. Sampai ia mentok ke dinding, Halilintar masih mendekati dirinya. Yaya ingin mengatakan sesuatu tapi suaranya seperti tertahan. Hatinya juga berdetak sangat kencang.
"Apa kabar?" Yaya menatap lekat mata Halilintar.
"Baik.." Yaya juga tak berniat memberikan kabar anak mereka.
Halilintar melirik kandungan Yaya yang sudah besar. "Habis periksa?" Yaya mengangguk kecil, ia jadi heran kenapa Halilintar di rumah sakit.
"Aku me- mengelusnya, boleh?" biarkan kalian menganggap Halilintar egois, tapi dia sungguh ingin menyapa anak-anaknya. Yaya hanya mengerjapkan mata, sedikit kaget dengan permintaan Halilintar.
"Kurasa tidak.." jujur, Halilintar kecewa mendengarnya. Tetapi ia juga tidak akan memaksa Yaya menerima permintaannya. Ia tersenyum kecil, "aku tidak akan memaksa." Yaya seketika panik, padahal ia hanya bercanda, ia hanya ingin tau reaksi Halilintar saat menolak permintaannya.
"Tidak, kau berhak, Hali." Halilintar menggeleng, "aku mengerti kenapa kau tidak membolehkan, Ya. Tidak apa-apa." Yaya merasa Halilintar berubah, mengapa semua orang berubah saat bertemu dirinya?
"Tidak, tidak apa-apa. Sapa-lah dia, sekali-kali menyapa tidak apa." Halilintar dengan ragu mulai mengelus perut Yaya. Beberapa saat mengelus perut Yaya, Halilintar merasakan ada yang menendang tangannya. Halilintar mengerjapkan mata, di dalam hatinya, ia berteriak senang.
"Dia menendang." Yaya melongo, "heh! Kenapa dia menendang saat dielus kamu?"
Halilintar jongkok, ia semakin gencar untuk mengelus perut Yaya. "Aku sapa dia, ya." Yaya mengangguk.
"Hai anak papa, baik-baik disana dan jangan bikin mama-mu kelelahan akibat perilaku mu. Maafkan papa ya, nak. Sehat-sehat disana, papa ingin melihat kamu tumbuh menjadi anak yang kuat."
Oh Tuhan, Yaya tidak kuat.. ia ingin menangis.
Siapa yang menaruh bawang?:(
"Kamu akan selalu menjadi anak papa yang hebat."
Halilintar kemudian berdiri, ia terdiam melihat Yaya mengusap pipinya. "Kau menangis?" Yaya mengangguk kecil, bodoamat sama harga dirinya, dia tidak sanggup untuk menahan tangisan.
"Jangan menangis, nanti anak kita akan ikut menangis juga."
Emang bisa? Wkwk
"Maaf aku nggak bisa dampingi kamu. Maaf atas semua perilakuku. Maaf atas perintahku yang selalu menyuruh menggugurkan kandunganmu. Maaf.." Yaya menggeleng pelan, ia memaafkan Halilintar sejak dulu. Sejak mereka nikah, dia sudah memaafkan Halilintar.
"I love you.."
•••
"Aya belum tidur?" Yaya menoleh ke belakang.
Ice membawa satu gelas susu dan satu gelas kopi. Sepertinya Ice berencana begadang malam ini, sibuk mengurus pekerjaan barunya dan tugas-tugas kuliahnya. Yaya menerima gelas susu yang diberikan Ice kemudian meminumnya sedikit.
"Belum, aku tidak mengantuk, Ice." menaruh gelas itu di meja yang berada di sampingnya.
Ice mengelus kepala Yaya, "kau harus tidur, tidak baik untukmu apalagi kau ini sedang hamil."
Yaya menggeleng pelan, ia tidak mengantuk karena pikirannya terus mengingat ucapan Halilintar. Mengingat itu membuat Yaya ingin marah, sedih, dan senang. Tapi ia tidak bisa berkata apa-apa.
Ice yang sadar dengan perilaku Yaya sejak pulang dari pemeriksaan kesehatan, bertanya dengan lembut. "Aya, ada apa?"
"A- aku tidak apa-apa." Ice duduk di samping Yaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × Iᴄᴇ
Romansa[ Series HaliYa ] Dimana ada Ice, disitu ada Yaya. Tapi itu tidak berlangsung selamanya semenjak Yaya menikah dengan Halilintar. Karena masalah insiden 14 tahun yang lalu, Halilintar punya dendam pribadi pada Ice. Padahal itu hanya salah paham. Lan...