Chapter 11: Meet me at 9 p.m

1.2K 141 8
                                    

SEPERTI pada hari-hari biasa, Jaeyun membiarkan pintu dapurnya terbuka. Memberi akses kepada angin musim panas yang cukup ribut siang ini berdesakan masuk dan mengusir pengap yang bersarang di dalam kediaman Heeseung.

Jaeyun suka hal-hal sederhana yang memberikan suatu kepuasan pada dirinya. Seperti menikmati semilir angin dengan pikiran kosong, melihat ikan-ikan Heeseung di kolam pekarangan depan meliuk anggun tanpa beban, atau sekedar melihat hijau rerumputan di sekeliling rumah, juga diam-diam menatap pohon persik dengan titik-titik merah muda buahnya dari kejauhan.

Jaeyun suka meromantisasi kehidupannya. Sebab, ia tahu bahwa hidupnya tidak akan bisa berubah menjadi lebih baik dari ini, sekeras apapun Jaeyun berusaha untuk mengubahnya. Maka, Jaeyun telah memutuskan untuk berdamai dengan itu semua. Hidup berdampingan dengan takdirnya yang sepahit empedu, oh—tidak, itu hanya Jaeyun yang terlalu hiperbola. Namun, setidaknya, Jaeyun telah berusaha untuk menerima. Pemikiran seperti itu pula yang lantas membuat Jaeyun tumbuh menjadi seorang yang tak banyak membantah.

Mungkin juga faktor didikan ibu pengasuh panti yang telah menanamkan doktrin demikian semenjak Jaeyun masih belia. Mengingat, memang, sebagai seorang anak yang hidup tanpa kasih dan materi dari orang tua, Jaeyun jelas tidak bisa menuntut banyak atas kehidupan. Tidak ada yang bisa menjamin kebahagiaannya, atau setidaknya mengusahakan apa yang Jaeyun pinta. Jaeyun selalu dituntut untuk menjadi sadar akan kapasitasnya terlebih dahulu sebelum membuat sebuah pengharapan atas hidupnya.

Jaeyun menarik ujung bibir. Membentuk kurva tipis, guna menyembunyikan perih yang kembali mendera relung hatinya. Hela napas dalam, Jaeyun hembus dengan cepat. Buah persik di tangan kembali dikupasnya. Sudah ada dua buah di piring. Namun juga sisa sekeranjang besar penuh di atas meja makan.

Sebenarnya total tiga, akibat Heeseung yang terus meminta menggunduli satu pohon di depan rumah pada saat itu. Telah seminggu penuh pula mereka meminum jus maupun smoothie berbahan dasar buah berparas memanjakan mata itu. Jaeyun juga berinisiatif untuk membagikan satu keranjang pada bibi Park, hingga kini hanya sisa satu. Yang entah akan ia buat apa, sebab Heeseung mulai terlihat tidak selera dengan buah itu. Dan Jaeyun seorang diri jelas tak mampu menghabiskannya.

Bunyi renyah hasil dari gigitan Jaeyun pada daging buah persik yang belum terlalu ranum nyaring mengudara. Jaeyun tidak perlu repot-repot memotongnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Ia suka menikmati buah-buahan dengan ukuran utuh. Berpikir sensasi menggigitnya juga bunyi yang dihasilkan membuat telinganya terhibur. Jemarinya dengan gerak malas-malasan menggulir layar ponsel. Mata menelisik baris demi baris resep kudapan manis berbahan dasar buah persik.

Gerakannya sempat terhenti tatkala notifikasi yang memberitahukan sebuah pesan dari ibu pengurus panti menyita atensi Jaeyun. Isinya hanya informasi bahwa keluarga Lee telah menyetujui tentang perjanjian yang mereka buat. Donasi juga sudah dikantongi.

Jaeyun dengan segera menaruh buah persik sisa gigitannya ke piring, bergabung dengan dua buah yang masih utuh. Ia mengelap jemari dan telapaknya yang penuh dengan cairan manis persik ke ujung kaus yang ia pakai, lantas mengetik balasan dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Di pikiran terbayang wajah ibu pengasuh yang penuh dengan kerutan samar tengah melakukan hal yang sama.

Oh, betapa Jaeyun berharap Tuhan akan memberikan imbalan yang setimpal pada wanita berhati mulia itu. Wajahnya yang tampak dua kali lebih tua dari usia aslinya jelas telah  menunjukkan seberapa banyak asam-garam kehidupan yang ia tempuh untuk mempertahankan panti. Mengurus anak-anak dengan berbagai karakter seorang diri, dengan hanya beberapa uluran tangan sukarelawan yang itupun datang dan pergi secara silih berganti, tentu bukan perkara yang mudah. Sejauh yang Jaeyun tahu, ibu pengasuh bahkan telah mengorbankan masa mudanya untuk panti. Rela meninggalkan manisnya kisah romansa di seusianya dan melanjutkan tugas kedua orang tuanya dalam mengurus panti sebab akhirnya sang ibu menyusul mendiang ayahnya.

Jaeyun's Question Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang