Chapter 16: Everything Jaeyun know about love.

1K 115 11
                                    

JAEYUN terbangun dengan sekujur tubuhnya yang terasa remuk redam. Tubuhnya terlentang. Telanjang bulat, berbagi tilam sempit dengan tubuh Sunghoon yang sama telanjangnya tengah tertidur memunggungi Jaeyun.

Selama beberapa saat, yang Jaeyun lakukan hanya berdiam diri. Matanya mengerjap lemah memandang langit-langit bilik yang beberapa bagian dihuni sarang laba-laba. Membiarkan dirinya dikonsumsi ketakutan yang dengan begitu saja meremas jantung. Panik, Jaeyun tak tahu apa yang harus ia lakukan di hari esok setelah malam ini usai.

Rasanya sungguh membingungkan. Pada mulanya Jaeyun begitu ingin untuk mencicipi pengalaman yang orang-orang seusianya lakukan. Di benak Jaeyun, itu adalah kehidupan masa muda yang mendebarkan. Menjadi bebas dan merasakan adrenalin berpacu dalam nadinya ketika melakukan kenakalan-kenakalan remaja, alih-alih hanya mengulang kesibukan monoton di setiap harinya. Menjadi anak baik untuk ibu pengurus panti, juga seorang kakak yang menjamin keberlangsungan hidup adik-adiknya di panti asuhan dengan bekerja tanpa kenal lelah.

Akan tetapi, nyatanya imajinasi Jaeyun tentang kehidupan manusia pada umumnya begitu jauh keliru. Berharap Sunghoon akan memberitahunya tentang bagaimana rasa dicintai dan dikasihi, namun yang pemuda Park itu beri hanyalah permainan hati.

Atau mungkin, faktor keduanya yang hadir dari dua latar belakang kehidupan yang berbeda jelas membuat cara mereka memandang semesta juga turut tak sama?

Jaeyun yang tumbuh seorang diri dan kesepian, jelas bermimpi suatu hari ia akan menemukan masa di mana akhirnya takdir membawa Jaeyun pada sosok yang akan menunjukkan padanya apa itu cinta dan kasih sayang.

Namun Sunghoon, pemuda itu jelas terlihat begitu berkebalikan dengannya. Mungkin, alih-alih merepotkan diri untuk mengajari cara pada orang lain untuk mencinta, Sunghoon lebih suka untuk menghabiskan masa mudanya untuk mengoleksi deretan kisah summer fling. Kenangan manis temporer yang akan membuat jiwa mudanya merasa terpuaskan. Tanpa repot-repot terjebak bersama satu orang yang sama.

Dilema. Jaeyun merasa begitu tidak adil bagi dirinya apabila ia dengan begitu sama menormalisasi tindakan Sunghoon. Itu tetap terasa begitu menyakitkan baginya. Namun, Jaeyun juga tidak dapat dengan begitu saja bersikap seolah dirinya adalah seorang korban yang mengenaskan di kisah ini. Toh, sebagian dari diri Jaeyun juga menginginkan ini. Jaeyun jelas tidak dapat dengan begitu saja membuang akal logikanya dan menjadi munafik atas dirinya sendiri.

Maka, daripada membuang waktu untuk menangisi takdirnya yang semakin kusut, Jaeyun mengumpulkan tenaganya untuk bangkit. Mengerang tertahan, manakala merasakan setiap sendi di tubuhnya seolah disorientasi dengan bunyi gemertak samar.

Sunghoon benar-benar telah menghabisinya.

Dengan gerakan perlahan Jaeyun memungut pakaiannya yang terserak di lantai bersama beberapa sobekan bungkus kondom. Rasa lega menyelinap masuk dalam dada Jaeyun mendapati sobekan kemasan alat kontrasepsi itu. Sebab, setidaknya dengan itu hidup Jaeyun masih sedikit terselamatkan. Mungkin, hanya mungkin, Jaeyun hanya akan berakhir mengakhiri hidupnya apabila ia harus melanjutkan kehidupan bersama buah dari hasil kebodohannya bersama Sunghoon.

Jaeyun benar-benar tak bisa membayangkan apa yang akan ibu pengasuh panti katakan apabila itu sampai terjadi. Beliau pasti akan sangat kecewa padanya. Tuhan akan marah besar, Jaeyun. Suara keibuan itu dapat Jaeyun dengar di dalam kepalanya.

Lalu, Jaeyun masih harus berhadapan dengan keluarga Lee. Ia pasti akan dengan begitu saja di depak dari sini. Mereka akan memutuskan kontrak donasi di panti asuhan, karena Jaeyun dengan satu lagi jiwa yang ia bawa di dalam perutnya pasti akan menghambat kinerjanya dalam menangani Heeseung. Jaeyun akan dengan mudah dicap sebagai 'peliharaan' yang tak tahu diri oleh mereka.

Jaeyun's Question Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang