06. Habibi

36 12 0
                                    


-Not Alone-

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

°•°•°•°•°•°•°•°

"K-kertas apa?" tanya Hasbi

Habibi bangkit dari posisinya lalu mengambil sebuah gumpalan kertas dari saku celana seragamnya. "Jelasin Bang!" seru Habibi

Hasbi mengambil kertas yang ada di tangan Habibi lalu membukanya. "Temui Aku di belakang sekolahan. Kak Habibi, Kakakku."

"Opo maksute! Aku reti, ono seng mok delek no!" (Apa maksutnya! Aku tau, ada yang kamu sembunyikan!) seru Habibi dengan nada tinggi

Hasbi tediam lalu meremas kertas di tangannya.

Hasbi tetap diam, dan Habibi semakin tipis kesabarannya. Habibi turun dari bankar UKS lalu berlari keluar UKS yang langsung di kejar oleh Gabriel. "Habibi! Lo apa apaan sih! Jangan kekanak kanakan gini!" seru Gabriel

Habibi berjalan menuju belakang sekolahan dan berhenti lalu melihat ke kanan, kiri, depan, belakang. "Mana dia?" gumam Habibi

"Lo cari siapa?" tanya Gabriel

"Kak Habibi.." panggil seseorang yang membuat Habibi dan Gabriel menoleh bersamaan ke arah kanan. Di sana, di samping kanan Habibi tiba tiba ada sosok berjaket hitam rapat dan memakai topi dan masker. Tingginya sekitar 160 CM.

"Lo siapa?!" seru Gabriel

Habibi terdiam mengingat ingat suara seseorang itu yang terdengar tak asing.

"Kak Habibi, adikmu ini hanya ingin berbicara bahwa..apapun yang terjadi, adikmu ini..saudaramu ini..akan selalu ada di sampingmu, jadi..jangan merasa sendiri lagi," ucap seseorang itu yang membuat Gabriel merinding.

"Aku anak tunggal," ucap Habibi yang membuat seseorang misterius itu tertawa.

"Kamu bukan anak tunggal, kamu..punya dua saudara. Sudah, adikmu ini sibuk, dadah! Aku pergi dulu...oh ya, panggil aku An. Bye, Kak Habibi," ucap Seseorang itu lalu berlari pergi

"Gajelas," gumam Gabriel

"Gimana kalau yang dia bilang benar?" gumam Habibi yang membuat Gabriel memutar bola mata malas.

"Eh, Lo itu kan anak tunggal! Anak kesayangannya Pak Haji! Lo kok percaya sama dia sih! Lo nggak percaya sama Umi sama Abi Lo?" tanya Gabriel yang di angguki Habibi.

"An?"

••••

Malam dengan bulan yang bersinar terang. Langit kosong tanpa bintang. Aku, Sabrina. Remaja yang kehilangan semuanya. Duniaku porak poranda, tapi mereka bilang 'syukuri saja' bukannya aku tidak bersyukur, bukannya aku menyesal berada di dunia. Aku hanya merasa, ragaku lelah dengan hidupku yang semakin hari semakin menggelap. Cahayaku pergi meninggalkan jiwaku, hingga membuat hidupku gelap seperti ini.

Hidup selama belasan tahun, ini kali pertamanya aku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. Aku jatuh cinta dengan adik kelasku. Habibi namanya. Aku selalu  memperhatikannya..dari bagaimana dia berjalan, tertawa, tersenyum, berbicara bahkan caranya menulis.

Dia, cahayaku telah kembali, sayangnya hanya sebatas pendar yang akan pudar. Habibi, bisa'kah engkau menjadi bagian kisah remajaku? Sebentar saja, aku tidak masalah.

Aku jatuh cinta dengannya sejak aku berusia 16 tahun. Saat itu, aku di ajak bibiku ziarah ke Menara Kudus. Waktu itu pukul menunjukkan jam 12 malam. Aku duduk menunggu bibiku yang sedang membeli oleh oleh. Dan aku bertemu dengannya, dia... Habibi. Habibi bersama teman temannya memarkirkan sepeda di depan ku. Dia tidak mengiraukanku, dia asyik dengan ketiga temannya. Memakai peci putih dengan sarung hitam dan baju koko putih, berhasil memikat hatiku. Aku terus memperhatikannya, sampai dia menghilang dari balik gapura.

"Lihatin apa Sab? Kamu suka ya, sama anak laki laki itu? Jangan ya, mereka cuma anak desa. Kamu harus cari pacar anak orang kaya, biar kamu nggak hidup melarat,"

Itu kata Bibiku kala itu yang membuatku kesal. Aku hanya melihatnya selama 8 menit, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkannya sampai saat ini.

Apapun julukannya, mau dia anak desa, anak miskin, anak pemulung. Dia tetaplah, sosok yang menjadi favoritku.

Aku senang, aku dapat bertemu dengannya lagi. Dan bahkan lebih mudah untuk bertemu dengannya. Aku bahkan tidak pernah berharap bahwa aku akan bertemu dengannya. Karna saat itu aku bertemu dengannya hanya sebatas sekilas saja.

Aku hampir melupakannya, tapi dia kembali hadir. Rasa itu kembali tumbuh bahkan semakin besar.

Dia motivasiku. Aku kagum dengan suaranya yang merdu saat melantunkan ayat suci Al Qur'an saat pentas MPLS. Aku terpikat dengan senyumannya, senyuman manis yang belum pernah ku temukan sebelumnya.

Aku tidak ingin melupakannya. Mau sejuta kali dia menolakku, Aku tetap akan terus mencintainya. Aku mencintainya. Aku mencintainya. Apa cinta ini salah? Mengapa?

Apa yang harus ku ubah, agar dia mau melirikku? Aku harus apa?

Oh ya, tentang tadi pagi. Aku benar benar tidak tahu pasal nasi goreng. Dia keracunan? Bagaimana kabarnya sekarang? Aku mohon jangan salahkan aku. Aku takut, dia membenciku dan semakin jauh dariku.

Maafkan Aku, aku hanya berusaha. Namun, aku sekarang sadar bahwa apa yang aku lakukan pasti selalu salah dan gagal.

Ini tentang mu, Habibi. Ini tentang rasa cintaku.

Mulai sekarang, aku hanya bisa menatapmu dari jauh. Mulai sekarang, aku akan berhenti mengusikmu. Aku akan berhenti, namun rasa cintaku tidak akan berhenti.

Jika nanti, kamu bukan jodohku. Aku akan memintamu kepada Allah, untuk menjodohkan dirimu dengan diriku. Jika tetap tidak bisa. Yasudah, biarlah aku tetap mencintai dirimu, yang telah mencintai orang lain. Aku akan tetap menunggumu, sampai kamu bisa menerimaku atau sampai maut menjemputku.

Habibi, aku selalu menunggumu. Menunggumu berbicara padaku, walau hanya satu dua kata. Namun itu adalah kebahagian tersendiri bagiku.

Habibi, esok adalah hari baru. Dan hari baru itu, aku pastikan aku tidak akan mengusikmu.

NOT ALONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang