"Ya, aku berangkat kuliah dulu ya." Yaya mengangguk sembari tangannya menyemprotkan air ke bunga-bunga miliknya. Ice mengusap-usap kepala Yaya. Yaya menepis tangan Ice, "sana berangkat, nanti telat lagi."
Ice mengangguk.
"Hati-hati, Ice."
"..ya.."
Ice berangkat dan Yaya melihatnya dari jendela rumahnya. Ia melambaikan tangan, "hati-hati Ice." Dia melanjutkan kegiatannya kembali. Karena kandungannya yang sudah membesar, Yaya susah untuk bergerak luas. Tidak seperti kehamilan awal, ia masih bisa kesana-kesini.
Jadi Yaya hanya bisa menjalani kegiatan yang ringan saja seperti sekarang ini, menyiram tanaman dan juga menjaga toko miliknya. Kadang kala saat ia bosan, ia akan memasak sesuatu yang ia belum pernah masak.
Tok.. tok..
Yaya menoleh, ia menaruh semprotan di meja makan. Ia tersenyum dan tangannya pun membuka pintu, "si-?"
"Yaya.." Yaya menegang.
Cengkraman pada gagang pintu pun menurun, "Ha- Hali?" Halilintar datang membawa sebuah buket bunga dan juga kotak berukuran besar. Saat Yaya ingin menutup pintu, Halilintar cepat-cepat menahan. "Tu- tunggu aku, dengarkan aku sebentar.."
Yaya menggeleng.
"Pulang, Hali. Aku.. aku.. aku tidak mau mendengarkan mu." Halilintar tersenyum getir.
"Sekali ini, sekali ini saja kau harus mendengarkan ku." Air mata Yaya turun, "apa? Apa lagi yang harus aku dengarkan? Hiks.." dan pada akhirnya Yaya kalah, ia membiarkan Halilintar masuk. Halilintar langsung memeluk Yaya, ia sudah menaruh barang bawaannya di lantai.
"Jangan.. jangan gini, Hali." Yaya menggeleng dalam pelukan mereka.
"Tatap aku!" Yaya menggeleng, Halilintar memegang dagu Yaya, ia terpaksa. Alhasil mereka saling menatap tapi Yaya menutup mata. Halilintar mengembuskan nafas, lalu dia mencium bibir Yaya. Hanya sekedar menempelkan tidak lebih. Pipi Halilintar juga ikut basah karena tangisan Yaya.
Yaya membuka matanya, jadinya mata mereka saling menatap sekarang. Halilintar lalu menjauhkan diri, "kau menatapku, terimakasih." Mengusap air mata Yaya.
"Brengsek." Halilintar diam, ia akan menerima semua omongan Yaya padanya.
"Kau tau, kau seperti lelaki bajingan."
"Terus hujat aku." Yaya menatap bingung Halilintar.
"Hujatlah sepuasmu, aku tidak akan marah." Yaya menggeleng, ia menangis sembari memukul dada Halilintar.
"Jangan buat aku bingung, Hali. Hiks.. jangan menjadi lelaki brengsek. Jangan menjadikan aku wanita murahan. Tolong.. tolong Hali, aku harus bagaimana? Hiks.."
Halilintar menepuk-nepuk punggung Yaya. "Menangislah, sayang. Menangislah sepuasmu, keluarkan semua amarahmu kepadaku. Keluarkan semuanya karena kau berhak."
•••
"Tuan Ice."
Ice menatap matahari yang sangat terik di hari itu. Ice membalikkan badan, "apakah kak Lintar sudah ke rumah, Kaizen?" aura dari ruangan itu dingin seolah-olah jika masuk kesana, kau akan langsung mati.
"Sudah, tuan Ice."
Ice duduk ke tempatnya.
"Kerja bagus, kau bisa memantau Ying sekarang." Kaizen menunduk hormat, "dilaksanakan, Tuan-ku." Saat Kaizen mau keluar, Ice menahannya. "Kaizen.. bisakah kau menjalani ini dengan hati-hati tanpa diketahui oleh siapapun?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵃᵏᵘ ᵃᵗᵃᵘ ᵈⁱᵃ? || Hᴀʟɪʟɪɴᴛᴀʀ × Yᴀʏᴀ × Iᴄᴇ
Lãng mạn[ Series HaliYa ] Dimana ada Ice, disitu ada Yaya. Tapi itu tidak berlangsung selamanya semenjak Yaya menikah dengan Halilintar. Karena masalah insiden 14 tahun yang lalu, Halilintar punya dendam pribadi pada Ice. Padahal itu hanya salah paham. Lan...