CHAPTER 22 | SNIPPETS OF THE PAST

936 139 34
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pelukan erat mereka akhirnya terlepas setelah Jimin mendorong Jeno secara paksa. Ia benar-benar pegal harus terus berjinjit dalam waktu yang cukup lama.

"Bisa kita pulang sekarang?" tanya Jimin lembut selagi menyingkap rambut Jeno yang hampir mencolok mata.

Degup jantung Jeno berpacu lebih kencang karena pelakuan manis itu. Dengan sebuah senyuman manis yang sungguh menawan, ia bergumam rendah. Jeno melepaskan rengkuhannya, lalu beralih menggandeng Jimin.

Tanpa ada drama lain, Jeno melajukan mobilnya menembus jalanan ibu kota. Jimin mendengus lantas tertawa kecil waktu Jeno mencari jemarinya untuk digenggam. Tak protes, ia malah mengusap punggung tangan pria itu dengan lembut.

"Aku lapar." Jimin melapor.

"Hm, kalau begitu kita makan dulu sebelum pulang."

"Makan malam kita masih menunggu di apartemenmu."

Jeno menoleh sejenak dari jalanan, seolah lupa jika Jimin datang ke apartemennya dengan makan malam tadi. Tanpa bantahan, Jeno pun mengikuti perintah Jimin untuk makan di apartemen.

"Tunggu." Jeno mencekal tangan Jimin sebelum membuka pintu mobil. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya, namun tertawa begitu Jeno berlari lalu membukakan pintu untuknya.

"Ayo!" Jeno menyambar genggaman Jimin dan menggandeng tunangannya.

Lagi-lagi, Jimin tak bisa menahan diri dari tawa kecilnya. "Kau terlihat seperti anak anjing yang hilang." Ia mengangkat genggaman tangan mereka.

"Enak saja. Kau yang seperti anak anjing yang hilang kalau tidak kugandeng." Jeno menyeringai dengan jenaka. Jimin sekadar geleng kepala dengan tawa kecilnya.

Ting!

Pintu lift terbuka dan sampailah mereka di lantai unit Jeno.

"Password-nya tanggal ciuman pertama kita." Jeno berujar setelah memencet kombinasi pin pintu apartemennya.

"Dasar mesum!"

"Sedikit." Jeno berujar jenaka. "Kau ingat kan kapan pertama kali kita ciuman?"

"13 Juni?" Yang Jimin maksud kejadian minggu lalu.

"Katanya perempuan selalu ingat momen spesial, tapi kenapa kau tidak? Ciuman pertama kita tidak spesial?" Jeno berujar dengan sedikit cemberut.

Tawa kecil Jimin mengudara untuk sejenak. Tentu saja ia ingat hari di mana kecupan pertamanya dicuri pria ini―di hari kelulusan SMA-nya.

"Itu bukan ciuman, lagipula kau mencurinya dengan kurang ajar, tahu tidak?"

Jeno memeletkan lidahnya. "Tidak tahu." Lalu menarik Jimin ke ruang makan sekaligus dapur.

"Duduklah." Jeno menyuruh tunangannya duduk di kursi, lalu beringsut untuk memanaskan makan malam mereka yang sempat teronggok. Tak butuh lama, makan malam pun dimulai walau sudah sangat terlambat.

ROYAL AND NOBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang