Dia memiliki keinginan untuk kabur dari dunia nyata. Hingga kemudian, mengakhiri hidupnya sendiri menjadi pilihan terakhir yang ia pilih.
Namun, sepertinya surga maupun neraka tidak mau menerima jiwanya dan malah melemparkannya ke dalam tubuh seora...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy Reading ....
"Pasien mengalami dehidrasi dan kelelahan." Dokter yang baru saja memeriksa kondisi Louis berbicara pada Varon dan ke tiga sahabatnya yang lain.
"Panggil perawat jika pasien sudah sadar, saya permisi."
"Terima kasih, dokter." Varon dan yang lainnya membungkuk pada dokter perempuan di hadapan mereka.
Dokter itu tersenyum, lalu keluar dari ruangan di mana Louis berada.
Setelah dokter pergi dari sana, tubuh Axvel dan Deven melemah. Mereka menghela napas begitu berat.
"Dasar, tubuhnya tidak kuat namun dia tetap memaksakan diri." Deven berkata kesal untuk Louis yang keras kepala sejak kemarin saat mereka menyuruhnya untuk makan dan istirahat.
"Hah..." Varon juga ikut menghela napas dan mengusap wajahnya kasar. Melonggarkan dasi kemeja berkabung miliknya, laki-laki itu memilih merebahkan tubuhnya di sofa yang tersedia di ruangan itu.
Elan hanya berdiri diam di samping ranjang tempat Louis dibaringkan dan memandang wajah sahabatnya itu dengan tatapan khawatir, pemuda itu tidur dengan tenang dan wajahnya terlihat begitu lelah.
"Kau juga istirahatlah, Elan. Biarkan Louis tidur dengan nyenyak." Varon bersuara, menatap Elan yang masih dengan tenang berdiri di samping ranjang Louis.
Menghela napas lelah, Elan akhirnya patuh dan berjalan mendekati Varon lalu ikut duduk di samping laki-laki itu.
Axvel dan Deven juga sudah duduk di sofa yang lainnya. Mereka bahkan sudah menutup mata untuk tidur sebentar sembari menunggu Louis sadar.
....
Louis sudah kembali pulang ke rumahnya. Pemuda itu dirawat selama dua hari di rumah sakit. Dan selama itu juga, keempat sahabatnya tidak pernah absen untuk menemani dan menjaganya di sana. Ia merasa sangat berterima kasih kepada mereka.
"Jika tubuhmu masih lemah, jangan memaksakan diri untuk berangkat ke sekolah." Varon mengusap rambut Louis.
Mereka sedang berada di ruang tamu rumah Louis saat ini.
Tersenyum kecil, Louis mengangguk. "Baik."
"Kami akan kembali datang ke sini besok. Hubungi kami jika kau membutuhkan sesuatu." Kali ini Deven yang berbicara.
Axvel mengangguk. "Ya, benar. Kau tidak sendiri, Louis. Masih ada kami di sini untuk terus menemanimu."
"Baiklah, terima kasih banyak kalian. Aku benar-benar merasa sangat senang bisa mendapatkan sahabat seperti kalian." Louis tersenyum lebar walaupun tatapan matanya terlihat kosong.
Elan menghela napas. "Jika kau lapar, makanlah. Aku sudah memasakkan banyak makanan untukmu di atas meja makan. Di dalam kulkas juga sudah tersedia banyak bahan makanan lainnya." Ujarnya seraya mengelus bahu Louis perhatian.