[SELESAI]
Yoo Jimin tahu garis hidupnya sudah diatur, dan Royal Empire adalah masa depannya. Apa pun keputusan dalam hidupnya, semua sudah diatur oleh ayahnya yang otoriter. Jimin tidak terkejut kala sang ayah mengatakan bahwa ia akan segera bertuna...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Goody two shoes adalah istilah yang dipakai untuk untuk menggambarkan orang yang taat pada peraturan dan tidak pernah melakukan perbuatan yang dianggap buruk.
Shout out untuk kalian yang udah vote dan komen. Aku sadar karyaku masih banyak kurangnya, jadi apresiasi apapun dari kalian akan sangat ngeboost motivasiku untuk lanjut nulis.
***
Jeno mengajak Jimin ke sebuah restoran mewah di pusat kota. Selama makan malam, sesekali Jimin harus menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, setiap kali Jeno berulah. Pria itu terus saja menguji kesabarannya.
Ketika mereka berjalan keluar restoran, Jimin tiba-tiba menahan Jeno melanjutkan langkah mereka.
"Princess?"
"Ssst!" Jimin menempelkan telunjuknya di depan bibir.
Jeno bingung kenapa Jimin tiba-tiba berhenti dan menahan lengannya. Ia ikut bersembunyi di balik tembok, dan mengikuti arah pandang Jimin. Matanya pun memicing.
"Siapa?" Jeno semakin merapat ke Jimin. Wajahnya berubah kesal mengetahui radar Jimin yang aktif begitu melihat Haechan.
"Apa yang dia lakukan di sini?" tanya Jimin, lebih kepada dirinya sendiri.
"Makan?" Jeno sontak mendapat lirikan tajam. "Apalagi, Princess, kalau bukan untuk kencan? Kau tidak lihat dia bersama seorang gadis? Hanya berdua." Jeno menegakkan badannya, wajahnya sedikit cemberut, tangannya pun sudah bersedekap.
"Tapi―"
"Kita sedang kencan, kenapa mereka tidak boleh?"
Jimin tak menanggapi, lalu fokus lagi memperhatikan Haechan yang tengah makan malam dengan seorang gadis cantik. Dari penampilannya, Jimin bisa menilai jika gadis itu tak berasal dari kalangan orang biasa.
Jimin tak tahu bagaimana ia harus mengartikan perasaan gusar di hatinya.
Cemburu?
Mungkin.
Ujung kukunya sedikit memutih karena remasan tangannya yang cukup kuat. Semakin lama ia berdiri di sana seperti orang bodoh, semakin pedih perasaan yang membakar hatinya.
"Princess."
"..."
"Princess."
"..."
Jeno menghela napas. "Princess!"
Kali ini pun Jimin masih bergeming.
"Ayo pulang!" Jeno tahu apa yang ada di pikiran Jimin sekarang. Namun bukannya menjawab pertanyaan di kepala gadis itu, ia lebih suka menariknya pergi.
"Kau kenal gadis tadi?" tanya Jimin begitu mereka menjauh, dan Haechan tak terlihat lagi dari pandangan.