[SELESAI]
Yoo Jimin tahu garis hidupnya sudah diatur, dan Royal Empire adalah masa depannya. Apa pun keputusan dalam hidupnya, semua sudah diatur oleh ayahnya yang otoriter. Jimin tidak terkejut kala sang ayah mengatakan bahwa ia akan segera bertuna...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Keesokan paginya, Jimin bangun dengan badan pegal-pegal. Tidak hanya luka-lukanya yang sakit, tapi juga tulang dan persendiannya. Ia mengernyit karena sedikit pening. Lalu mengecek waktu dan membaca pesan yang masuk ke ponselnya.
[Kak Jae] Adikku, maaf, sepertinya Kakak belum bisa bertemu denganmu minggu ini. Kakak janji membelikan apapun yang kau mau sebagai gantinya.
Jimin menatap datar pesan dari kakaknya. Sejujurnya ia kecewa, tapi mau bagaimana lagi.
Sebelum Haechan dan Jeno, bisa dikatakan jika kakaknya adalah satu-satunya pria yang ada di peredaran orbit Jimin. Tak memiliki teman apalagi kekasih, Jimin sedikit banyak mengharapkan kehadiran sang kakak sebagai sandarannya.
"Yoo Jimin! Kemari kau! Kenapa Ayah bisa dapat laporan jika nilai ulangan matematikamu hanya 95?! Harusnya kau bisa dapatkan nilai sempurna! Apa gunanya kau belajar tambahan dengan guru terbaik?!"
Jimin berjengit takut saat sang ayah melemparkan berkas nilainya.
***
Pagi itu Jimin berlari kecil menuruni tangga rumahnya. Dengan penuh harap, Jimin kecil ingin melihat wajah kedua orang tuanya.
"Nona, Nyonya dan Tuan menitipkan ini sebelum pergi."
Jimin menerima beberapa kotak dan paper bag berlogo brand-brand ternama sebagai pengganti kehadiran mereka, hampir setiap ulang tahunnya.
Padahal Jimin tak berharap ulang tahunnya diadakan besar-besaran. Ia hanya ingin meniup lilin dan makan kue ulang tahun bersama ayah-ibunya. Itu saja.
Tanpa ucapan selamat ulang tahun, tanpa surat, Jimin akan mengangguk dan mengatakan, "Terima kasih, Bi," kepada asisten rumah tangga yang mengasuhnya.
***
"Jangan begini, Sayang! Jadilah anak penurut! Kami harus pergi sekarang, jangan menangis!"
Jimin kecil yang baru saja berusia 7 tahun meraung kencang saat tahu kedua orang tuanya akan pergi. Padahal Jimin hanya ingin pelukan hangat, tapi mereka tetap pergi meninggalkan Jimin demi pekerjaan di saat dirinya demam.
***
"Sayang, kau keturunan keluarga Yoo, pemilik Royal Empire, bukan hanya akademik, kau juga harus menguasai beberapa alat musik. Jangan buat keluarga malu dengan menjadi anak yang tidak punya bakat. Suatu saat kau akan dimintamu untuk tampil di depan publik. Dan jika itu terjadi, kau harus jadi putri kami yang membanggakan, mengerti?" ujar sang ibu.
"Tekan yang ini! Haduh, berapa kali, sih, aku harus mengulanginya agar kau paham?!" Guru piano Jimin yang galak menekankan jari-jarinya. Tak sekali dua kali, Jimin sering menekan tuts piano dengan uraian air mata.